Bagi Rezal Mahesa, masih melajang di usia 32 tahun bukanlah sesuatu yang memalukan. Dia sudah nyaman hidup mulus tanpa lika-liku percintaan yang memuakkan. Pekerjaan yang menjanjikan seharusnya bisa membuatnya berpikir tentang indahnya sebuah rumah tangga. Namun Rezal tidak berniat untuk mencari dan memilih untuk menunggu, membiarkan Tuhan yang menjalankan skenario indah untuk hidupnya. Sampai akhirnya muncul gadis muda yang merupakan mahasiswa magang di kantornya. Meskipun ragu, tapi batu besar di hati Rezal perlahan mulai terkikis. Sikap Naya yang unik, konyol, dan dewasa di satu waktu berhasil membuat hatinya menghangat. Apa Rezal harus menyiapkan gedung pernikahan mulai dari sekarang? *** Viallynn
Naya keluar dari kamarnya dengan mulut yang menguap. Tangannya terangkat untuk menggaruk rambutnya sambil berlalu masuk ke dapur. Di sana, Naya melihat Ibunya sudah berkutat dengan adonan kue yang akan dijual nanti.
"Nay, ini kuenya Ibuk yang anter ke kampus atau kamu?" tanya Ibu Naya tanpa menatap anaknya. Tangannya masih sibuk memeras santan dari kelapa. Meskipun ada santan instan, tapi Ibu Naya tetap menggunakan cara yang alami. Baginya, cara seperti ini akan mempertahankan cita rasa dari resep turun-temurun milik keluarganya.
"Aku aja, Buk."
"Kamu kan nggak ada kelas hari ini." Naya bersandar pada pintu kulkas sambil meminum air putihnya.
"Nanti aku mau ke kampus, mau ngurus proposal magang."
Ibu Naya berbalik dan terkejut melihat penampilan anaknya. Daster batik lusuh yang sudah sobek di ketiak, rambut acak-acakan, dan wajah yang jauh dari kata menarik.
"Ya Allah, Nak!" Ibu Naya ingin menangis melihat penampilan anaknya yang tidak mencerminkan seorang wanita yang anggun. "Ini udah siang! Kenapa masih kecut?!"
Naya tersenyum lebar, "Baru tidur subuh tadi, Buk. Habis maraton film."
"Mandi sana! Umur kamu itu udah 21, masih aja kelakuan kaya bocah! Kaya gini katanya mau dapet suami kaya"
Naya berdecak, "Apaan sih, Buk! Aminin kek aku dapet suami kaya. Kan lumayan bisa buatin Ibu toko kue."
"Bantah kamu?!"
Melihat Ibunya yang sudah memegang sendok besar, Naya pun berlari masuk ke kamarnya. Dia tidak mau jika sendok itu akan menghantam kepalanya keras.
Naya sadar di usianya yang sudah kepala dua ini seharusnya dia bisa bersikap dewasa. Namun entah kenapa sisi liarnya masih mendominasi. Apalagi di rumah ini hanya ada dia dan ibunya, siapa lagi yang akan meramaikan rumah jika bukan dirinya?
Saat sampai di dalam kamar, bukannya mandi Naya malah kembali duduk di meja belajarnya, berhadapan dengan layar laptop yang menampilkan hasil video yang sudah dia edit semalaman. Dia berbohong pada ibunya tadi. Naya tidak menonton film semalaman, melainkan bekerja. Ya, dia menyebutnya sebagai pekerjaan karena mendapat uang dari hasil jerih payahnya itu. Untung saja Naya memiliki bakat mengedit sehingga bisa meringankan beban ibunya.
"Halo, Lif?" sapa Naya saat panggilan teleponnya diangkat. "Video lo udah jadi, nih. Nanti ketemu ya di kampus."
"Jam dua ya, masih ada kelas nih. Ini langsung gue transfer ya bayarannya."
"Nggak lo periksa dulu? Kali aja ada yang perlu diubah."
"Nggak, gue udah percaya sama lo."
"Oke sip, ntar gue telpon kalo udah di kampus."
"Oke, makasih, ya."
Naya mematikan teleponnya dan tersenyum melihat notifikasi uang kiriman dari Alif, salah satu teman kampusnya yang sering menggunakan jasa edit-nya.
"Alhamdulillah, dapet cuan. Lumayan buat beliin Ibuk Mini Cooper."
***
Naya masuk ke kantin kampus dan menghampiri salah satu penjual di mana dia sering menitipkan kue-kue buatan ibunya. Dia tersenyum saat melihat Mas Nolan tampak sibuk menggoreng udang tepung di wajan besar.
"Gimana Mas jualannya kemarin?" tanya Naya mulai menata kue baru di atas meja.
"Eh, Neng Naya. Tumben kok siang nyetoknya?"
"Lagi nggak ada kelas, Mas. Makanya hari ini bawa cuma sedikit."
Mas Nolan mendekat dengan uang di tangannya, "Alhamdulillah, kemarin kue-mu habis. Ini hasilnya, bagianku udah aku diambil."
"Mantap!" Naya menerima uang itu dengan perasaan lega. Lagi-lagi kue jualannya habis. Tuhan memang tidak pernah salah dalam memberi rezeki.
"Kalo gitu aku ke ruang dosen dulu ya, Mas."
"Iya, Neng. Kalo ada apa-apa kabarin Mas Nolan aja."
Naya tertawa geli, "Mas Nolan, Mas Nolan. Nama Mas Noto aja dipanggil Nolan," celetuknya dan berlari pergi sebelum Mas Nolan meneriakkinya.
***
"Kamu ngajuin kapan ini, Nay?" tanya Ibu Ningsih, selaku kaprodi jurusannya.
"Libur semester nanti, Bu."
"Berapa bulan?"
"Dua bulan, Bu."
Bu Ningsih mengangguk dan langsung memberikan tanda tangannya tanpa banyak bertanya.
"Langsung kamu apply ke perusahaan, biar cepet dikabari."
"Siap, Bu!" Naya tersenyum senang. Setidaknya proposal yang dia buat tidak perlu revisi.
"Oh ya, Nay. Kamu bawa kue jualan kamu nggak?" tanya Ibu Ningsih mulai berdiri dari duduknya.
"Udah saya kasih ke Mas Nolan, Bu."
"Ibu bisa minta tolong? Ambil semua kuemu di Noto dan anter ke ruang rapat. Saya mau rapat sama Pak Dekan."
Mata Naya membulat mendengar itu, "Semua, Bu?"
"Iya semua." Bu Ningsih berlalu keluar dari ruangannya diikuti Naya di belakangnya.
Baru saja akan berbelok ke kantin, Bu Ningsih kembali memanggilnya.
"Oh ya, Nay. Nanti kalau ada orang yang telpon kamu namanya Pak Bayu, itu dari humasnya kampus."
Kening Naya berkerut, "Kok bisa, Bu?"
"Saya yang kasih nomer kamu. Pak Bayu lagi nyari editor buat konten video kampus di you tube. Nanti kamu bantuin dia ambil gambar ya."
Lagi-lagi Naya dibuat terkejut mendengar itu. Kenapa Bu Nigsih begitu mempercayainya untuk mengerjakan projek besar ini? Dia memang membuka jasa edit video, tapi keahliannya dalam edit belum seberapa. Dia hanya menerima jasa dari teman-teman jurusan lain yang kesulitan dalam mengedit.
"Buk." Naya tidak bisa berkata-kata. Dia menatap Bu Ningsih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Nggak usah lebay!" Ucapan Bu Ningsih langsung merubah suasana. Naya mengerucutkan bibirnya kesal.
"Kok nggak pake fotografer luar, Buk?
"Saya punya banyak mahasiswa yang berbakat. Kenapa harus pakai orang luar?" Setelah itu Bu Ningsih berbalik pergi meninggalkan Naya yang lagi-lagi terdiam. Dia selalu merasa kagum dengan Bu Ningsih, pantas saja wanita itu menjabat sebagai kaprodi jurusannya.
***
Rezal mendengus saat ponselnya kembali berbunyi. Dia melirik sebentar dan mematikan panggilan yang masuk. Tak lama, ponselnya kembali berdering membuatnya mematikan ponselnya lagi. Rezal melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam. Seharusnya dia sudah berada di restoran saat ini, namun entah kenapa kursi kantornya jauh lebih nyaman untuk diduduki sekarang.
Perlahan dia meraih tas dan berdiri, bersiap untuk pulang. Dia harus menyiapkan telinga akan omelan ibunya yang terus menghubunginya sejak tadi siang.
Dia keluar dari ruangan yang bertuliskan 'Manager Humas' itu dan mendapati beberapa karyawannya masih berada di kantor.
"Kenapa belum pulang?" tanya Rezal menuju salah satu meja karyawannya.
"Lagi lanjutin edit, Pak. Sekalian nemenin Mbak Fira yang lagi buat Press Release," jawab Jedi, selaku editor foto dan video di departemen humas.
Rezal beralih pada Fira dengan kening yang berkerut, "Suami kamu nggak protes, Fir?"
"Nggak, Pak. Dia kan lagi di luar kota." Fira tertawa pelan.
"Pak Rezal mau pulang?" tanya Raga, salah satu karyawan yang tampak bersantai dengan gitar di pangkuannya.
"Iya."
"Padahal mau saya ajak live instagram. Saya kan mau pansos, Pak."
Rezal tersenyum tipis mendengar itu. Dia mengeluarkan tiga lembar uang dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja, "Ini, buat beli makanan sambil nemenin lembur."
"Alhamdulillah, Pak Rezal peka!" Jedi mengusap tangannya senang.
"Kalau gitu saya pulang dulu."
"Iya, Pak. Hati-hati," sahut karyawannya kompak.
Salah satu hal yang membuatnya betah di kantor adalah karyawannya. Sengaja Rezal memilih karyawan yang masih muda dan selalu bersemangat karena divisi humas sendiri membutuhkan energi positif setiap saat. Bertemu dengan tamu penting perusahaan setiap hari tentu membutuhkan kegesitan dalam bekerja. Maka dari itu dia berusaha untuk membuat suasana divisinya menjadi santai dan hangat, seperti keluarga agar karyawannya merasa nyaman.
***
Rezal memasuki rumahnya yang tampak sepi. Mungkin orang tuanya sudah berada di kamar sekarang. Itu yang dia inginkan memang, setidaknya dia harus menghindari ibunya lagi kali ini.
"Rezal Mahesa!" Suara menggelegar itu menghentikan langkah Rezal yang akan menaiki tangga. Dia memejamkan mata sebentar dan berbalik untuk melihat Ibunya yang tengah menatapnya marah."Kamu ini ya! Kenapa nggak pernah nurut sama Mama?!"
Rezal berdecak pelan, jika tidak ingat wanita di hadapannya itu adalah Ibunya tentu dia akan berbalik pergi menuju kamarnya.
"Aku nggak suka sama Wulan, Ma."
Wajah Ibu Rezal semakin memerah mendengar itu, "Terus sukanya sama siapa? Joko? Sadili?!"
"Aku masih suka yang empuk-empuk, Ma." Rezal menjawab malas.
"Makanya Mama kasih Wulan, dia juga empuk!"
"Tapi aku nggak suka, Ma. Udah ya, Rezal capek."
Setelah itu, dia benar-benar berlalu ke kamarnya. Tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu, Rezal menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.
"Apa salahnya belum nikah?" Tangannya memijat keningnya pelan, "Bisa aja jodohku masih disayang sama orang lain."
***
TBC
Seperti layaknya genangan air, kehidupan Betty berlangsung dengan tenang. Semua berjalan baik sampai peristiwa berdarah terjadi yang membuatnya harus menemui Aldric, seorang pembunuh bayaran yang berhati beku. Pertemuan pertama mereka berhasil membuat desiran aneh pada tubuh Aldric. Pria itu menginginkan Betty. Banyak rintangan yang mengganggu kisah indah Betty dan Aldric. Seseorang yang menghancurkan hidup mereka di masa lalu ternyata menginginkan Betty. Aldric tidak akan tinggal diam. Betty adalah miliknya dan selamanya akan begitu. Bisakah Betty dan Aldric serta teman-temannya menghancurkan manusia benalu yang menghancurkan hidup mereka? "Ada dua hal yang aku sukai di dunia ini. Darah dan dirimu." - Aldric Halbert *** Viallynn
Sekarang Cindy paham kenapa hidupnya selalu berjalan dengan baik meskipun selalu kekurangan. Itu semua tidak lepas dari Mr. Auredo yang selalu menjaganya dari jauh, tapi semua kenyamanan itu hilang ketika Chris menggantikan posisi ayahnya untuk menjaga Cindy. Chris memang menjalankan tugasnya dengan baik, tapi dengan keegoisan yang tinggi apakah Cindy masih bisa bertahan? "Kau lebih mirip iblis dari pada malaikat." - Madeline Cindy "Seharusnya aku menghukummu karena bicara seperti itu, tapi kali ini akan kumaafkan karena memang aku lebih menyukai iblis dari pada malaikat." - Christopher Auredo *** Viallynn
Coba bayangin gimana rasanya ditaksir sama duda? Iya duda. Itu yang gue rasain sekarang. Bisa-bisanya cowok kalem kayak dia suka sama cewek aneh kayak gue? Pingin banget gue lari, tapi ada buntutnya yang bikin nggak jadi. Bukannya gue nggak mau, tapi gue masih unyu. Nggak lucu kalo gue bener jadi sama si duda, bisa-bisa gue ikutan tua. Untung banyak duitnya, kalo nggak ya babai aja. "Lamaran saya diterima nggak?" "Tapi nanti kasih saya bayi yang lucu ya, Pak?" "Gampang, nanti kita buat." *** Viallynn
Kehidupan seorang Ana berubah ketika dia terlibat masalah dengan pengusaha yang menjadi pembicara di acara seminar kampus. Bukan keinginannya untuk berurusan dengan pria menyebalkan itu, namun entah kenapa pria itu malah berusaha untuk menambah masalah sehingga mau tidak mau Ana harus sering berjumpa dengannya. Tanpa Ana sadari bahwa pria itu adalah pria yang ditunggunya selama ini. Pria yang mengisi hatinya. Bertahun-tahun tidak bertemu membuat Ana lupa akan rupa pria itu. Harapan Ana berbanding terbalik dengan kenyataannya. Pria itu muncul dengan sifat dinginnya yang membuat Ana kesal, namun tidak bisa dipungkiri jika Ana begitu memuja pria itu. Begitu banyak masalah yang menimpa hubungan mereka. Teror-teror bermunculan untuk menghancurkan mereka. Apakah mereka bisa mengatasi masalah itu dan terus bertahan? *** Viallynn
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Mengandung adegan dewasa 21+ Raisa Anastasya mengalami kematian tragis, tertabrak truk, setelah melabrak tunangannya yang tengah berselingkuh. Bukannya mati dan kembali ke alam baka, Raisa malah masuk ke tubuh perempuan lain yang juga bernama Raisa, seolah semesta memberikan kesempatan kedua padanya. Sembari memanfaatkan paras cantik tubuh barunya, Raisa mulai menjalankan rencananya untuk balas dendam. Tapi tiba-tiba Zefan, direktur perusahaannya yang terkenal punya sifat sangat dingin, menarik Raisa ke salah satu kamar. Di bawah pengaruh alkohol, dia merenggut keperawanan Raisa karena mengira wanita itu adalah Raisanya yang lama. Setelah menghabiskan malam-malam menggairahkan bersama direktur, Raisa selalu terbayang saat mereka melakukan hubungan dan dibuat ketagihan oleh sang direktur, sehingga bimbang untuk melanjutkan balas dendamnya. Bisakah Raisa tetap fokus pada rencana utamanya di saat direktur terus menghantui melalui godaan sentuhan yang begitu menggairahkan? Dan apakah Raisa bisa menemukan benang takdirnya yang sebenarnya? Ngobrol sama author di Instagram dan TikTok @hi.shenaaa ya~
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"