ahkan tidak memedulikan rambut dan bajunya yang sedikit basah. Dia benar-benar tidak habis pikir Romi seenaknya memberikan ser
a kemudian, pintunya pun terbuka. Menampilkan sosok pria yang dulunya pernah mengisi
i? Apa jangan-jangan kamu merindukan
Wajah Jelita terlihat nyalang, matanya memerah.
temen lain, dia langsung menyeret Jelita untuk masuk ke dalam apartemenny
hardik Jel
aik-baik. Ada apa sebenarnya kamu datang ke sini?" tanya R
tang-hutangmu!" jawab Jelita penuh penekanan s
. Pria itu kemudian mendekat dan mengusap pelan wajah jelek mantan istrin
menampar keras
isa-bisanya kamu mau menyerahkan rumah itu pada pihak ba
ungkur di lantai. "Beraninya kamu menamparku!" hardik Romi
pan mantan suaminya itu. Ia tidak akan membiarkan jika pria itu terus merendahkannya. Lalu, ia menatap wajah Romi dengan berani. "Kamu memang pria
, dia tidak akan pernah menginjakkan kakinya di apartemen ini lagi dan mengemis pada pria itu. Baginya pria yang berani be
a memang sengaja tidak membawa mobilnya. Ia tidak mau mobilnya lecet, karena sudah ia pasang di iklan untuk dij
*
yang menimpa dirinya dan kakak wanitanya, kembali terputar di otaknya. Air mata membasahi pipi. Sampai saat ini, kenangan buruk itu terus m
lalu diatur? Padahal aku sudah menjadi pria sukses. Kakak, maafkan aku ...." Ia mulai meracau tidak jelas dengan air mata yang ter
a. Ia tidak tahu lagi tempat mana yang harus ia datangi. Ia frustrasi dan seperti menyalahkan kehidupan yang sangat tidak adil kepadanya. Ia terus ber
r Jelita meminta maaf dengan posisi
rah Jelita. Ia sangat marah ketika kesenangannya diganggu oleh wanita jelek yang ada di depannya
ik-cabik oleh tubuh berotot dan mengerikan yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. "Ohh, polisi!" uja
gan napas yang terengah-engah. Ia pun dengan langkah cepat membuka pintu ruangan VIP yang kebetulan tidak terkunci, lalu langsung menutup dan m
andra sambil tangannya
menelan ludahnya. Sepertinya dia salah memilih tempat persembunyian. Affandra berejalan men
at pria yang tidak ia kenal itu, berada
ekali?" ujar Affandra d
Affandra, hingga membuat tubuh pria i
gsung jongkok dan memastikan lagi. "Hei, bangun. Apa kamu mati? Ya ampun, kenapa hidupku gini banget, sih? Gimana ini? Aku
au Affandra dengan senyuman s
ali melayang hendak menampar pria yang ter
tebal, rambut hitam, kulit putih, dan bibir yang sangat memesona. Bahkan dirinya tidak mengetah
ni mengejekmu jelek tadi. Semua pria sama saja. Kamu nggak boleh dibodohi lagi dengan fisik mereka, Jelita." Cukup satu pria
dikit untuk melihat keadaan di luar. Ia langsung menutup pintunya kembali saat melihat para pr