/0/2947/coverbig.jpg?v=7d61e574abf9ec2c2fc84fcd0505e606)
Coba bayangin gimana rasanya ditaksir sama duda? Iya duda. Itu yang gue rasain sekarang. Bisa-bisanya cowok kalem kayak dia suka sama cewek aneh kayak gue? Pingin banget gue lari, tapi ada buntutnya yang bikin nggak jadi. Bukannya gue nggak mau, tapi gue masih unyu. Nggak lucu kalo gue bener jadi sama si duda, bisa-bisa gue ikutan tua. Untung banyak duitnya, kalo nggak ya babai aja. "Lamaran saya diterima nggak?" "Tapi nanti kasih saya bayi yang lucu ya, Pak?" "Gampang, nanti kita buat." *** Viallynn
Di tengah pasar, Era berdecak saat sayur yang dia beli tak kunjung dihitung. Dia melirik jam tangannya untuk memastikan sisa waktu yang ada. Era harus bergerak cepat atau kesialan akan dia dapat.
"Ah elah, Bang! Lama bener, saya mau berangkat sekolah ada upacara," ucap Era kesal.
"Sabar, Neng. Tangan Abang cuma dua."
"Ya iyalah, kalo 8 namanya laba-laba," gumamnya cemberut.
"Nih, belanjaannya, Neng. Total 60 ribu."
Era mengeluarkan gulungan uang lecek dari sakunya dan memberikannya pada penjual sayur. "Pas ya, Bang. Ini saya ambil kangkung lagi dua iket."
"Eh, 5000 itu, Neng."
Era berdecak, "Cuma 5000, Bang. Anggap aja sedekah sama anak yatim."
Era dengan cepat bergegas untuk keluar pasar. Di sana sudah ada tukang parkir yang duduk di atas motornya.
"Eh, Neng Era. Udah selesai belanjanya?"
"Udah, Bang. Sana minggir dulu, udah telat sekolah nih."
Melihat Era yang tergesa, tukang parkir segera beranjak untuk berdiri. Tanpa membayar, Era segera melajukan motornya untuk kembali ke panti. Dari kejauhan, tukang parkir hanya bisa menggeleng pelan.
Jarak antara pasar dan panti sebenarnya tidak terlalu jauh. Hanya 5 menit menggunakan motor, tapi tetap saja dia akan terlambat sekarang. Salahkan tukang sayur keliling yang mendadak tidak lewat. Mungkin takut akan ibu-ibu yang akan kembali berhutang. Mau tidak mau, Era harus ke pasar untuk membeli bahan makanan. Ini sudah kewajibannya untuk mengurus adik-adik kecilnya.
"Ibuk! Sayurnya aku taruh di teras. Aku berangkat dulu!" teriak Era meraih tas sekolahnya dan memasang helm. Dia akan berangkat sekolah sekarang.
Jika tidak upacara, tentu dia tidak akan sepanik ini. Setiap hari senin, jam masuk sekolah memang dibuat lebih pagi untuk tidak mengubah jadwal pelajaran yang sudah ada.
Di lampu merah, Era kembali melirik jam tangannya. Tinggal lima menit lagi pagar sekolah akan ditutup dan dia masih terjebak di kemacetan lampu merah.
"Ini kan senin, Ra. Ya pantes rame banget jalanan. Udah kaya mau demo."
Setelah banyak mengumpat selama perjalanan, akhirnya Era sampai di sekolah. Namun nasib tidak berpihak padanya kali ini. Pagar sekolah sudah ditutup dan banyak siswa yang juga telat sepertinya berdiri di depan gerbang.
"Nyet! Telat juga lo?" Aldo, teman sekelas Era tertawa melihat kedatanyannya.
"Diem lo, landak!" Era berdecak sambil menjambak rambut Aldo yang tajam-tajam seperti landak.
Era memarkirkan motornya dan ikut berdiri di depan pagar. Meskipun telat, bukan berarti dia tidak bisa mengikuti upacara. Dua satpam telah siap siaga untuk memantau para siswa yang telat agar mengikuti upacara dari balik gerbang.
Eravina Arruna, seorang gadis berusia 18 tahun yang menginjak tahun terakhir di bangku SMA. Sikapnya yang ceria dan urakan membuatnya dikenal oleh banyak orang di sekolah. Namun siapa sangka jika di balik keanehan Era, dia adalah salah satu siswa penerima beasiswa di sekolahnya. Era bersyukur jika bakat melukisnya bisa membawanya sekolah di sekolah swasta ternama dengan jalur prestasi.
Era bersyukur jika bakatnya bisa sedikit meringankan beban ibu Asih, pengurus yayasan panti asuhan yang dia tinggali sejak kecil. Ya, Era merupakan salah satu dari sekian anak yang kurang beruntung itu. Sejak kecil dia sudah berada di panti asuhan. Menyedihakan memang, tapi Era tidak menyesalinya. Setidaknya masih ada Ibu Asih yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri selama ini.
***
Di atas podium, terlihat seorang pria dengan pakaian formalnya tengah memberikan beberapa kalimat motivasi untuk para siswa. Ini pertama kalinya Aksa datang ke sekolah di bawah kepengurusan perusahananya untuk menggantikan ayahnya. Sejak ayahnya meninggal satu minggu yang lalu, mau tidak mau Aksa yang menggantikan semuanya.
"Setiap orang memiliki sesuatu yang membanggakan pada dirinya sendiri, tidak selalu akademik. Saya yakin pemilik bakat non akademik juga bisa bersaing di luar sana. Oleh karena itu, sekolah ini memberikan banyak fasilitas, baik akademik maupun non akademik untuk membantu mengembangkan minat dan bakat para siswa. Saya harap fasilitas yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik. Asah keunggulan kalian dengan serius. Saya yakin usaha dan kerja keras kalian nanti akan akan sangat bermanfaat."
Suara tepuk tangan dari para siswa membuat Aksa tersenyum. Dia mengucapkan terima kasih dan kembali ke tempanya. Upacara kembali berlanjut dengan Aksa yang masih berdiri di barisan para guru. Meskipun pemilik sekolah, tapi dia tidak ingin terlihat arogan dengan meninggalkan lapangan sebelum upacara selesai. Jika dia mau, Aksa bisa saja melakukannya mengingat dia juga harus bekerja di kantor. Jadwalnya cukup padat akhir-akhir ini tapi dia harus bisa menjalaninya dengan baik. Dia sudah ditunjuk menjadi penerus ayahnya untuk memimpin kantor pusat.
***
Aksa berjalan menuju parkiran setelah selesai berbincang dengan kepala sekolah. Matanya menyipit saat melihat ada beberapa siswa yang tampak berpanas-panasan di lapangan. Dengan penasaran, Aksa berjalan mendekat membuat para siswa itu menatapnya bingung.
"Kalian kenapa di sini? Kenapa nggak masuk kelas?"
"Lagi dihukum, Pak." Aldo menyahut dengan mata yang menyipit, mencoba menghalau sinar matahari yang menyilaukan matanya.
"Kenapa dihukum?" tanya Aksa lagi.
Belum sempat menjawab, salah satu guru konseling datang dengan tergesa. Dia tersenyum pada Aksa.
"Anak-anak ini telat, Pak. Makanya saya hukum."
Aksa mengangguk paham, "Kalau dihukum seperti ini nggak bakal jera, Pak. Sekali-kali suruh mereka buat karya tulis ilmiah."
"Loh, Bapak siapa? Kok ngatur?" Kali ini Era yang bertanya khawatir. Bagaimana tidak khawatir jika dia selama ini menjadi langganan telat paling rutin.
Pak Herman, guru konseling berdesis mendengar celetukan Era. Tentu mereka belum mengenal Aksa karena tidak sempat melihat pria itu saat upacara tadi.
"Yang sopan kamu. Dia itu Pak Aksa, pengganti pak Wijaya."
Era menutup mulutnya rapat mendengar itu. Dia melirik pria di hadapannya dengan takut. Jika benar dia pengganti pak Wijaya berarti dia juga yang akan mengurus yayasan panti yang dia tinggali.
"Baik, Pak. Mungkin saran Pak Aksa bisa kita masukkan ke pembahasan rapat nanti."
"Kapan rapat diadakan?" tanya Aksa.
"Kita setiap seminggu sekali ada rapat umum, Pak."
Aksa mengangguk dan tersenyum, "Ajak saya setiap rapat. Saya mau lihat berkembangan sekolah setiap minggunya."
"Kalian denger? Pak Aksa mau ikut turun langsung, jadi kalian jangan macem-macem," ucap Pak Herman pada para siswa di hadapannya. "Lagian kenapa sih kalian hobi banget telat?" Lanjutnya.
"Tahun terakhir, Pak. Sayang kalo nggak dibikin asik." Mendengar ucapan Era, Pak Herman kembali menggeram kesal.
Era sudah menjadi langganan konseling selama hampir 3 tahun. Meskipun begitu, banyak guru yang tidak terlalu menganggap serius tingkah Era. Gadis itu pintar di bidang non akademik. Dia juga berhasil menyumbangkan beberapa piala untuk sekolah saat menjuarai kompetisi lukis tingkat remaja.
Aksa menatap gadis di depannya dengan lekat. Meskipun terlihat takut padanya, tapi gadis itu tidak takut pada gurunya. Aksa semakin bertanya-tanya, kenapa murid jaman sekarang mulai berani untuk membantah?
"Siapa nama kamu?" tanya Aksa mendekat.
"Era, Pak."
"Oke, Era." Aksa mengangguk dan tersenyum manis, "Saya mau kamu buat karya tulis ilmiah ya, tema bebas. Waktu kamu cuma seminggu. Kamu bisa kumpulin tugas kamu waktu saya datang minggu depan untuk rapat mingguan."
Era menatap Aksa tidak percaya. "Saya, Pak? Cuma saya aja?"
"Iya cuma kamu. Tadi kamu bilang mau menikmati tahun terkahir di SMA kan? Kalau begitu silahkan menikmati." Aksa menepuk pelan kepala Era dan beralih pada Pak Herman. "Kalau begitu saya permisi, Pak. Mohon bimbing Era untuk menyelesaikan tugasnya."
"Siap, Pak!" Pak Herman tertawa mendengar hukuman yang diberikan Aksa. Jika seperti ini, dia yakin tidak akan ada lagi murid yang suka melanggar peraturan.
Era berdecak dan menatap kepergian Aksa dengan tangan yang terkepal. Bisa-bisanya Pak Wijaya menjadikan Aksa sebagai penggantinya. Era berani melanggar aturan seperti ini juga bukan tanpa alasan. Dia sudah mengenal Pak Wijaya sejak kecil. Pria itu tahu kenapa Era sering telat saat berangkat sekolah. Hal itu tak lain krena dia harus membantu Bu Asih untuk mengurus adik-adiknya.
"Mampus lo! Sok jago sih." Aldo tertawa.
"Ketawa terus aja lo! Dasar dajjal," gumam Era dan berlalu pergi.
"Heh, mau ke mana lo? Hukuman belum beres!"
"Minum, Nyet! Dehidrasi gue!" teriak Era berjalan menuju kantin.
Dia membutuhkan air es sekarang. Selain untuk meredakan tenggorokannya, Era juga harus meredakan emosinya. Dia tidak menyangka jika Aksa akan menjadi musuhnya di hari pertama bertatap muka.
***
TBC
Seperti layaknya genangan air, kehidupan Betty berlangsung dengan tenang. Semua berjalan baik sampai peristiwa berdarah terjadi yang membuatnya harus menemui Aldric, seorang pembunuh bayaran yang berhati beku. Pertemuan pertama mereka berhasil membuat desiran aneh pada tubuh Aldric. Pria itu menginginkan Betty. Banyak rintangan yang mengganggu kisah indah Betty dan Aldric. Seseorang yang menghancurkan hidup mereka di masa lalu ternyata menginginkan Betty. Aldric tidak akan tinggal diam. Betty adalah miliknya dan selamanya akan begitu. Bisakah Betty dan Aldric serta teman-temannya menghancurkan manusia benalu yang menghancurkan hidup mereka? "Ada dua hal yang aku sukai di dunia ini. Darah dan dirimu." - Aldric Halbert *** Viallynn
Sekarang Cindy paham kenapa hidupnya selalu berjalan dengan baik meskipun selalu kekurangan. Itu semua tidak lepas dari Mr. Auredo yang selalu menjaganya dari jauh, tapi semua kenyamanan itu hilang ketika Chris menggantikan posisi ayahnya untuk menjaga Cindy. Chris memang menjalankan tugasnya dengan baik, tapi dengan keegoisan yang tinggi apakah Cindy masih bisa bertahan? "Kau lebih mirip iblis dari pada malaikat." - Madeline Cindy "Seharusnya aku menghukummu karena bicara seperti itu, tapi kali ini akan kumaafkan karena memang aku lebih menyukai iblis dari pada malaikat." - Christopher Auredo *** Viallynn
Kehidupan seorang Ana berubah ketika dia terlibat masalah dengan pengusaha yang menjadi pembicara di acara seminar kampus. Bukan keinginannya untuk berurusan dengan pria menyebalkan itu, namun entah kenapa pria itu malah berusaha untuk menambah masalah sehingga mau tidak mau Ana harus sering berjumpa dengannya. Tanpa Ana sadari bahwa pria itu adalah pria yang ditunggunya selama ini. Pria yang mengisi hatinya. Bertahun-tahun tidak bertemu membuat Ana lupa akan rupa pria itu. Harapan Ana berbanding terbalik dengan kenyataannya. Pria itu muncul dengan sifat dinginnya yang membuat Ana kesal, namun tidak bisa dipungkiri jika Ana begitu memuja pria itu. Begitu banyak masalah yang menimpa hubungan mereka. Teror-teror bermunculan untuk menghancurkan mereka. Apakah mereka bisa mengatasi masalah itu dan terus bertahan? *** Viallynn
Bagi Rezal Mahesa, masih melajang di usia 32 tahun bukanlah sesuatu yang memalukan. Dia sudah nyaman hidup mulus tanpa lika-liku percintaan yang memuakkan. Pekerjaan yang menjanjikan seharusnya bisa membuatnya berpikir tentang indahnya sebuah rumah tangga. Namun Rezal tidak berniat untuk mencari dan memilih untuk menunggu, membiarkan Tuhan yang menjalankan skenario indah untuk hidupnya. Sampai akhirnya muncul gadis muda yang merupakan mahasiswa magang di kantornya. Meskipun ragu, tapi batu besar di hati Rezal perlahan mulai terkikis. Sikap Naya yang unik, konyol, dan dewasa di satu waktu berhasil membuat hatinya menghangat. Apa Rezal harus menyiapkan gedung pernikahan mulai dari sekarang? *** Viallynn
Demi bisnis yang menguntungkan dirinya sendiri Rian tega menjual kekaksihnya pada seorang tuan muda yang bernama Albert. Albert menjadikan Renata yang merupakan seorang mahasiswa pertanian sebagai budak ranjangnya setiap hari, jika Albert marah Renata harus melayani Albert yang menyakitinya. namun seiring berjalannya waktu Albert memiliki rasa pada Renata dan menjadikannya pendamping hidup meski Albert harus menentang orang tuannya dan memutuskan pertunangannya dengan seorang wanita pilihan orang tuanya.
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?