Apakah cinta memang serumit ini? Rasa berdebar di dalam hati Rara semakin tak terkendali, walaupun egonya sangat tinggi dan sering kali bersikap sok jual mahal di hadapan Raza, laki-laki yang entah sejak kapan telah mencuri hatinya sekaligus laki-laki yang pernah ia buat kecewa. Akan tetapi ada saatnya Rara tak lagi bisa menahan gejolak di hatinya. Sekian lama dirinya hanya memendam rasa yang baginya sangat membahagiakan sekaligus menyiksa, Apakah ia hanya bisa menunggu, ataukah ia harus mengungkapkan rasa yang ada di hatinya kepada laki-laki itu? Namun masa lalu kelam yang pernah mereka alami seolah menjadi dinding batu yang menjadi penghalang cinta mereka.
"Apakah ada yang kurang jelas? " tanya Ustad Fahri setelah selesai menjelaskan tentang gerakan sholat yang benar.
"Bagian tubuh apa saja yang menempel pada tempat sujud saat kita bersujud, Ust?" tanya Lia.
"Apa ada yang bisa menjawab pertanyaan dari Lia?" tanya balik Ustad Fahri, sharing ilmu dalam anggota Rohis ini telah dimulai. Kesempatan bagi para anggota untuk saling bertanya dan berbagi ilmu bersama pembimbing organisasi.
Sekarang Raza yang mengacungkan telunjuknya ke atas.
"Ada 8 bagian, Ust. kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kaki kanan dan kiri," jawab Raza.
"Ada yang berpendapat lain?" Ustad Fahri melirik para anggota Rohis satu persatu.
Lengang sejenak, tanda bahwa tidak ada yang berpendapat lain, atau karena tidak ada yang berani mengutarakan pendapat sama seperti Rara, seorang gadis yang duduk di deretan bangku paling belakang bersama teman sekelasnya Lia- yang tadi bertanya. Ustad Fahri akhirnya menjelaskan, "Jawaban Raza tidak salah, hanya kurang tepat." Suaranya memecahkan keheningan.
"Hanya ada tujuh bagian tubuh yang wajib melekat pada lantai saat bersujud yaitu kening, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kaki kanan dan kiri. Selain itu hukumnya sunnah. Sedangkan hidung dihitung satu bagian dengan kening," terangnya.
Rara hanya sekilas mendengarnya, karena gadis itu belum sepenuhnya menyukai organisasi ini. Tidak seperti Lia dan Sofi-teman sekelasnya, yang terlihat sangat antusias, bahkan Rara sering melihat ke jam dinding yang tergantung di depan ruang pertemuan, berharap pertemuan ini segera berakhir.
"Baiklah kalau begitu kita lanjutkan minggu depan di pertemuan selanjutnya. Karena sudah ada diantara kalian yang mungkin mulai mengantuk dan bosan dengan pembahasan ini," kata Ustad Fahri tegas sambil melirik gadis yang duduk di bangku pojokkan membuat Rara terperanjat kaget tak sengaja tatapan mereka bertemu.
Gadis bermanik coklat itu benar-benar malu sekali dan tidak menyangka bahwa Ustad Fahri sendari tadi memperhatikannya. Untung saja teman-teman lain tidak begitu memperhatikan lirikan itu karena semua sedang berkemas untuk pulang, tapi tetap ada perasaan tidak enak dengan Ustad Fahri.
"Oh ya, satu lagi sebelum kalian pulang. Sebentar lagi akan ada event sekolah yang akan diselenggarakan Rohis yaitu Maulid Nabi, minggu depan kita bentuk kepanitian," tambah Ustad Fahri yang diangguki oleh para anggota Rohis yang telah menggendong tas di punggungnya.
"Marilah kita tutup pertemuan kita hari ini dengan membaca hamdalah dan do'a kafaratul majlis."
"Alhamdulillah," ucap para anggota bersamaan, pertemuan hari ini akhirnya selesai.
**
Keesokan harinya Rara disibukkan dengan ulangan dadakan mata pelajaran matematika. Untung saja mata pelajaran itu adalah mata pelajaran favoritnya, jadi Rara tidak kesulitan dalam mengerjakan soal-soal rumit itu.
Waktu berjalan dengan cepat dan sudah memasuki waktu shalat dzuhur, gadis itu bergegas menuju masjid dan pastinya bersama kedua sahabatnya yaitu Lia dan Sofi.
Para siswa melaksanakan sholat berjama'ah bersama-sama dengan salah seorang guru yang menjadi imamnya. Shaf berbaris rapi, dengan khusyuk mereka melaksanakan sholat.
"Rara," tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Rara setelah ia keluar dari masjid. Gadis menoleh mencari seseorang yang tadi memanggil namanya, namun ia tidak tahu siapa yang memanggilnya karena terlalu banyak kerumunan siswa yang keluar dari masjid.
"Kenapa, Ra?" tanya Lia saat melihat Rara menghentikan langkah.
"Ah, tidak apa-apa," jawab gadis itu. Akhirnya mereka melanjutkan langkah menuju kelas.
"Rara Az-Zahra." Langkah kaki gadis itu kembali berhenti saat mendengar suara seornag laki-laki yang memanggilnya. Gadis itu reflek menoleh dan mendapati Raza berlari ke arahnya.
"Assalamu'alaikum, Ra." Gadis itu terpaku memandang laki-laki yang telah berdiri di hadapannya, dia Muhammad Raza Ar-Rokhim.
Rara diam mematung, bahkan gadis itu lupa tidak menjawab salam. Laki-laki yang berada di hadapannya ini adalah seseorang yang sedang ingin ia jauhi, akan tetapi laki-laki itu justru datang padanya.
"Waalaikumsalam." Lia dan Sofi yang menjawabnya.
"Kamu Raza kelas sebelah, 'kan?" tanya Sofi.
"Kamu juga ikut organisasi Rohis kan?" Lia menambahkan.
Raza hanya memberi seulas senyum untuk menjawab pertanyaan dari Lia dan Sofi.
Teetttt.... Teeetttt.... Tettt...
Bunyi bel masuk menggema di seluruh sudut sekolah.
"Ayo kita ke kelas, sudah bel tuh!" Gadis itu segera menarik lengan Lia dan Sofi agar segera mengikutinya ke kelas, meninggalkan Raza yang masih berdiri mematung menatap punggung ketiga gadis itu yang semakin menjauh darinya.
"Kenapa sih Ra? Kita lagi ngomong sama Raza," protes Lia. Rara hanya diam dan melanjutkan langkahnya menuju kelas secepat mungkin, ia tidak ingin membahas tentang laki-laki itu.
"Kenapa dia?" Tanya Sofi pada Lia yang telah tertinggal jauh di belakang Rara.
Gadis itu semakin mempercepat langkah agar segera sampai di kelas dan melupakan semua yang telah terjadi beberapa menit lalu. Perasaan canggung itu tiba-tiba muncul saat ia menatap manik elang milik laki-laki itu, perasaan lama yang terpendam seolah ingin muncul kembali.
Lia dan Sofi ikut berlari mengejar Rara saat melihat wali kelasnya telah berjalan mendekati pintu kelas mereka.
Terlihat seorang wanita paruh baya yang berjalan menuju kelas dengan kemeja biru langit yang terlihat longgar di badan dan rok hitam menjuntai menutup hingga mata kakinya yang dibalut kaos kaki berwarna gelap. Wanita paruh baya itu membawa setumpuk kertas dan map berwarna merah di tangan kirinya.
Ia guru bahasa indonesia yang baik dan ramah. Namun tetap saja para murid selalu mengantuk karena guru bahasa indonesia itu lebih sering menjelaskan dari pada memberi tugas mandiri, membuat para murid serasa didongengkan.
"Assalamualaikum," sapa guru bahasa indonesia setelah memasuki ruang kelas.
"Waalaikumsalam, Bu!" jawab para siswa serempak.
"Sebelum memulai pelajaran, saya ingin memberi tahu bahwa kelas ini akan mendapat giliran untuk melaksanakan piket di perpustakaan," jelas guru bahasa indonesia yang menduplikat sebagai pengurus perpustakaan.
"Siapa yang ingin mewakili kelas ini untuk melaksanakan piket perpus?" tanya guru bahasa indonesia itu.
Namun siswa satu kelas hanya diam tidak ada yang menanggapi pertanyaan guru mereka, Rara menoleh ke arah teman-temannya yang hanya diam, akhirnya ia mengambil inisiatif untuk mengangkat tangan.
"Saya, Bu!"
Gadis itu selalu senang jika harus bersama buku-buku di perpus. Bahkan teman-temannya sering menjuluki Rara kutu buku.
"Baiklah Rara, besok kamu izin gak ikut pelajaran sehari dan berangkat sekolah langsung ke perpus ya! Karena guru yang bertugas menjaga perpus sedang cuti melahirkan," terangnya.
"Baik, Bu," jawabnya sangat antusias.
Gadis itu sendiri bahkan tidak sabar menunggu hari esok, meninggalkan semua pelajaran di kelas dan bersama dengan puluhan novel-novel di perpus, pasti sangat menyenangkan saat membaca novel kesukaan dalam hening dan tidak ada pengganggu sama sekali.
Keesokan harinya Rara berangkat ke sekolah hanya membawa sebuah buku tulis yang berisi tugas yang harus dikumpulkan hari ini, gadis itu akan menitipkan buku ini kepada Sofi.
Bel sudah berbunyi ketika gadis itu memasuki gerbang depan sekolah. Untung saja ia tidak terlambat, jika terlambat dijamin, ia akan menunggu di depan gerbang setengah jam kedepan menunggu gerbang dibuka oleh satpam.
Rara berlari menuju kelas, gadis itu hanya sekedar menyerahkan buku tugasnya sebelum pergi ke perpustakaan. Namun langkah gadis itu terhenti karena lagu Indonesia raya telah berbunyi lewat pengeras suara di sudut sekolah. Tradisi yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir yaitu menyanyikan lagu Indonesia Raya setelah bel masuk berbunyi maka seluruh aktivitas dihentikan, dan berdiri tegak menyanyikan lagu Indonesia Raya atau mendapat sanksi dari kepala sekolah jika tidak mematuhi peraturan tersebut.
Tradisi kedua yaitu literasi dua puluh menit sebelum pembelajaran di mulai. Aku kembali berjalan dengan cepat menuju perpus setelah lagu Indonesia Raya selesai dilantunkan.
Sampai di depan pintu perpustakaan gadis itu melepas sepatu dan teringat kata guru bahasa indonesia bahwa dirinya tidak sendirian piket perpus ada teman dari kelas lain yang menemani, sejenak Rara berpikir siapa yang akan menemaninya di dalam perp Pakakaan.
"Aku lihat saja ke dalam, mungkin dia sudah datang," gumam Rara seorang diri karena tidak bisa menebak siapa yang akan menjadi temannya.
Gadis itu melirik rak sepatu yang telah berisi sepasang sepatu, Rara segera meletakkan sepatunya di sebelah sepatu itu sebelum ia menarik gagang pintu dan berlari masuk, tiba-tiba−
BRUKKK
Gadis itu menabrak seseorang hingga membuat dirinya sendiri jatuh terduduk, gadis itu terdiam sejank merasakan kepalaya yang berkunang-kunang karena berbenturan dengan orang itu. Perlahan-lahan Rara mendongakkan kepala untuk mengetahui siapa orang yang ia tabrak. Dia pasti siswa dari kelas lain yang disuruh guru bahasa indonesia umtuk menemani dirinya.
Rara terperanjat kaget saat melihat laki-laki itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.
Ia Muhammad Raza Ar-Rokhim.
Emelly, seorang gadis miskin yang berparas cantik. Ia dipaksa menjadi seorang pengemis oleh ibunya untuk membantu mencukupi kebutuhan mereka. Akan tetapi ia justru bertemu dengan laki-laki kaya raya bernama Rey yang langsung ingin mempersuntingnya menjadi seorang istri. Siapa sangka jika Rey adalah seorang Demon yang berasal dari dunia immortal, laki-laki itu mencium aroma mate dari tubuh Emelly. Kehidupan sengsara Emelly berubah drastis saat Rey membawanya ke dunia immortal yang dulunya hanya dianggap sebagai dongeng semata. Akankah kehidupannya menjadi tenang dan bahagia atau justru akan mengundang malapetaka? Follow ig Author : @riarahma_author
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Banyak orang sering mengatakan bahwa level mencintai paling tertinggi adalah merelakan, mengikhlaskan, dan membuat sosok yang menempati hati ini supaya mendapatkan kebahagiaan selalu-meskipun sumber kebahagiaan itu bukanlah kita, melainkan orang lain. Sallyana berpikir kisah cintanya akan selalu mulus dan damai, namun takdir berkata lain. Veen-pemuda itu memaksanya untuk mundur membawa perasaan yang perlahan mulai terkikis oleh rasa perih dari sebuah penolakan. Ketika Sallyana mulai berhasil mengikhlaskan dan merelakan sosok itu menghilang dari hidup maupun hatinya, takdir justru memutuskan untuk kembali mempertemukan mereka berdua dengan status dan hubungan yang sudah tidak lagi sama seperti dulu kala. Akankah Sallyana kembali mencintai Veen? Apakah takdir akhirnya mengambil keputusan untuk mempersatukan mereka berdua setelah sempat terpisah? Atau takdir justru menyandingkan Sallyana dengan pemuda yang pernah mampir dalam hatinya saat sedang menjalani proses melupakan sosok Veen?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
M-mama? Sedang apa Mama disini?"Tanya Rudi yang tiba-tiba merasakan ada tangan yang ada di bahunya saat ini. "Mama haus," ucap Nina yang sedang asik memainkan tangannya di area punggung menantunya itu. " Jangan begini,ma! Mama jangan lupa kalau aku adalah menantu Mama,suami dari anak kandung Mama sendiri," ucap Rudi yanh berusaha untuk mengingatkan Mama mertuanya itu dan sambil melepaskan tangan Nina dan menjauh dari tempat Nina berada. Melihat reaksi sang Menantunya itu, Nina yang haus akan belaian itu,bertekad untuk mendapatkan Rudi malam itu apapun caranya. Tiba-tiba sebuah ide muncul didalam pikirannya,-