ugup, "anu... eh... ehm..." Sia
sabar, menanti kel
dengan... Ibu Ke
ada j
.. su
ngan Bapa
maaf, Firhan
inya yang lentik meraih gagang telepon di mejan
tag dada kirinya sebagai Regina S., meletakkan kembali telep
ditunggu di sebelah sana," ucapnya sambil menunjuk se
kan diri. Dia tampak senang saat aku menyebut namanya
sa menerima kekuranganku. Apalagi, secara alami, aku adalah tipe orang yang cenderung tertutup, sedikit antisosial, dan terlampau kaku. Memulai percakapan dengan orang asing selalu menjadi tantangan ter
namanya Fir
, aku berdiri sambil mengangkat tangan, seperti anak sekolah yang ketahuan telat. Kudengar beberapa o
rhan? Kenalin, aku Keisha," uc
y berwarna biru langit itu membalut erat setiap lekukan pantat, paha, dan kakinya yang jenjang. Jilbab hitam polos yang dikenakannya justru semakin menonjolkan keindahan wajahnya. Hidungnya mancung sempurna, bibirnya tipis dengan polesan lipstik merah menyala. Cantik sekali dia, batinku mengakui. Keisha memiliki tubuh yang aduhai. Lengan yang ramping, pinggang yang ramping, dan kaki jenjang mengingatkanku pada Lia, m
mati pemandangan mem
a?" tanyaku akhirnya, berusa
putihnya yang rapi. Mata coklatnya berbinar jenaka, seolah mencibir kekakuan yang terpancar jelas dariku. Pipi mulusnya sedikit merona, entah karena riasan atau memang bawaan lahir. Di
jawaban. Aku memang baru pertama kali bertemu Keisha, di lobi megah kantor pusat perusahaan ini. Hari ini adalah hari yang menentukan, hari di mana aku akan menjalani
jejak wewangian yang semakin kuat, bagai bisikan halus yang mengajak untuk mendekat. Pikiranku tiba-tiba melayang, membayangkan bagaimana rasanya memeluk tubuhnya dari belakang, merasakan kelembutan rambutnya yang hitam legam. Saat dia berjalan, perhatianku ta
ja resepsionis. Tapi Keisha malah berjalan ke arah sebaliknya, ke sisi kiri lobi yang tampa
"Kita naik lift barang aja, kalau naik lift yang itu pasti rame jam segini," jelasny
m segini, pukul sembilan pagi, adalah jam sibuk. Karyawan berdatangan, tamu-tamu mu
di bagian paling samping bangunan ini. Sebuah pi
orang bisa naik lift ini, hanya orang-orang spesial seperti aku aja yang punya akses. Hihihi," ujarnya
tau jangan-jangan dia punya koneksi khusus, mungkin anak pemilik gedung pencakar langit ini? Rasa penasaran kembali
kecil yang berada di sisi pintu. Terdengar bunyi "bip" singkat, dan pin
di dinding sebelah kiri, menyisakan ruang kosong yang cukup lebar di antara kami. Aku berdiri menghadap pintu, mencoba menjaga pandangan tetap lurus ke depan. Keisha, sebaliknya, berdi
temu dengan tatapan Keisha. Dia sedang memperhatikanku. Aku langsung mengalihkan pandangan, merasa salah tingkah. Rasanya seperti sedang diawasi secara intens, seperti ta
Senyum manisnya tadi terasa seperti tope
selambat ini? Atau waktu tiba-tiba melambat? Masih ada 66 lantai lagi yang harus kulalui bersama Keisha dalam lift barang yang sunyi in