utnya. Ia sedikit terkejut ketika penisku menyemprotkan cairan kenikmatan beberapa kali. Namun, alih-alih melepaskannya, ia justru sema
tanyanya, bibirnya sedi
biasa. Penisku berdenyut kencang, se
in penismu yang besar ini ke vaginaku,"
di dekat pintu lift dan membelakangiku. Bukannya memperbaiki pakaiannya, ia malah melepaskan celana dalamnya. Pemandangan di depanku membuatku k
begini sampai nanti pintu lift terbuka," anca
riak sekencang mungkin kalau kamu sudah mem
sebaliknya, dia yang "memperk
. aku dari tadi enggak
i atas bakal percaya sama kamu? Ka
yang baru mau masuk hari pertama kerja," tam
Apa aku harus menodai lembaran baru karierku? Apa aku harus menyetubuhinya? Tapi kal
ucapku akhi
g sayang," katanya sambil mendekatiku
pertama karyawan bar
kali sih kamu, makin gemas aku sama kamu
u harus nurut segala permintaan sen
nggap tua waktu kupanggil "Bu Keisha",
i permainannya," kata
lift kebuka... aku akan tetap teriak kalau kam
cara, bibirnya sudah membungkamku dengan ciuman panas dan dalam. Lidah
t itu..." tangannya menunjuk ke
play menunjukkan bahwa posisi ka
ktu," pikirku. T
iba lift ini menjadi sangat cepat? Mel
dasar li
aku. Getaran lift yang semakin terasa menjadi latar belakang dari adegan yang semakin panas ini. Wak
terbuka, seolah ingin protes namun kata-kata itu tertahan di tenggorokannya. Dengan sekali angkat, tubuhnya yang sintal terasa ringan dalam pelukanku. Kupindahk
ekat. Matanya yang tadinya terkejut k
kecil ini sudah cukup untuk mematik api dalam dirinya. Kutatap matanya
"Ayo, sayang... aduk vaginaku dengan penis besarmu ini." Kebe
sekali dorongan kuat, kepalaku menghantam sesuatu yang luar biasa sempit dan panas. "Jleb!" Desahan tertaha
inya. Vaginanya begitu ketat, mencengkeram erat setiap inci penisku. Namun, rasa sakit itu tampaknya bercampur dengan sensasi lain yang lebih kuat. Tanpa mempedulikan rasa saki
m menahan sakit, namun perlahan, desahan-desahan kecil mulai lolos dari bibirnya. Rasa sakit it
n keras seiring dengan seti
Suaranya kini terden
n..." Permintaannya membu
tor itu keluar begitu saja, mena
..." Tangannya kini beralih menjamba
u sungguh luar bias
tu seksi, begitu jujur. Tangannya mencengkeram rambutku semakin kuat, seolah menahan sesuatu yang akan meledak
kin menggeliat, pinggulnya bergerak liar menyambut setiap sentuhanku. Ia benar
sedikit lemas, namun ia masih mampu berdiri tegak. Kutatap mata
yaku, napasku m
nada marah dalam suaranya. "Sudah beberap
a kuraih pinggulnya, membalikkan tubuhnya hingga membelakangiku. Ia refleks meletakkan kedua tangannya di dinding
ang masih basah dari belakang. Kali
sha kembali mendesah, su
an... s
hhhh
hhh
kkkk
posisi ini, aku bisa melihat jelas lekuk tubuhnya. Pinggulnya ramping, berpadu sempurna dengan pantatnya yan
s payudaranya sendiri, menyentuh dirinya s
n angka 68. Tinggal satu lantai lagi. Desahan
, Sha..." bisik
..." pintanya, suaranya
g kuat akhirnya memuntahkan spermaku di dalam kehangatan vag
IN