a mata itu yang bisa ia lihat, selebihnya hanya ada kegelapan yang mengelilinginya. Aksa terpaku dengan tatapan lembut dan polos itu. Perlah
lo udah gede nggak boleh nangis."
at itu seolah menghipnotisnya. Bahkan untuk berbicara saja Aksa tid
asanya gitu kalo dimarahi Mama, tapi jangan
asa kehilangan. Aksa berusaha untuk berteriak. Dia memaksa kakinya untuk berlari, tapi lagi-lagi usahanya tidak membuahkan hasil sampai akhirn
atas kasur membuat Aksa berdecak dan menar
ibi bikin sarapan. Kalian berdua c
a kembali terpejam sambil berpelukan. Bian yang awalnya sudah semangat untuk beran
untuk mengajaknya jalan-jalan ke pantai. Aksa ingin menebus kesibukannya akhir-akhir ini. Bahkan
g terpejam, "Tadi Papa juga nangis," ucapnya
njang. Tangannya bergerak mengusap wajahnya yang sembab. Ini bukan kali pertama Aksa menangis dalam mimpinya. Entah kenapa selama seminggu ini dia sering dihantui oleh mimpi yang sama. Meskipun dengan jalan cer
*
annya dalam bentuk makanan. Terlihat sangat lezat dengan makanan laut lainnya ya
aut di depannya, "Badan Mama ngilu
santai. Tangannya mulai meraih udan
bisin? Mama ta
k habis ya bawa pulang, Ma
di tangannya. Hal itu membuat Aksa dan ibunya kompak tersenyum. Bian adalah
k lobster kan, Pa?"
juga menatapnya khawatir. Aksa mengangguk unt
nyak." Bian merentangkan kedua tangannya dengan mulut yang
rsama dan Bian tampak bisa mengerti itu. Tentu saja dengan berbagai alasan dan kebohongan. Aksa tidak tega untuk mengungkapkan kebenaran yan
lary." Bu Ratna tampak mencairkan suasana. Bian semakin berse
di dulu, Ma. Titi
merindukan ibunya. Aksa berdiri di depan wastafel dengan mata yang menatap pantulan dirinya di cermin. Pinggiran mata yang begitu gelap menandakan jika dia kurang tidur akhir-akhir ini. Tidak heran ibunya memintanya untuk lebih merawat diri.
i?" tanya Aksa denga
yang ia dapat saat kecelakaan dulu masih terasa dan sekarang dia
unculnya pas lagi enak git
amu bi
. Perlahan senyum menghiasi
di sini?" ta
ng ke pantai ini, "Saya baru selesai ambil data, P
anya Aksa
line hukuman karya tulis ilmiah, P
Era. Gadis di depannya benar-benar lua
h enak kalau cari yang gampang menginga
tak acuh dan berbicar
ng jika itu yang Era inginkan. Toh dia tidak in
Aksa melihat tubuh Era yang
ya linu lagi gara-gara tadi." Lagi-lagi
aa
kok, Pak. Lagian saya yang harusnya minta
dengar itu, "Kenapa kam
alo Pak Aksa anaknya Pak
enal Pa
n murid kesayangannya." E
d nakal kayak kamu?" Aksa berucap seng
mbil meniru ucapan Aksa dengan bibir yang maju, "Nakal-nakal gini juga pun
neran butuh
*
B