rjatuh dalam hitungan detik. Dia menutupi jaket hitamnya, menyembunyikan identitasnya seb
ah tanpa sengaja menabrak bahunya. "Maaf," ucapnya dengan su
elangkah kembali ke trotoar. Namun, saat dia hendak melanjutkan jalannya, Maya dengan cepat menyemp
uanya-sebuah van dengan kaca gelap menunggu tak jauh dari sana. Dengan tenaga yang tersisa, dia memindahkan Tony k
Gudan
rencana yang akan dia jalankan. Dengan cepat, dia menarik Tony keluar dari van, mengangkat tubuh tak sadarnya ke dalam gudang. Di situ, gela
ikan tali pengikatnya cukup kuat untuk menahan pria itu. Dia menatap Tony deng
ada rasa sakit yang menusuk di belakang tengkuknya. Perlahan, dia mulai sadar, dan saat matanya
a bergetar, penuh kebingungan dan ketakutan.
ruangan itu, membuat Tony langsung membeku. Dia mengen
ang redup. "Sudah lama aku menunggu saat saat seperti ini," katanya
dia mengenali wanita itu. "K-kamu... Apa yang
ah yang sudah lama terpendam. "Kamu tahu persis apa ya
kuatan penuh-kejadian yang selalu dia coba lupakan, tapi kini kembali menghantuinya. "Aku... Aku t
hongi aku, Tony. Kau tahu betul apa yang kau dan teman-temanmu lakukan
ang tepat. "Aku... Aku hanya mengikuti perintah Daniel... Aku t
sa yang sudah kau perbuat terhadap anakku? Mengikuti atau memimpin, kalian semua sama busuknya." Suaranya beru
bisa melakukan ini! Ayahku... Ayahku adalah pejabat tinggi kepolisian! Ji
aku peduli? Tidak ada yang bisa menghancurkanku lebih dari yang sudah kalia
Tolong... jangan lakukan ini... Aku... aku bisa membantu..
belas kasihan. Anakku memohon kepada kalian untuk berhenti, tetapi apa yang kalian lakukan
nta maaf... Aku sungguh minta maaf... Tolong, lepaskan ak
a selama ini. "Sudah terlambat untuk meminta maaf, Tony. Tidak ada yang bisa memutar waktu dan meng
h dia siapkan. Tony melihatnya dengan mata yang semakin membesar, ketakutan ya
tatapan matanya tetap tegas. "Kau akan membayar untuk apa yanan, tubuhnya meronta-ronta di kursi yang terikat. Maya tidak berhenti di sana, dia terus memukuli Tony dengan pa