natap punggung Kia yang sudah terlelap sejak dua jam yang lalu. Diraihnya ponsel miliknya yang sejak tadi sudah offline di atas nakas di sebelahnya. Untuk mengisi kesend
ah dibaca biasanya Bimo akan melupakan
uhi melainkan karena rasa syukur yang tak terkira kepada Allah SWT. Bimo sangat bahagia karena berhasil mengikat Kia dalam sebuah pernikahan. Bimo pun sadar jika pernikahan ini tidak adil untuk Kia karena setitik pun tak ada rasa cinta gadis itu untuk
guling dengan kepala bertumpu pada tangan. Lalu Bimo berinisiatif untuk menyingkirkan guling tersebut. Tetap dengan penuh kehati-hatian Bimo menggeser tubuhnya demi memupus jarak di antara mereka berdua. Tangan Bimo terangkat, berniat menyentuh bahu Kia yang ter
ilumpuhkan oleh pesona gadis di hadapannya. Entahlah, Bimo tak pernah yakin kapan dan di mana ia mulai menyukai gadis bernama lengkap Azkia Khairani Alfarizi tersebut. Padahal selama ini gadis itu selalu bersikap acuh padanya. A
un agar tidak sampai Kia terbangun. Bahkan Bimo berulang kali menahan napas sampai Kia membenarkan posisi tidurn
i menjadi bantal. Dipandanginya waj
ue. Belom ini klo tersenyum, bisa leleh gue,
rambut yang mencoba menghalangi pemandangan indah di hadapannya. Tak ada tanda-tanda pergerakan dari tubuh Kia, Bimo lantas mengges
aan hangat yang mulai menjalar di setiap aliran darah dalam tubuhnya. "Goo
*
ntas mengambil guling yang semalam dijadikan pembatas oleh Kia. Ia letakkan guling itu di samping Kia lalu ia segera beranjak menuju kamar mandi. Sekitar 10 menit lagi adzan su
ngatnya, semalam ia tidur tanpa memakai selimut. Kia terdiam untuk waktu yang tak sebentar. Otaknya sedang bekerja ekstra demi mengingat kegiatan ya
khas laki-laki beraroma dark chocolate. Untuk sekian detik Kia terdiam. Menco
i membuka mata lalu segera duduk saat menyadari
dengan jari-jemarinya. Kia menggelung begitu saja rambut panjangnya
saat baru saja ke luar dari kamar mandi de
ng terdengar norak. Tak ingin menanggapi, Kia segera meraih selimut yan
Bimo lagi tanpa ingin sedikit pun melewatka
bukan berarti mendatangi Bimo melainkan hanya melewati la
sudah tersedia di lemari kamar hotel. Entah keluarga Kia yang menyiapkan peralatan sala
jadahnya. Setelah menyiapkan sepasang mukena di at
Kia mengenakan mukena dan bersiap untuk salat. Bimo menatap Kia dengan tersenyum lembut lan
Bimo memulai
embaca surat al-fatihah dengan suara sedang. Memang suara Bimo tak semerdu suara muadzin
h." Dua kali bacaan salam sebagai pertanda
Bimo mengubah posisinya menjadi menghadap ke arah Kia. Sebagai seorang istri tentu saja Kia langsung menerima uluran tangan Bimo lalu menciu
hoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika m
an kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepa
n dirinya dari sang suami. Kia benar-benar belum terbiasa dengan keha
ntikan tangan Kia yang hendak melepaskan mukenanya. Jangan lu
ji-muji! Enek aku dengernya,"
istri orang sih!" Goda Bimo sembari menikmati wajah kesal Kia
. Melipatnya dengan cepat namun harus d
ambah gemes deh!" ujar Bimo dengan
n aku tambah mual," kesal Ki
ng pengantin kita masih rapi. Har
ini!" tegas Kia yang mulai tersulit emosi. Mungkin jika gadis lain akan bersikap malu-malu mendengar rayuan manis Bimo. Tapi Kia tentu saja tidak akan mempan deng
adinya tercetak di wajahnya perlahan mulai memudar. Bimo lantas melepaskan peci dan melipat sajadah yang tadi dikenaka
apnya memang keterlaluan. Bisa-bisanya ia berkata kasar pada suaminya sendiri. Kia terduduk di tepi ranjang tanpa berani m
kin merasa bersalah. Dengan mengesampingkan egonya Kia berdiri. Menda
yang menampilkan wajah tanpa ekspresi. Bahkan Kia tak mampu meneba
al dalam hati ia ingin sekali tertawa melihat ekspres
o sembari mengangkat kepala demi me
itu," jawab Ki
an pertanyaan balik. Senyuman ja
bisa?" Kesal Kia mula
selau serius kok! Apalagi cintaku
tukas Kia lalu bergegas pergi meningg