Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Istri Rahasia Dosen Killer
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

5.0
5 Bab
27 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

"Apa? Menikah?" Sontak kedua insan yang tidak saling mengenal itu berseru bersamaan dengan rasa kaget yang mengguncang. Granis, seorang gadis desa dengan wajah cantik nan polos, terjebak dalam pernikahan dadakan bersama dosen killernya, Sameer Alghaisan. Gadis itu baru saja memulai hidupnya di kota untuk mengejar impian, ia tak menyangka akan dihadapkan pada takdir pernikahan yang tak pernah terlintas di benaknya. Sementara Algha, yang telah menemukan cinta sejatinya, terpaksa menelan pil pahit untuk menyembunyikan rahasia besar dari istri yang begitu dicintainya. "Ingat, saya menikahimu karena terpaksa dan sebagai bentuk tanggung jawab. Rahasiakan pernikahan ini dari siapa pun terutama istri saya," ucapnya penuh penekanan. "Saya juga sama sekali tidak berharap menjadi istri rahasia Anda, apalagi menjadi istri kedua." ***** Bisakah Granis menerima nasibnya sebagai istri rahasia dosen killer? Dan akankah Algha memiliki keberanian untuk menghadapi kenyataan yang sulit, bahwa ia harus memilih antara cinta dan tanggung jawab?

Bab 1 Hari Sial

"Nis, kamu balik duluan aja ya," ujar Harum tiba-tiba, saat mereka berjalan menuju pintu gerbang kampus.

Granis mengernyit, menghentikan langkahnya. "Kamu teh mau kemana?"

Harum, gadis berambut panjang bergelombang itu, hanya tersenyum penuh arti. Sorot matanya memancarkan sesuatu yang Granis sangat kenali.

"Ish, Rum, kamu teh inget ya, kita ke sini buat kuliah, bukan main-main!" Granis memperingatkan dengan nada cemas. Ia tahu betul Jakarta penuh dengan godaan, terutama bagi mereka yang masih muda dan baru pertama kali merasakan kebebasan jauh dari keluarga.

"Heueh.. Tenang aja atuh, Nis. Aku tau kok batasnya sampai mana. Kamu jangan khawatir."

Harum lalu mencubit gemas pipi sahabatnya sebelum melangkah pergi, meninggalkan Granis yang hanya bisa mendengus pelan. Sebenarnya, ia hanya ingin memastikan bahwa Harum tidak terlalu terlena dengan kehidupan di kota besar ini. Teman-teman baru, pergaulan yang lebih bebas, semuanya membuat Granis waspada.

Jakarta. Kota besar yang menyilaukan dengan segala hiruk-pikuk dan keramaiannya. Matahari sore perlahan tenggelam di antara gedung-gedung tinggi Jakarta, sementara lampu-lampu jalan mulai menyala. Hiruk-pikuk kota tetap sibuk, seakan tak ada jeda meski senja mulai menyelimuti langit. Granis, dengan tas penuh buku di punggung, melangkah pelan keluar dari kampus.

Setiap sudutnya, setiap jalan, dan bahkan bau asap kendaraan yang pekat membuat Granis merasa kecil, terasing dari dunia yang biasa ia kenal di desa. Di sini, orang-orang berjalan dengan cepat, seolah-olah selalu ada sesuatu yang mengejar mereka. Tidak ada yang tersenyum menyapanya seperti di kampung halaman. Semua orang tenggelam dalam kesibukan mereka sendiri.

Kota ini bukan sekadar besar, tapi juga keras, penuh tekanan, dan tak memberi waktu untuk bernapas. Ia sering kali merasa tersesat dalam hiruk-pikuk ini, meski tujuan utamanya ke Jakarta sudah jelas, menuntut ilmu dan meraih gelar demi masa depan keluarganya.

Dengan tas di pundaknya Granis berjalan pelan menuju halte bus yang tak jauh dari kampus. Granis tidak menyadari seorang pria tengah mengintainya dari kejauhan.

Ketika berjalan, tiba-tiba seorang pria asing mendekatinya. Wajahnya terlihat kasar dan mencurigakan, membuat hati Granis berdetak lebih cepat. Ia berusaha tetap tenang dan terus berjalan, tapi pria itu mengikutinya.

"Neng, sendirian aja nih?" tanya pria itu dengan nada yang tidak nyaman di telinga Granis.

Granis tidak menjawab, mempercepat langkahnya, berharap pria itu pergi. Namun, bukannya menjauh, pria itu malah semakin mendekat, kini berada di sebelahnya. Granis merasa panik, keringat dingin mulai mengalir di punggungnya.

"Eh, jangan sombong gitu dong. Bawa apa di tas? Ada yang berharga kan?" Pria itu mulai meraih tas Granis.

Dengan gerakan cepat, Granis menepis tangan pria itu dan langsung berlari sekuat tenaga. Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya gemetar.

Ketika Granis menyeberang jalan dengan tergesa, ia tidak memperhatikan sebuah mobil yang melaju ke arahnya. Mobil tersebut berhenti mendadak, hanya beberapa centimeter dari tubuh Granis yang tiba-tiba terjatuh di aspal. Suara decitan ban menggema di telinganya, dan dunia terasa berputar. Kaget dan terkejut, Granis kehilangan kesadaran seketika.

"Sial!" umpat si preman, memilih pergi.

-----

Algha yang baru saja keluar dari kampus setelah menyelesaikan pertemuan dengan rekan-rekan sejawat, hampir saja menabrak seseorang di jalan. Hatinya berdegup kencang saat mobilnya berhenti dengan tiba-tiba. Seorang gadis terbaring di depan mobilnya. Dengan segera, ia keluar dari mobil dan berlari menuju gadis tersebut.

"Ya Tuhan..." gumam Algha, suaranya penuh kekhawatiran.

Ia mendekati gadis itu dan memeriksa denyut nadinya. Ia masih hidup, hanya pingsan. Tanpa berpikir panjang, Algha mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke dalam mobilnya. Ia tidak mungkin meninggalkannya di sana begitu saja.

Algha duduk di kursi pengemudi sambil menunggu gadis itu sadar. Matanya sesekali melirik gadis yang duduk di sebelahnya, wajahnya pucat tapi tenang dalam ketidaksadaran. Dia tampak muda, mungkin mahasiswi, pikir Algha. Pikirannya mulai mencoba merangkai apa yang mungkin terjadi sebelum gadis ini pingsan. Namun, tak lama kemudian gadis itu mulai bergerak, pelan-pelan membuka matanya.

Granis terbangun dengan kepala yang terasa berat dan pandangan yang masih kabur. Ia melihat sekelilingnya dan mendapati dirinya di dalam sebuah mobil. Kepanikan segera merasukinya.

"Di mana aku? Siapa kamu? Apa yang terjadi?" Ia bergumam dengan suara gemetar, mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi.

Ketika matanya tertuju pada pria yang duduk di sebelahnya, kepanikannya meningkat. "Kamu... Kamu mau apa denganku?" teriaknya, mencoba membuka pintu mobil dengan panik. Namun, pintu terkunci, dan ia mulai berpikir bahwa pria ini mungkin orang jahat yang hendak menculiknya.

"Tenang! Saya hanya menolongmu! Kamu pingsan di jalan, hampir tertabrak mobilku," Algha mencoba menjelaskan, tetapi suaranya tidak cukup tenang untuk menenangkan Granis yang ketakutan.

Granis tidak mendengarkan penjelasan Algha. Baginya, berada di dalam mobil asing dengan seorang pria yang tak dikenalnya adalah situasi paling mengerikan yang bisa terjadi. Ia mengira dirinya dalam bahaya, dan tanpa banyak pikir, ia mulai memukul Algha dengan tasnya.

"Keluar! Lepaskan aku!" teriaknya sambil terus berusaha membebaskan diri.

Algha terkejut, berusaha menahan pukulan-pukulan Granis sambil menghindari tas yang berulang kali menghantamnya.

"Tunggu! Tunggu! Dengarkan saya dulu! Kamu salah paham! Saya tidak berniat jahat!" katanya, mencoba menjelaskan lagi, tapi Granis terlalu panik untuk mendengar apa pun.

Granis terus berontak, tangannya tak berhenti memukuli Algha, hingga tas itu menghantam wajah Algha berulang kali.

Akhirnya, dalam usaha untuk menghentikan Granis yang terus menyerang, Algha secara refleks mencengkram lengan atas gadis itu, mencoba menahannya agar tidak melukai dirinya. Namun, genggamannya terlalu kuat dan tanpa sengaja, sambungan lengan baju Granis yang rapuh robek di bawah tekanan.

Granis terdiam sejenak, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Matanya membelalak, wajahnya memerah, dan kemudian... ia meraung.

"Kamu... Kamu... SOBEKIN BAJUKU?!"

Ia melirik lengan bajunya yang sobek, dan perasaan malu serta takut langsung menguasainya. Situasi yang awalnya sudah buruk berubah menjadi lebih parah. Granis, yang sudah berada di puncak ketakutan, mulai meraung, menangis histeris sambil mencoba melindungi dirinya sendiri. Ia semakin menganggap Algha adalah ancaman besar.

Suara Granis memecah kesunyian mobil. Air matanya tumpah dengan cepat, membuat Algha semakin bingung. "Saya tidak sengaja! Saya cuma mau menghentikanmu! Kamu terus memukulku!"

Algha, yang juga terkejut dengan apa yang terjadi, berusaha tetap tenang meskipun dalam kepanikan. Lalu pria itu mencoba menenangkan Granis, tapi gadis itu tidak bisa mendengar apa pun selain ketakutannya sendiri.

Granis sudah tidak mau mendengar penjelasan apa pun lagi. Dengan histeris, ia kembali memukul Algha dengan tasnya.

"Dasar tidak tahu malu! Aku nggak kenal kamu, tapi kamu berani-beraninya menyentuh aku?!"

Algha yang semakin terpojok hanya bisa menahan pukulan yang datang lagi. "Astaga, ini semua kesalahpahaman! Dengar dulu! Saya tidak ada niat buruk!"

Mobil Algha mulai bergoyang karena kekacauan yang terjadi di dalamnya. Orang-orang di sekitar jalan mulai melihat ke arah mereka dengan heran. Suara gaduh dari dalam mobil menarik perhatian beberapa petugas keamanan yang sedang berjaga di dekat lokasi.

"Ini pasti ada yang nggak beres," gumam petugas itu sambil mengetuk kaca jendela mobil dengan keras. "Kalian yang di dalam, keluar sekarang!"

"Akh! Sial!"

-----

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Maaf, Sayang!   04-25 11:07
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY