berkendara yang lewat. Semua orang memilih untuk diam di rumah. Namun, seorang gadis dengan gaun selututnya yang lusuh berjalan dengan sekuat tenaga
. Ia bisa bernapas lega. Setidaknya ia sudah tiba pada tujuan. Untunglah alamat ini ti
u menarik napas panjang. Ia mencoba menekan sekali lagi. Mungkin saja penghuninya tidak mendengar bunyi bel. Atau bisa saj
biru muda dan hodie hitam muncul. Ia terlihat
nan?" tanya
au gadis tersebut sed
engangg
mpai hujan reda. Tapi, kau basah~kau
fia menjadi bingung. "Ehmm~sebenar
."Ke rumah ini? K
n,Kaileen,
, aku tidak mengenalmu. Kau sia
an dengan kalian. Aku juga tidak tahu pasti, tapi, aku~" U
membiarkan gadis itu berdiri cukup lama."Ah, masuklah lebih dulu." Max meraih tas Sofia ya
an. Setelah itu baru kita bicara." Max tidak tega melihat wanita
terima
n gaun hitam milik ibunya yang tertinggal di ru
belum sekujur tubuhnya membeku. Sementara itu, Max menyiapkan
a karena kedinginan. Ia melihat Ma
n duduk
ih, maaf merepotkanmu. Siapa namamu? Mak
umah ini. Minumlah dulu." Max men
langsung menghangat bersama denga
kenapa kau datang ke
i dan aku diminta untuk pergi. Karena aku sebatang kara, salah satu tetangg
aha mengingat siapa
ernah memperkenalkan keluarganya padaku,"kata Sofia
au tunggu di sini, ya? Nikmati minuman dan maka
i merasa tidak nyaman. Seharusnya ia memilih tinggal sendirian saja. Na
ncul sembari te
ri tahu sesuatu?"tan
datang sesekali menjenguk kami. Ibuku mengenalmu, Sofia. Jadi, kau mem
lanannya yang panjang tidak sia-sia.
bulan depan. Tetapi, kau tidak perlu khawatir kare
apa mak
ah ini bersama kami. Jadi, kau tidak pe
manya begitu saja tanpa banyak bertanya lag
alah kamar tamu. Untuk sementara ini kamarmu, ya.
,"kata Sofia sungkan. Tiba-tiba saja Max berubah menjadi sangat b
alah kamarmu. Kau bol
uh rasa sungkan. "Nanti saj
ra kembali. Aku akan memperkenalkannya denganmu nanti." Max menghampiri
sekaligus kelelahan akibat perjalanan panjang. Namun, ia merasa tid
li seisi rumah baru dibersihkan. Sepertinya se
tu segera menarik Sofia dan membaringkannya. Setelah itu ia menyelimuti S
ax, tubuhku suda
"Syukurlah kalau begitu. K
i orang asing. Kenapa kau memperlakukanku dengan
konfirmasi ba
gan sebaik-baiknya. Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa. Hanya saja, aku tidak pernah membantah
bernapas dengan tenang di bawah rumah yang nyaman. Meskipun ini sedikit membi
ku akan datang lagi nanti
gi. Namun, rasa kantuk melandanya. Dalam hitungan