jar Harum tiba-tiba, saat mereka b
ghentikan langkahnya.
u, hanya tersenyum penuh arti. Sorot matanya
eringatkan dengan nada cemas. Ia tahu betul Jakarta penuh dengan godaan, terutama bag
. Aku tau kok batasnya sampai
mendengus pelan. Sebenarnya, ia hanya ingin memastikan bahwa Harum tidak terlalu terlena dengan kehid
ra gedung-gedung tinggi Jakarta, sementara lampu-lampu jalan mulai menyala. Hiruk-pikuk kota tetap sibuk, seakan tak ada
yang biasa ia kenal di desa. Di sini, orang-orang berjalan dengan cepat, seolah-olah selalu ada sesuatu yang mengejar mer
tuk bernapas. Ia sering kali merasa tersesat dalam hiruk-pikuk ini, meski tujuan utama
halte bus yang tak jauh dari kampus. Granis tidak men
lihat kasar dan mencurigakan, membuat hati Granis berdetak lebih cepat.
ya pria itu dengan nada yang t
mun, bukannya menjauh, pria itu malah semakin mendekat, kini berada di seb
apa di tas? Ada yang berharga kan?
ria itu dan langsung berlari sekuat tenaga. Jersebut berhenti mendadak, hanya beberapa centimeter dari tubuh Granis yang tiba-tiba terjatuh di aspal. Suara deci
si preman, m
-
saja menabrak seseorang di jalan. Hatinya berdegup kencang saat mobilnya berhenti dengan tiba-tiba. Seora
m Algha, suaranya
ingsan. Tanpa berpikir panjang, Algha mengangkat tubuh gadis itu dan membawa
a pucat tapi tenang dalam ketidaksadaran. Dia tampak muda, mungkin mahasiswi, pikir Algha. Pikirannya mulai mencoba merangkai ap
an yang masih kabur. Ia melihat sekelilingnya dan mendapati
i?" Ia bergumam dengan suara gemetar, men
Kamu mau apa denganku?" teriaknya, mencoba membuka pintu mobil dengan panik. Namun, pintu
tertabrak mobilku," Algha mencoba menjelaskan, tetapi suaran
eorang pria yang tak dikenalnya adalah situasi paling mengerikan yang bisa terjadi. Ia me
teriaknya sambil terus b
lan-pukulan Granis sambil menghindari
Saya tidak berniat jahat!" katanya, mencoba menjelaskan
erhenti memukuli Algha, hingga tas itu
ngkram lengan atas gadis itu, mencoba menahannya agar tidak melukai dirinya. Namun, genggamannya
yang baru saja terjadi. Matanya membelalak,
mu... SOBEK
nya sudah buruk berubah menjadi lebih parah. Granis, yang sudah berada di puncak ketakutan, mulai meraung, m
engan cepat, membuat Algha semakin bingung. "Saya tidak se
g meskipun dalam kepanikan. Lalu pria itu mencoba menenangkan Granis, t
lasan apa pun lagi. Dengan histeris, i
ggak kenal kamu, tapi kamu be
kulan yang datang lagi. "Astaga, ini semua kesala
i sekitar jalan mulai melihat ke arah mereka dengan heran. Suara gaduh dari dalam mo
itu sambil mengetuk kaca jendela mobil dengan
! Si
-