/0/3295/coverbig.jpg?v=f703043a166bab6ff7377be5d3ea9792)
Seorang gadis yang terlatih untuk membunuh kini ia diperintah untuk melindungi seorang pria. Pria tersebut adalah seorang ilmuwan. Penemuan dia menyebabkan dirinya dalam bahaya. Dan pertemuan dia dengan gadis pembunuh bayaran meyebabkan bahaya lain di hatinya karena perasaan lain yang berkembang menjadi cinta.
Satu
Namaku Nila Fariska. Semua menjulukiku sebagai Snow Queen. Mungkin mereka memang benar. Hatiku telah membeku tanpa pernah mengenal perasaan. Saat banyak yang membicarakan tentang cinta, aku tidak pernah tahu seperti apa itu cinta.
Aku hanya seorang anak yatim-piatu. Dibesarkan dan dilatih khusus hanya untuk membunuh, bukan untuk mencintai. Cinta? Kurasa aku tidak akan pernah mengenal rasa itu dan sama sekali tidak peduli. Karena dari yang selama ini kupelajari, dalam hidup, perasaan adalah kelemahan. Cinta hanya akan membuat kita terpuruk dalam ketidakberdayaan. Akal kita dilemahkan dan kita tidak bisa lagi berpikir jernih. Semua itu karena kita memiliki hati untuk mencintai. Dan aku beruntung karena tidak memiliki hati.
***
Sore hari, halaman luas dengan tumbuhan gersang dan sedikit pepohonan menjadi tempat yang kusukai. Kuambil sebilah pedang yang tertata di pinggir lapangan. Mengayunkan kesana-kemari dengan berbagai jurus yang kukuasai. Sesekali aku melompat, berguling, dan menendang. Selain itu, juga melakukan salto dengan cepat. Semua itu sangat mudah kulakukan, karena semenjak kecil aku telah berlatih keras.
Masih teringat jelas bagaimana orang yang kupanggil guru melatihku. Dia bahkan membawa tongkat atau cambuk saat merasa aku bermalasan atau melakukan kesalahan dalam melakukan gerakan. Hingga akhirnya, aku berlatih dengan sungguh-sungguh dan menjadi orang yang bisa diandalkan. Beliau pula yang mengatakan padaku bahwa tidak perlu cinta dalam hidup.
Benar, tandasku. Aku tidak butuh siapa pun. Aku bisa menjalani hidupku sendiri. Cinta adalah kelemahan. Lagipula saat orang tuaku yang bodoh bunuh diri demi cinta tanpa memikirkan diriku, aku tahu cinta hanyalah petaka.
Aku masih terus berlatih saat terdengar suara tepuk-tangan yang cukup keras. Akupun sontak menoleh.
"Untuk apa kau di sini?"
Pemuda di hadapanku tersenyum tipis sebelum menjawab. Nama dia Vano Revaldi. Dia juga salah satu yang terbaik dalam kelompok kami. Dalam melakukan misi, aku senang bekerja sama dengan orang terlatih seperti dia karena aku tidak pernah suka menerima kegagalan.
"Nila, apa kau tidak lelah berlatih begitu keras?" ucapnya sambil berjalan mendekat. Tangan kanannya yang memegang handuk terulur. Kelihatannya ia berniat hendak menyeka peluh di wajahku. Aku segera mencekal dan memuntir tangannya dan mengambil handuk tersebut.
"Jangan macam-macam!" desisku dengan nada mengancam.
"Baiklah, lepaskan aku sekarang," ucapnya. Kulonggarkan cekalan pada tangannya dan kuambil handuk tersebut. Vano berbalik dan menatapku sambil tersenyum. Aku tidak menanggapi tingkahnya itu.
"Ada masalah apa? Apa terjadi sesuatu yang penting?" tanyaku.
"Tentu saja sangat penting. Kurasa aku semakin jatuh hati padamu," ucapnya dengan nada menggoda. Aku sama sekali tidak terkejut mendengar kata-katanya. Vano tertarik padaku bukanlah hal yang tidak kuketahui. Meski dia menaruh perhatian, tetapi aku tidak pernah peduli. Lama-lama dia juga pasti bosan dan beralih pada gadis lain. Vano sangat suka bermain cinta. Begitu banyak hati yang luluh oleh wajah tampannya dan dipatahkan begitu saja olehnya.
Sosok Vano yang tegap dengan sorot mata tajam seperti elang serta hidung mancung tentu menjadi daya tarik tersendiri. Kemampuan ia berkelahi tentu membuat sosok wanita yang memimpikan kehadiran seorang pahlawan menjadi terbuai dan jatuh dalam pesona seorang Vano.
"Aku tidak ada waktu dengan permainanmu. Kalau kamu tidak ada kepentingan terkait misi, sebaiknya segera pergi dari sini!"
"Ck, ck, ck" Vano berdecak keras.
"Kamu benar-benar kasar, Nila. Apa untuk bisa bertemu denganmu semua harus terkait dengan misi?"
"Kalau tidak ada apa-apa, sebaiknya kau segera pergi dari sini!"
Aku kembali berjalan menjauh dan mengayunkan pedang. Vano masih berada di sana.
"Nila ...," panggilnya.
Aku kesal. Dia benar-benar mengganggu. Kuhunus pedang yang berada dalam genggaman ke lehernya.
Dia segera mengangkat tangan.
"Nila, aku tidak kemari untuk bertengkar atau berkelahi denganmu, tapi Pak Yan ingin bertemu denganmu."
Kuturunkan pedang meski begitu kekesalan yang membuncah masih belum hilang. Mataku masih menatap tajam padanya.
"Kenapa kau tidak bilang dari tadi?" Pak Yan adalah pemimpin tempat kami bernaung. Jika beliau memanggil, pastilah ada misi penting yang harus dilaksanakan. Dia pula orang yang dulu membawaku pulang dari jalanan.
Aku segera bergegas untuk menemui pria paruh baya yang kuhormati tersebut.
***
Aku membersihkan diri dan berganti pakaian. Atasan biru tua dan celana kain hitam yang kukenakan membungkus tubuh mungilku. Aku lalu segera bergegas menuju ruang pusat tempat Pak Yan tengah menungguku. Dalam perjalanan menuju tempat beliau, aku melihat Vano berdiri bersidekap dan menatapku sambil tersenyum.
"Ck, kau begitu cantik dan manis, Nila, tapi kenapa kau selalu memasang wajah jutek, tapi tidak apa, itu semua membuatmu semakin terlihat sangat menarik," ucapnya.
Aku kembali menatap tajam padanya. Jujur rasa kesal di hatiku belum juga hilang, tetapi akhirnya kuputuskan untuk kembali berjalan dan tidak peduli lagi padanya.
"Kau begitu dingin padaku, Nila, tapi aku yakin suatu saat nanti aku pasti bisa menaklukkan hatimu," ucapnya dari belakangku.
Aku berhenti melangkah dan berbalik. Senyuman miring muncul di bibirku.
"Jangan bermimpi," ucapku dengan dengan suara rendah.
"Sebelum itu terjadi, aku akan membunuhmu lebih dulu."
Aku kemudian kembali berbalik dan melangkah tanpa peduli lagi. Kata-kataku memang terdengar kejam, tetapi aku tidak peduli. Aku lebih suka mereka mati daripada mencoba mengusik hatiku.
***
Kuketuk pelan pintu ruang utama yang berwarna coklat muda.
"Masuklah," ucap suara serak di dalam. Aku membuka pintu dan berjalan masuk. Ruangan berdinding putih itu tidak terlalu luas. Ada lukisan bercorak merah darah yang menjadi satu-satunya pemberi warna di ruangan tersebut. Akan tetapi, mungkin itu sebenarnya adalah motto dari kelompok kami bahwa kami tidak segan untuk membuat darah orang lain keluar dan berujung kematian.
Pak Yan seperti biasa duduk di balik meja. Beliau tidak sendiri. Seorang pria berambut kelabu yang tidak kukenal duduk di hadapannya. Aku tidak terlalu terkejut. Mungkin dia klien kami yang baru, meski teramat jarang seorang klien datang langsung ke tempat kami. Biasanya mereka enggan menunjukkan identitas asli dan hanya menghubungi kami lewat situs online.
"Duduklah," perintah Pak Yan sambil menunjuk kursi kosong di hadapannya. Aku segera menurut dan duduk di samping tamu kami tersebut.
"Beliau adalah Pak Hari. Dia klien baru kita," ujar Pak Yan tanpa diminta. Aku mengangguk. Aku tidak pernah berminat untuk mengetahui tentang klien kami. Yang terpenting bagiku, hanyalah menuntaskan misi yang diberikan padaku.
"Siapa yang harus kubunuh?" tanyaku langsung karena tidak ingin membuang waktu dengan kata-kata bertele-tele.
Pak Yan tersenyum tipis sambil menggeleng.
"Kau begitu bersemangat ingin membunuh orang, tapi kali ini misimu berbeda. Misimu adalah melindungi orang, bukan membunuh orang."
Aku menatap Pak Yan lama. Ingin tahu apa dia bersungguh-sungguh dengan kata-katanya. Saat melihat dia begitu serius, aku segera bangkit berdiri.
"Aku menolak!" ucapku tegas.
Karin dan Vian, seorang idol, terpaksa menikah karena perjodohan,padahal mereka tengah berseteru karena Vian menganggap Karin sebagai pembawa sial bagi karirnya.
Karena sebuah kesalahan, Liz memiliki anak dengan Caden, pria yang bahkan nyaris tidak ia kenal. Caden sendiri tidak tahu hal tersebut. Ia membenci Liz yang dianggap memang sengaja menjebak dirinya. Hingga Liz dan Caden kemudian kembali bertemu bertahun kemudian
Raina adalah gadis yang terpilih menjadi pengantin vampir. Para pemburu vampir kemudian melindungi dia, tetapi sebenarnya mereka bermaksud menggunakan dia untuk menjebak para vampire yang mengincar dirinya.
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.
"Aku sangat membutuhkan uang untuk membayar biaya pengobatan Nenek. Aku akan menggantikan Silvia untuk menikahi Rudy, segera setelah aku mendapatkan uangnya." Ketika saudara perempuannya melarikan diri dari pernikahan, Autumn terpaksa berpura-pura menjadi Silvia dan menikahi Rudy. Satu-satunya keinginannya adalah bercerai setelah satu tahun. Rudy adalah pria yang sangat kaya dan berkuasa. Namanya telah dikaitkan dengan banyak wanita. Rumornya, dia punya pacar yang berbeda untuk setiap hari dalam setahun. Mereka tidak menyangka bahwa mereka akan jatuh cinta dengan satu sama lain.
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Bayangkan menikah dengan seorang pria miskin hanya untuk menemukan bahwa dia sebenarnya tidak miskin. Katherine tidak tahu apa lagi yang harus diharapkan setelah dia dicampakkan oleh pacarnya dan akhirnya menikah dengan pria lain keesokan harinya. Suami barunya, Esteban, tampan, tetapi dia pikir kehidupan pernikahannya tidak akan istimewa sama sekali. Dia terkejut ketika menemukan bahwa Esteban sebenarnya sangat lengket. Anehnya, semua masalah yang dia temui setelah pernikahan diselesaikan dengan mudah. Ada sesuatu yang ganjil. Dengan curiga, dia bertanya padanya, "Esteban, apa yang terjadi di sini?" Sambil mengangkat bahu, Esteban menjawab, "Mungkin keberuntungan ada di pihakmu." Katherine memercayainya. Bagaimanapun, dia telah menikah dengan Esteban ketika pria itu akan bangkrut. Dialah pencari nafkah keluarga mereka. Mereka terus menjalani hidup sebagai pasangan sederhana. Jadi, tidak ada yang mempersiapkan Katherine untuk kejutan yang dia terima suatu hari. Suaminya yang sederhana tidak sesederhana itu! Dia tidak percaya bahwa dia benar-benar menikah dengan seorang miliarder. Sementara dia masih memproses keterkejutannya, Esteban memeluknya dan tersenyum. "Bukankah itu bagus?" Kathrine punya sejuta pertanyaan untuknya.
Anne mengikuti kontrak tertentu: dia akan menikah dengan Kevin dan melahirkan anaknya pada akhir tahun. Kalau tidak, dia akan kehilangan semuanya. Namun, itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Menghadapi penghinaan hari demi hari, dia sudah kehabisan kesabaran. Kali ini, dia tidak mau menyerah. Pada hari kecelakaan Kevil, Anne mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya. Meskipun dia hidup, dia akan segera menghilang di hadapan dunia. Nasib mereka terikat sekali lagi setelah bayi mereka tumbuh. Anne mungkin telah kembali kepadanya, tetapi dia bukan lagi wanita yang sedang mengejar cinta Kevin. Sekarang, Anne siap berjuang untuk putranya.