a memuat cerita-cerita unik yang bisa jadi tidak akan pernah ditemukan dalam novel-novel lainnya. Jud
baca dan me
diku. Hampir setahun aku mencari kerja, tak satu pun yang cocok. Aku sudah mulai pesimis
ukan bagus di sebuah BUMN Perkebunan. Aku dipertemukan dengan teman ayah di sebuah hotel. Dari pertemuan itu, aku d
keilmuanku, meskipun tempat kerjanya jauh dari kota. Kedua orang tuaku agak keberatan aku jauh
sawit. Aku langsung ditempatkan sebagai staf di perkebunan yang letaknya sekitar 10 jam dari kota Med
soal Kelapa sawit. Aku mendapat rumah yang lumayan bagus jika diukur dengan rumah di kota, halamannya luas.
ena aku tidak takut soal-soal seperti itu. Aku adalah pecin
arna kulit sawo matang, badan agak tegap karena sering fitnes, potongan rambut selalu pendek dan tid
tidak perlu bayar, karena ditanggung oleh perkebunan. Awal-awal aku bekerja aku diperkenalkan o
ement. Jika digambarkan emplasement itu adalah pusat perkebuna
gka di daerah terpencil seperti ini masyarakatnya ternyata tidak bisa dikatakan terbelakang. Malah menurutku lebi
g gadis. Penjaga malam di rumahku kalau diajak ngobrol, ujung-ujungnya juga nawari cewek. Maklumlah mereka tau
ingat aku masih baru, bukan apa-apa, aku takut nati malah terjebak. Namun kolegaku
simpanan yang di daerah itu disebut gendakan. Kayaknya di
g mendesakku. Sejauh ini aku hanya memanfaatkan dengan onani saja. Kalau hari-hari
a menggunakan kain jarik dan kaus oblong, tetapi tonjolan tubuhnya tidak bisa disembunyikan. Wajahnya lumayan ayu.
mengangguk. Namun ada kendalanya dia tidak bisa pulang hari seperti pembantuku sekarang, seorang nenek-nenek yang rumahnya de
kan. Kebetulan di rumahku ada disedi
Dia sudah menjanda dua tahun dan kawin ketika masih umur 18 tahun. Entah mengapa suaminya meni
di sekitar rumahku pada waktu malam. Untuk menghilangkan rasa canggungku, sekitar jam 7 malam si Parno penjaga mal
ngawali pembicaraan dengan mohon maaf, bahwa dia takut menempati kamarnya di belakang
an tikar. Aku beri dia kamar yang tidak terpakai di sebelah kamarku
lalu masuk ke kamar itu. Namun dia tidak menutup pintunya. Ketika kuberitahu soal pintunya harus di tutup,
intu. Setelah itu dia kutawari menonton TV bersamaku di ruang tengah. Yanti serta merta bergabung b
gantuk. Yanti wajahnya agak tegang, mungkin dia merasa sendiri, jadi muncul kemb
nta dipijat. Ketika kutawarkan untuk memijatku, Yanti langsung m
malam itu mengenakan daster kuminta memulai dengan memijat kakiku. Dalam posisi telungkup Yanti mulai memijat
dinya. Dia jadi terlarut bercerita panjang lebar mengenai ke
lama menjanda apa gak kepengen ku
engenlah pak, tapi gimana orang janda gak
napa gak kaw
k, mending kalau bagus orangnya, mana udah tua, paling-paling pangkatnya cuma m
u belum beristri. Aku jawab sekena