terlihat biru dengan gumpalan lembut berwarna putih yang menggantung serta sinar matahari yan
angsung dengan kawasan industry yang padat di kabupaten tetangganya. Komplek perumahan sederhana yang berada di ujung Barat kota, dengan fasili
ih. Pada pintu masuk terdapat papan nama besar yang menunjukkan nama sebuah Klinik Kesehatan. Sebuah klinik sosial
n Althea sejak kecil, tepatnya sejak Papanya meninggal tanpa mendapatkan perawatan karena keterbatasan biaya. Dan takdir berkata lain, setahun
njang yang disediakan untuk para pasien yang menunggu giliran diperiksa. Dilengkapi dengan me
an beberapa ruang periksa, dan beberapa yang lain di antaranya sedang melaku
ran. Mereka sudah berkawan karib sejak awal pendidikan kedokteran di Kota Pahlawan itu. Althea sendiri adalah seorang Dokter Spesialis Anak. Ia dan
a kisaran awal 20-an tahun. Tatapan kesal ia layangkan ke mereka bertiga bergantian. Saat ini prakteknya sedang ramai, dan ia kehilanga
ita itu berkata dingin dan angkuh. "Kamu pas
ngkat bahu.
adi Dokter begini itu karena uang Papaku. Kamu harusnya t
kter karena karena beasiswa, bukan karena uang Opa. Asal kalian tahu selama ini Mama aku yang telah
p sama sifat. Buktinya sekarang! Jelas-jelas kami cucu kandung Opa, tapi selalu kamu persulit kalau kami butuh sesuatu.
g meminta. Kini, ia sendirian dan tidak akan menyerah begitu saja. Tante dan para sepupunya ini memang tidak pernah bersikap baik, bahkan sejak dahulu ketika k
up kalian hanya berfoya-foya, nggak peduli pada kesehatan Opa! Mama aku yang telah merawat Opa, sejak kami dibawa kembali ke
kalian. Kalian hidup enak menggunakan uang Opa, dan baru datang setelah Opa mencabut hak waris kalian. Sekarang, a
enahi kera kaosnya dan maju. "Kak, tolong jangan emo
mu malah manggil dia, Kak sih." Si anak perempuan menarik leng
juang mengejar beasiswa dan menjadi mahasiswa berprestasi. Ia bangun karir Dokternya dengan keringat dan air matanya. la tidak akan melanggar sumpa
ergelangan tangan dan mengikat rambutnya. "Sebaiknya, k
ggak t
a! Taha
nnya dan berdiri berhadapan dengan A
nah diterima dalam keluarga besar kami! Kamu tidak tahu itu, 'kan? Mama kamu menikah dengan Papa kamu tanpa restu Opa, s
gipula itu adalah masa lalu, Opa bahkan sudah meminta maaf langsung kepadanya dan Mamanya di depan makam sang Papa. Dahulu memang Opa tidak se
i sini, atau aku p
ama kami!" Cal
u barengan, biar s
n terbuka, seorang pria berpotongan tegap dan berambut cep
k pasien. Dokter Althea, aku sudah panggil
tangan mamanya. "Jangan sampai di
dendam. "Aku akan datang lagi, sampai kamu m
akan kalah sama tukang ribu
menggumamkan sumpah serapah, mereka meninggalkan klinik itu. Clay memberikan senyu
memburuk setelah bersitegang dengan tante dan sepupunya. Bukan kali ini saja mere
h mau ditemuin Dok?" ucap si pria tadi yan
lan gini. Sial! Mereka ng
k percaya gi
nya emang Papa Mama aku menikah tanpa restu, tapi itu dulu. Sekarang bahk
kerjanya menuju jendela ruang kerjanya yang tidak tertutup. Ia membiarkan cairan dingin itu mengalir
bagaimana?" t
adapi orang-orang itu. Sejak kecil Mama sudah terbiasa menerima perlakuan k
an nada menghibur. "Jangan sedih lah, Dok. D
suatu. "Oya Dok, nanti malam ada jamuan makan malam para Dokter. Di Roof To
weekend selalu ada yang mengundan
, kami juga tadi dapat bingkisan syukuran Dok. Dokter nanti tinggal datang buat berseneng-s
knya saat ini sedang ramai, polusi udara sangat buruk sehingga banyak anak yang terserang ISPA. la tidak akan membiarka
benar membuatnya sakit hati dan sedih secara bersamaan. Ia tidak perlu mencari pembenaran, karena baginya sejak Opa menemukan mereka d
nang-senang dan menambah kolega Dokternya. Mungkin itu adalah cara terbaik untuk melupakan tentang kekesalan da
engobrol dan bersenda gurau dengan teman-temannya. Semakin banyak topik obrolan