ersungkur dari kursi itu, dia harus diam tanpa gerak sedikit pun. Namun, Sintia sudah lelah, perut keroncongan pun tak dapat ditah
perti bagaimana dia melenggak-lenggokkan tubuhnya saat bersenang-senang di kelab malam. Ternyata kelenturan
m!
ang telah sekian jam dia alami. Ruangan sempit tempatnya disekap hanya diterangi cahaya lampu minyak; remang-remang. Namun, dari celah-celah kecil kain yang menu
gel kesuciannya, membobol seolah permainan sepak bola yang bisa terus dimasuki berkali-kali. Mes
m!
dia menggerakkan tubuh lebih kuat, kursi yang bergerak menghasilkan suara karena be
h berdiri di hadapannya. Sangat jelas terlihat karena cahaya yang dia saksikan
empatnya berada kekurangan cahaya. Sialnya, dia merasakan sepatu mengi
" bentak l
lah menghukumnya atas semua yang dia perbuat selama ini. Justru Tuhan tidak terpikir sebagai Dzat Maha Baik baginya, sebaliknya bah
tersebut. Aroma nasi goreng yang masih hangat bercampur udang goreng itu menggelitik pernapasa
topeng seperti biasa. Kali ini tidak mengenakan jubah hitam, melainkan setelan hitam dengan dalaman berwarna putih. Dada Sint
n tangan justru tetap dibiarkan. Bahkan posisi kursi masih sama; tergeletak ke sebela
perlu pakai tangan. Maka
laki biadab yang berlaku kasar dan kurang ajar. Setidaknya seperti itulah bagi Sintia. Dia semakin
angan untuk pertama kalinya. Sintia menjadi anjing yang terkurung di sangkar besi, tinggal bersama pemili
annya karena dia tak biasa menjadi anjing. Lagi pula, mungkin lebih banyak nasi yang berserakan daripada yang ma
a dengan napas yang
ikan gelas yang di dalamnya telah tersedia sedotan untuk membantu Sintia m
tan, dia menggigit tangan lelaki itu hingga pekikan menggema di
onya karena telah berani melakukan hal yang membuat lelaki itu ma
beraniny
an jikalau tiba-tiba lelaki itu berniat membunuhnya di tempat. Dia harus
manya kamu akan berada di neraka ini. Tenang saja, saya tidak akan membiarkanmu membusuk kelaparan. Saya akan
pa kamu?
rus berteriak, tetapi tak satu pun yang bisa mendengarnya di tengah hutan
I
Hati kecilnya menyerukan nama Tuhan yang Maha Suci lagi Maha Kuasa. Tidak dimungkiri, meski hatinya kadang menolak percaya pada kuasa Tuhan, Sintia
agian leher. Bagaimana caranya dia bisa menggaruk bagian yang sulit dijangkau? Mustahil itu bisa dilakukan sebelum tangannya benar-benar terlepas dari
Pergi!
i bisa menyuarakan rasa takut dan jijik karena dua serangga ya
ikkan itu segera pergi, tetapi tak berefek apa pun. Tikus p
apa aja! To
ngku SMA. Ayahnya menikah lagi dengan wanita yang sama sekali tak peduli padanya. Dia frustrasi, lalu meninggalkan bangku sekolah hingga tersesat di dunia hita
yang senantiasa tertawa di atas penderitaannya. Hingga itulah, dia jadi lebih suka dunia
yang cukup lebar. Sintia menggigil; tubuhnya bergetar. Tiada kuasa lagi, tiada
sa dan hina ini?" katanya dengan suara parau lag
? Aku sadar, kok. Aku sudah meninggalkan-Mu dalam waktu yang san
elah. Garis bibirn
i sini, aku berjanji akan menemui-Mu. Berjanji akan b
t tangannya, terlepas dengan sendiri. Itu terjadi bukan tanpa penjelasan, tetapi sedari beberapa saat yang lalu, kain itu perlahan-lahan mel
I