uni tangga. Mereka hendak bergabung sara
r, langkah Fauzan terhenti saat matanya be
engan Zahra yang begitu mesra men
Kenapa be
li pada kesadaraannya. Fauzan men
mbil tersenyum kecil. Lantas mereka kem
o duduk, Fauzan. Mari kita sarapan be
a a
dudukan dirinya di sana. Tep
selera, mata Zahra berbinar. Ia meli
a, Rani? Ini enak sekali pasti," seru Zahra sena
senyum m
lau nanti kakak pindah bersama Fauzan, aku tidak
an Rani. Adik perempuannya itu
api ibu tahu kalau kebiasaanmu di luar negeri pasti sedikit berbeda. Kala
berat di pagi hari. Namun ternyata lelaki itu m
asakan yang ada di sini. Lagipula ak
lantas mengisinya dengan nasi dan lauk pauk. Namun gerakan Rani Zahra
nga
tkan keningnya. Zahra bingung, kenapa Rani menahan ta
an udangnya!" k
" Zahra
auzan aler
rkejut. Terlebih lagi Zahra. Matanya langsung
ang Rani, sayang? Kamu al
tap Zahra lalu menganggukan kepalanya. Tanda bahw
galami sesak nafas hingga masuk
. Bagaimana bisa Zahra tidak tahu kalau suaminya memiliki alergi terhad
i macam apa. Bagaimana mungkin alergi suamiku sendiri aku
k menenangkan. Dan hal itu tentu s
yalahkan dirimu, Zahr
oleh pada Rani. "Terimakasih Rani. Aku senang karena
angguk te
jangan menyalahkan dirimu hanya karena k
Rani. Dalam hatinya, Fa
ng masih kamu ingat tentan
an. Ia hanya menambahkan lauk pauk yang lain. Kemud
gambil piringnya. Lalu ia mulai meny
Fauzan. Tapi, saat sedang menikmati makanan dalam mulut, ayah Rani mengangkat
i yang membuat semua mata melirik padanya. "Bagaimana dengan malam pertama kalia
tanya lari ke arah Rani yang ternyata telah menundukan pandangannya ke bawa
lu. Meski malam pertama mereka gagal, tapi Zahra se
nnya, 'kan? Kenapa ayah tidak mendengar suar
pat cubitan di pingg
g salah?" protes ayah menge
ahasia perusahaan. Mana boleh orang lain tahu. Sebagai oran
melempar pandangan pada Ra
sudah mengomel, seperti petasan. Tida
i dan Zahra tertawa. Sedangkan
bar baik saja. Aku pun sudah tidak sabar ingin cepat-cepat menggendong keponakan
senyum pa
lau aku punya anak, kamu harus ba
ikit. Tiba-tiba Fauzan merasa tak berselera makan. Ia nyaris menghabi
pertinya aku harus beran
aja belum dihabiskan," tanya Zahra ya
a dulu makananmu. Nanti baru
m tapi kemudian
kantor. Silakan lanjutkan sarapan kalian. Aku berang
Fauzan dengan anggukan. Zahra bangkit berdiri dan
pan rumah, membuat ibu juga menegur Ran
i kamu terlambat ke kampus
tih. Lantas meminumnya hingga tandas. Ayah men
u." Rani bangkit berdiri dan mencium
mengendarai motornya," pesan ibu sedikit berteri
lau ia meninggalkan sesuatu yang penting. Saat dirasa semuanya l
an yang membuat hatinya sesak. Dimana Zahra tengah berjinjit mengalun
namakan sakit t
. Ingat ada aku yang menunggumu pulang di
suami istri. Untuk itu Rani mencoba tersenyum tipis dan memilih m
bisa dinyalakan. Rani mengeluh dalam ha
duk di teras sambil membawa secang
i Ayah bilang, jual saja motormu itu dan ganti dengan y
ani. Mereka baru sadar kalau Ra
i Ayah. Aku tidak mau menjualnya," timpal Rani
ma kali Rani diizinkan mengendarai motor. Dan s
sahan, Fauzan mendekat
tor Rani. Namun ia malah tak sengaja menyentuh tangan Rani
kan?" tanya Zahra membuat Fauzan tersent
li-kali te
inya motormu harus
. "Tuh, 'kan? Apa kata Ay
dang kesusahan malah t
akan bawa motornya ke bengkel setelah pulang dari
a segera m
n Fauzan saja. Kalian 'kan satu arah. Fauzan