/0/13929/coverbig.jpg?v=ec76effc2d708e6440f1931bfd3c827b)
Sintia sangat menyukai kehidupan malam, tetapi ia tak tahu apa yang bersembunyi di sana. Seorang iblis, setan keji telah menanti, lalu membawanya ke tengah hutan belantara. Sintia diperkosa, disiksa, dibelenggu, diperhinakan. Siapakah lelaki berhati setan itu? Akankan Sintia dapat keluar dari hutan?
Yang Sintia tahu hanya kehidupan malam menyenangkan. Kelam dengan segala pikiran terbenam. Makna dari lenggak-lenggok tubuhnya saat mengikuti irama musik bising di kelab itu bukan suatu kebahagiaan, melainkan lampiasan demi meredam ego dalam diri.
Bulir-bulir bening berlomba keluar dari pori kulit. Kendati demikian, Sintia tak berniat menyudahi aktivitas melelahkan itu. Dia akan terus bergerak hingga pagi dan kelab tutup. Jika hanya untuk beristirahat, paling-paling saat satu musik habis diputar. Setelah itu dia akan meraih botol minuman, lalu menenggaknya dengan semangat bergejolak.
Seperti biasa, saat dia sekadar menyiapkan diri demi musik berikutnya, para lelaki berkerumun mengelilingi. Ada enam pria yang siap membawa Sintia bersenang-senang di dunia yang sungguh nikmat bagi mereka.
"Sintia, mari tidur bersamaku. Aku baru saja gajian, uangku banyak. Berapa yang kamu inginkan, Sayang?"
Sintia tersenyum getir mendengar tawaran lelaki hidung belang yang berdiri di depan meja tempatnya bertopang dagu. Kebanyakan lelaki di tempat itu seperti yang dia tahu adalah hewan buas. Mereka domba bernafsu. Sintia tak bermaksud memberikan kemolekan tubuhnya, meskipun dengan iming-iming uang yang banyak. Untuk apa? Uang bisa dia cari dengan bekerja. Toh, dia itu model. Satu kali pemotretan, bisa dapat uang. Sayangnya, sudah sebulan lebih dia tidak dipanggil si fotografer. Jadi, keuangan Sintia benar-benar menipis. Kendati demikian, dia tak berniat menghemat atau mencari pekerjaan lain. Itu adalah dua hal merepotkan baginya.
"Delapan puluh juta. Mampu, nggak, kalian?" kata Sintia sambil menyeringai.
Sintia tentu saja tidak serius. Dia hanya berusaha menggertak agar para lelaki itu segera enyah dari hadapannya.
"Delapan puluh juta?! Kamu gila?! Sudah seperti artis papan atas saja harga segitu."
"Terserah. Aku nggak peduli kalian mau atau nggak. Minggir kalian semua!"
Para lelaki yang mengaku pencinta wanita itu segera menyingkir sambil mendengkus. Sejak lama mereka mengincar Sintia, ingin menikmati tubuh yang kata orang mirip gitar spanyol itu. Kenyataannya, bibir tipis kemerahan Sintia saja tidak bisa didapatkan, apalagi setiap bagian dari tubuh sintalnya.
Awalnya mereka berpikir uang bisa meluluh lantakkan wanita itu. Namun, ternyata tak semudah itu, dan rencana mereka tak semulus yang diharapkan. Para lelaki itu memilih mundur dan merencanakan sesuatu yang lain, terutama si lelaki berambut keriting yang sekian tahun hanya bisa menelan saliva saat memandangi tubuh Sintia yang dibalut pakaian terbuka: gaun tanpa lengan di atas lutut, menampilkan putih bersih kulit tanpa noda ataupun bercak sedikit pun. Apalagi bagian menonjol di dada terlihat menyeruak. Bagaimana mungkin lelaki akan tahan setelah menyaksikan itu? Ada, tetapi hanya mereka yang punya iman kuat.
Kali ini, Sintia tidak tahan untuk terus bergerak sedangkan kepala merasa ditimpuk batu raksasa. Karena itu, dia memilih pulang saat jarum jam di tangan kanannya menunjukkan angka tiga.
Mungkin itu efek berbotol-botol minuman alkohol yang dia tenggak sejak awal datang di kelab. Atau mungkin juga efek memikirkan keuangan yang semakin menipis. Sebab sudah dua bulan dia menunggak biaya SPP kuliah sang adik.
Pikiran yang merajai kepalanya saat ini adalah cara untuk mendapatkan uang dengan cepat dan mudah. Bekerja tidak mungkin, akan memakan waktu lama. Maling pun tidak mungkin karena dia tidak ahli melakukannya. Dirinya yang lain memberikan satu pilihan, yaitu menjual diri. Sayangnya, dirinya yang lain juga melarang. Dia sangat tidak suka disentuh laki-laki, apalagi laki-laki yang tidak dia cintai.
Sintia melewati sebuah pohon beringin raksasa di makam yang terkenal berusia paling tua saat melewati perkampungan. Dia berhenti tatkala mengingat mitos yang selalu dibicarakan teman-temannya mengenai pohon tersebut. Temannya pernah bercerita bahwa pohon beringin yang tingginya mencapai 25 meter itu dapat mengabulkan permintaan siapa saja dengan cara memberikan kemenyan dan beberapa persembahan lainnya.
Ide melintasi jalur pikiran. Dia berniat meminta bantuan pada pohon beringin raksasa. Namun, dia tidak membawa kemenyan dan persembahan lain untuk digunakan memanggil penunggu pohon tersebut. Meski begitu, dia tetap bersikeras dan mencoba-coba; siapa tahu saja berhasil, bukan?
Dengan langkah yang sangat hati-hati, Sintia berusaha meredam derap sepatu hak tinggi yang dia kenakan. Dia menarik napas dalam saat tiba di pohon, lalu menatap bagian atas pohon yang gelap. Pohon yang benar-benar tua. Banyak sekali tumbuhan parasit di cabang dan rantingnya.
Tidak ada rasa takut, yang ada hanya rasa tidak sabar jika Sintia benar-benar berhasil mendapatkan uang setelah meminta bantuan pada pohon. Dia nyaris berpikir telah menjadi dungu karena uang. Bahkan dia sadar, di kondisi pikiran seperti saat ini, segala hal jadi masuk logika meskipun sebenarnya sangat sulit diterima akal sehat.
Setelah berhasil menarik napas yang cukup dalam sambil menahan getaran rasa takut yang mulai datang, Sintia memulai komunikasi dengan pohon, atau lebih tepat penunggu pohon: makhluk tak kasat mata.
"Pohon. Katanya kamu bisa mengabulkan keinginan semua orang. Gimana caranya? Apa yang harus aku lakukan?"
Sintia memang tipikal orang yang tidak suka berbasa-basi. Jika dia seorang pemanah, dia lebih suka menembak tepat ke jantung atau kepala musuh dalam sekali tembak.
Lolongan anjing menjadi respons atas pertanyaan itu. Tak sedikit pun pohon berbicara atau sekadar melambai-lambaikan cabang dan ranting. Sintia mulai mengulang pertanyaan, bahkan sampai tiga kali berturut-turut pun, tetap tak ada jawaban. Menyadari kebodohan yang dia lakukan, dia hanya bisa tersenyum getir.
"Ada-ada aja. Mana mungkin pohon bisa mengabulkan permohonan," kata Sintia, pesimis.
Baru saja beranjak, asap tak berbau muncul mengelilingi pohon dari bangunan tua di dalam makam. Sintia dengan wajah heran terdiam melihat asap itu mengalir, meliuk-liuk tertiup angin, seolah-olah melawan hukum alam: tak ada asap bila tak ada api. Dia mencoba berpikir dari mana asap bisa muncul. Namun dia sama sekali tak menemukan jawaban. Bahkan dia tak pernah melihat fenomena alam seperti yang dilihatnya saat ini.
Keringat dingin membasahi dahi dan leher. Padahal keringat sehabis berjoget ria di kelab baru saja kering, sekarang justru basah lagi. Mata sipit Sintia membelalak. Yang bisa dilakukannya hanya menelan saliva. Kedua kakinya tak dapat bergerak sesuai kehendak, seolah ada yang menahan di sana.
Asap yang mengumpul, kini mengelilingi pohon, membentuk sebuah gambaran. Meski sedang diselimuti rasa takut, dia tak sabar melihat akan jadi apa asap itu. Prosesnya berlangsung cukup lama. Suasana kelam semakin pekat setelah sebuah suara terdengar. Seperti benda membentur benda lainnya. Hadir juga suara pintu tua yang membuka, lalu menutup lagi.
Tempat Sintia berada berubah gelap gulita. Dia tidak bisa melihat apa pun, bahkan melihat dirinya sendiri pun tak bisa dilakukan. Dia berusaha menggerakkan tangan, tetapi dia merasa tak mampu seolah ada yang mengikat dengan jerat yang susah dilepaskan. Dia jadi sadar dengan posisinya saat ini: tidak terasa berdiri seperti yang dia lakukan sebelumnya. Dia seperti berbaring di sebuah ranjang. Dapat ia rasakan di bawah punggung adalah kasur yang tidak cukup empuk.
Gelap yang menelungkup seluruh tempat mulai hilang ditelan cahaya, perlahan. Mata Sintia pun dapat melihat kembali, tetapi benar dugaannya bahwa dia sedang berbaring di sebuah ranjang kayu tua dengan tangan yang diikat. Dia membelalak saat setelahnya menyadari berada di gubuk reyot seperti yang ada di dalam makam.
"TOLONG!"
Meski belum sepenuhnya yakin berada di bangunan yang ada di makam itu, dia berpikir tidak seharusnya berada di sana. Dia harus keluar dan tidak peduli bagaimana dia bisa berada di tempat itu.
Bau anyir menyengat menggelitik lubang pernapasan hingga membuatnya terbatuk-batuk dan mual. Sintia jadi tak bisa berteriak. Lalat-lalat dan kecoak memenuhi ruangan kumuh. Dinding-dinding kotor dipenuhi bercak darah.
"Siapa ... aja, tolong." Suara Sintia semakin lirih karena bau bangkai yang merusak pernapasan.
Tak berselang lama, sesosok makhluk bergerak pelan, masuk ke ruangan. Makhluk dengan jubah hitam; menunduk. Degup jantung yang memberontak adalah penolakan Sintia terhadap apa yang dia alami saat ini. Meskipun tidak dapat dipercaya, tetapi sensasi itu nyata dan benar adanya. Tampak jelas di bola mata. Makhluk itu berhenti setelah berada di depan ranjang. Suara Sintia mendadak hilang saat makhluk itu mengangkat kepala, dan terlihatlah kedua matanya menggantung hingga dagu. Darah mengalir bercucuran. Angin yang entah datang dari mana menyingkap tudung yang dikenakan sang makhluk. Sedetik kemudian terlihatlah batok kepala itu terkelupas.
Sintia muntah di tempat tanpa menahan diri. Dan tanpa pernah diduga sebelumnya, makhluk itu menungganginya seolah-olah kuda. Apa yang berusaha dia lakukan? Mungkin sesuatu yang tidak terduga lainnya.
Sintia bersikukuh melepaskan diri, melepaskan tangan yang sedang diikat di ranjang. Namun, erat dan sangat keras. Bahkan semili pun dia tak dapat menggeser kaki karena diikat sama kuat seperti tangannya.
"Le ... paskan!"
Sang makhluk menggerayangi tubuh Sintia, mencabik-cabik gaunnya dengan kuku yang tajam dan panjang. Makhluk itu seolah-olah singa buas yang berhasil menangkap mangsa. Sintia adalah mangsanya. Yang diincar makhluk itu adalah tubuh Sintia. Tak dapat melawan, tak kuasa menahan, Sintia tak sadarkan diri.
-II-
Andra yang pernah ditinggal kekasih ketika kemiskinan materi melanda hidupnya, akhirnya berjuang memperkaya diri. Enam tahun perjuangan yang melelahkan membuat ia kaya raya dan memiliki perusahaan sendiri. Semua orang sungkan padanya. Terlebih lagi ia seorang bos kejam dengan aturan tidak masuk akal yang ia terapkan di perusahaannya. Suatu hari, seorang perempuan melamar pekerjaan melalui dirinya yang perlahan-lahan membuat hatinya terbuka untuk cinta yang baru.
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Kayla Herdian kembali ke masa lalu dan terlahir kembali. Sebelumnya, dia ditipu oleh suaminya yang tidak setia, dituduh secara salah oleh seorang wanita simpanan, dan ditindas oleh mertuanya, yang membuat keluarganya bangkrut dan membuatnya menggila! Pada akhirnya, saat hamil sembilan bulan, dia meninggal dalam kecelakaan mobil, sementara pelakunya menjalani hidup bahagia. Kini, terlahir kembali, Kayla bertekad untuk membalas dendam, berharap semua musuhnya masuk neraka! Dia menyingkirkan pria yang tidak setia dan wanita simpanannya, membangun kembali kejayaan keluarganya sendirian, membawa Keluarga Herdian ke puncak dunia bisnis. Namun, dia tidak menyangka bahwa pria yang dingin dan tidak terjangkau di kehidupan sebelumnya akan mengambil inisiatif untuk merayunya: "Kayla, aku tidak punya kesempatan di pernikahan pertamamu, sekarang giliranku di pernikahan kedua, oke?"
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?