Seperti layaknya genangan air, kehidupan Betty berlangsung dengan tenang. Semua berjalan baik sampai peristiwa berdarah terjadi yang membuatnya harus menemui Aldric, seorang pembunuh bayaran yang berhati beku. Pertemuan pertama mereka berhasil membuat desiran aneh pada tubuh Aldric. Pria itu menginginkan Betty. Banyak rintangan yang mengganggu kisah indah Betty dan Aldric. Seseorang yang menghancurkan hidup mereka di masa lalu ternyata menginginkan Betty. Aldric tidak akan tinggal diam. Betty adalah miliknya dan selamanya akan begitu. Bisakah Betty dan Aldric serta teman-temannya menghancurkan manusia benalu yang menghancurkan hidup mereka? "Ada dua hal yang aku sukai di dunia ini. Darah dan dirimu." - Aldric Halbert *** Viallynn
Raut wajah polos tanpa polesan make-up itu terlihat cemberut saat mendengar ucapan pria di hadapannya. Lagi-lagi Max akan pulang lebih awal dan meninggalkannya menata buku sendiri. Bukan itu yang membuat Betty kesal, dia hanya takut pulang sendiri, itu saja.
"Ayo lah, jangan memasang wajah seperti itu. Aku berjanji, setelah anakku lahir aku tidak akan merepotkanmu lagi."
"Bukan itu, Max. Kau tahu aku takut pulang malam," sahut Betty mulai mengurutkan buku yang akan dia tata.
"Sudah ku bilang, naiklah taksi."
Betty menatap Max aneh, "Aku hanya membutuhkan waktu 10 menit dengan berjalan kaki. Kenapa harus memakai taksi?"
"Kalau begitu berhenti mengeluh. Aku sudah memberikan saran yang baik." Max mengedikkan bahunya acuh dan mulai meraih tasnya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih dan sebentar lagi perpustakaan akan tutup.
"Aku pulang, Beth."
Betty mengangguk pasrah. "Ya, berikan salamku pada Wanda."
Sudah dua jam Betty berkutat dengan kegiatannya menata buku. Entah kenapa banyak sekali buku yang dikembalikan hari ini, sehingga dia harus menatanya sebelum perpustakaan kembali dibuka besok.
Entah berapa lama Betty berkutat dengan buku-bukunya. Waktu berputar begitu cepat sampai jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tidak terlalu larut untuk Betty, setidaknya dia masih menemukan satu atau dua manusia di jalan nanti.
Betty mulai meninggalkan perpustakaan dengan mantel yang terpasang erat di tubuhnya. Musim dingin akan segera datang dan dia bimbang akan itu. Betty sangat menyukai musim dingin, tapi tidak dengan tubuhnya. Entah kenapa tubuhnya begitu sensitif dengan hawa dingin yang dapat membuatnya flu seketika.
Betty memilih untuk melewati jalan pintas. Dia memilih jalan ini untuk mempersingkat waktu. Keadaan jalan yang gelap sudah menjadi hal yang baisa untuk Betty. Namun entah kenapa kali ini berbeda. Langkahnya terhenti saat mendengar suara rintihan seseorang yang membuat bulu kuduknya berdiri. Mata indah itu menatap ke segala arah dengan penasaran, mencoba mencari tahu asal suara mengerikan itu.
Betty terus berjalan sampai akhirnya suara rintihan itu semakin jelas terdengar. Semakin penasaran, Betty tidak ragu lagi untuk mencari tahu. Matanya membulat begitu melihat ada jejak darah di depannya.
"Aku mohon, Tuhan. Jangan korban pembunuhan lagi," gumam Betty mengikuti jejak darah itu.
Langkah Betty terhenti saat melihat seorang pria tengah terbaring lemah di balik tempat sampah. Matanya mengedar ke segala arah untuk mencari bantuan. Pria itu masih hidup! Betty sangat yakin, karena tangan pria itu melambai padanya seolah meminta bantuan.
"Astaga! Apa yang terjadi? Kita harus ke rumah sakit sekarang!" Betty mendekat dan menatap ngeri pada luka menganga di perut pria itu.
"Ja-ngan." Pria itu meraih tangan Betty dan meletakkan sebuah kotak kecil di tangannya
"Apa ini?" tanya Betty bingung.
"Tol-ong berikan benda ini pada Al."
Betty terdiam dan menatap kotak itu penasaran, "Sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang."
"Tidak! Biarkan aku mati di sini. Sekarang kau pergi dan berikan benda itu pada Al."
"Aku tidak mengerti!" Betty berteriak histeris. Tentu saja dia bingung karena pria di hadapannya memilih untuk mati malam ini.
"Zoo bar & club. Al ada di sana, cepat pergi atau kau akan berakhir mengenaskan sepertiku."
Takut, itu yang Betty rasakan. Matanya sudah memerah menahan tangis karena bingung harus melakukan apa. Dia hanya ingin pulang sekarang. Gadis itu tidak menyangka jika akan bertemu dengan pria sekarat malam ini.
"Ak-ku mohon, pergi sekarang."
"Bagaimana denganmu? Kau akan mati!" teriak Betty menangis.
Tanpa disangka pria itu tersenyum. "Ini sudah jalan yang aku pilih."
"Aku tidak bisa meninggalkanmu seperti ini." Betty masih ragu untuk pergi.
"Sial! Bisakah kau menurut?! Aku tidak punya banyak waktu. Kau hanya perlu pergi menemui Al dan berikan benda itu. Ingat satu hal, namaku Gordon." Gordon berbicara dengan lemah. Rasa sakit di tubuhnya benar-benar tidak bisa ditolong. Hanya satu misi lagi dan semua akan berakhir. Dia belum bisa pergi dengan tenang jika kotak itu belum berada di tangan yang tepat.
"Tidak! Buka matamu! Jangan mati, setidaknya jangan mati sekarang! Astaga, bagaimana ini?!" Betty berteriak frustrasi. Tangannya bergetar berusaha untuk membangunkan Gordon yang mulai terpejam. Namun, sepertinya sia-sia karena pria itu tetap menutup matanya.
Kaki Betty terasa lemas melihat pemandangan itu. Tangannya dengan gemetar mencengkeram erat kotak pemberian Gordon. Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang? Menghubungi polisi atau bagaimana?
Akhirnya Betty memutuskan untuk kembali ke jalan utama dengan langkah berat. Tubuhnya masih lemas melihat bagaimana Gordon mati di hadapannya. Ini pertama kalinya Betty melihat betapa kejamnya dunia malam.
Betty tidak akan memanggil polisi. Dia tidak mau terlibat dengan masalah Gordon. Lebih baik dia menyerahkan semua ini ke pada pria yang bernama Al. Betty yakin jika pria itu akan melakukan sesuatu nantinya.
***
Suasana bar yang ramai membuat Aldric mendengus tidak suka. Dia memang tidak suka keramaian tapi hanya Zoo Bar & Club yang menjadi tempat teraman untuknya saat ini, setidaknya untuk pria sepertinya.
Asap rokok kembali keluar dari bibir merah itu. Sudah 3 batang rokok yang Aldric habiskan dan Gordon belum juga datang. Apa pria itu lupa jalan kembali? Seharusnya Mr. X memberikan misi Gordon padanya. Target Gordon kali ini bukanlah main-main. Banyak tameng berlapis yang melindungi target dan hanya otak licik Aldric yang dapat menembusnya.
Tepukan pada bahunya membuat Aldric menoleh. "Ada seseorang yang mencarimu."
Alis Aldric bertaut, "Siapa?"
"Aku tidak tahu, dia bertanya pada semua orang di mana pria yang bernama Al. Tentu saja tidak ada yang tahu!"
Aldric terdiam. Tidak ada yang mengetahui namanya selama ini. Hanya orang-orang yang berkecimpung di dunia gelap yang mengetahui namanya. Jadi siapa orang yang mencarinya?
"Di mana dia?"
"Di sana," tunjuk Roy pada gadis yang tengah berdiri dengan gelisah, "Apa kau menghamilinya?" Lanjut Roy dengan bodoh.
Aldric memilih untuk mengabaikan Roy dan berjalan ke arah gadis yang terlihat mencolok dengan pakaian tertutupnya. Dari kejauhan, Aldric dapat melihat raut wajah ketakutan yang tidak dapat disembunyikan.
"Kau mencariku?" tanya Aldric dengan pelan, berusaha untuk tidak menarik perhatian banyak orang.
"Kau pria yang bernama Al?" tanya Betty bodoh. Matanya menatap pria di hadapannya dengan teliti. Kaos putih dengan balutan jaket kulit serta celana jeans membuat tampilan Aldric terlihat normal. Namun Betty meyakinkan diri jika pria di hadapannya sama bahayanya seperti Gordon.
"Jika kau pria yang bernama Al, ini untukmu." Betty meraih tangan Aldric dan meletakkan kotak pemberian Gordon dengan cepat.
Aldric terdiam dengan mata yang tertuju pada tangan Betty. Tangan kecil itu terasa hangat menggenggamnya.
"Apa ini?"
Pertanyaan bodoh! Tentu saja Aldric tahu apa isi kotak itu. Bukti fisik yang menunjukkan jika Gordon sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Entah mata, lidah, gigi, atau bahkan jantung dari target.
"Aku tidak tahu, Gordon memintaku untuk memberikannya padamu."
"Di mana dia?" tanya Aldric dengan dingin. Wajahnya begitu kaku saat sadar jika Gordon sedang tidak baik-baik saja sekarang. Jika keadaan Gordon baik, maka pria itu sendiri yang akan menemuinya.
"Dia-" Betty menelan ludahnya gugup, "Dia sudah meninggal, di sekitar Curzon st."
Aldric memejamkan matanya sebentar dan mengangguk. Benar dugaannya, Gordon sedang tidak baik-baik saja. Mungkin pria itu kewalahan dengan anak buah Richard yang terus mengejarnya karena berhasil membunuh tuannya.
"Kau harus mengambil jasadnya," ucap Betty dengan suara serak menahan tangis. Dia kembali teringat dengan Gordon yang mati secara mengenaskan.
"Tidak perlu," kata Aldric singkat dan berbalik meninggalkan Betty.
"Hei! Kau tidak bisa pergi begitu saja! Dia temanmu bukan?" Betty mengejar Aldric dan menarik lengannya. Lagi-lagi sengatan itu kembali Aldric rasakan.
"Jika kukatakan dia bukan temanku, apa kau akan menyerah?"
Betty menggaruk lehernya gugup. "Setidaknya kau mengenalnya. Demi Tuhan! Pria itu sudah mati dan sendirian di gang sempit itu!"
"Pelankan suaramu!" Mata Aldric menajam.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia bisa mati? Dan kenapa kau bisa sesantai ini?!" Betty berbicara dengan frustrasi. Dia tidak pernah berurusan dengan hal seperti ini. Bahkan untuk masuk ke dalam bar pun ini pertama kali untuknya. Sebut saja Betty kutu buku, karena itu benar adanya.
Aldric berjalan mendekat membuat Betty mundur dengan gugup, "Aku tekankan padamu. Semua ini bukan urusanmu."
"Jika kau tidak mau mengurus mayat Gordon, aku akan memanggil polisi." Ancam Betty yang justru membuat Aldric tersenyum manis. Senyum yang merupakan pertanda buruk.
"Menghubungi polisi, eh? Coba saja, mari kita lihat seberapa beraninya dirimu."
Betty memejamkan matanya menahan emosi. Pria di hadapannya benar-benar misterius dan menyebalkan. Jika memang itu maunya, Betty akan lakukan. Dia akan menghubungi polisi untuk mengatasi mayat Gordon. Biar bagaimanapun juga dia adalah manusia yang mempunyai hati. Dia tidak akan tega melihat mayat Gordon membusuk begitu saja.
"Baik jika itu yang kau inginkan. Tahu akan seperti ini lebih baik aku ke kantor polisi dari pada menemuimu." Betty berbalik untuk pergi. Dia sudah tidak nyaman berada di tempat ini. Bagaimana bisa Rubby bertahan bekerja di sini?
Sebuah cengkeraman erat berhasil membuat Betty meringis. Gadis itu berbalik dan menatap mata Aldric yang begitu menakutkan.
"Hati-hati dengan apa yang kau lakukan."
"Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Jika kau tidak ma-"
"Sial!" Aldric mengumpat membuat ucapan Betty terhenti. Dia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang, "Urus mayat Gordon, hilangkan jejak sampai bersih."
Aldric memutuskan panggilannya secara sepihak. "Kau puas, Nona?" tanyanya pada Betty.
"Ya aku puas, terima kasih," ucap Betty tersenyum manis.
Lagi-lagi tubuh Aldric terpaku. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa sentuhan dan senyum gadis itu begitu berefek padanya?
"Aku harap kau menutup mulutmu tentang semua ini. Jika tidak, jangan menyesal jika kita akan bertemu lagi." Aldric tersenyum manis dan membuat tubuh Betty merinding. Pria itu mengancamnya.
"Pergilah," usir Aldric dan berjalan menjauh. Namun dia kembali berbalik dan tersenyum manis, "Lain kali jangan sentuh orang asing seperti itu, kau tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka."
Betty terdiam dan menatap tangannya kesal. Benar, dia begitu lancang menyentuh Aldric, tapi dia tidak bisa mencegahnya. Mungkin pria itu tidak suka jika ada orang asing yang menyentuhnya.
Namun pikiran Betty salah besar, justru sentuhan itu menimbulkan efek berbahaya untuk tubuh Aldric.
***
TBC
Sekarang Cindy paham kenapa hidupnya selalu berjalan dengan baik meskipun selalu kekurangan. Itu semua tidak lepas dari Mr. Auredo yang selalu menjaganya dari jauh, tapi semua kenyamanan itu hilang ketika Chris menggantikan posisi ayahnya untuk menjaga Cindy. Chris memang menjalankan tugasnya dengan baik, tapi dengan keegoisan yang tinggi apakah Cindy masih bisa bertahan? "Kau lebih mirip iblis dari pada malaikat." - Madeline Cindy "Seharusnya aku menghukummu karena bicara seperti itu, tapi kali ini akan kumaafkan karena memang aku lebih menyukai iblis dari pada malaikat." - Christopher Auredo *** Viallynn
Coba bayangin gimana rasanya ditaksir sama duda? Iya duda. Itu yang gue rasain sekarang. Bisa-bisanya cowok kalem kayak dia suka sama cewek aneh kayak gue? Pingin banget gue lari, tapi ada buntutnya yang bikin nggak jadi. Bukannya gue nggak mau, tapi gue masih unyu. Nggak lucu kalo gue bener jadi sama si duda, bisa-bisa gue ikutan tua. Untung banyak duitnya, kalo nggak ya babai aja. "Lamaran saya diterima nggak?" "Tapi nanti kasih saya bayi yang lucu ya, Pak?" "Gampang, nanti kita buat." *** Viallynn
Kehidupan seorang Ana berubah ketika dia terlibat masalah dengan pengusaha yang menjadi pembicara di acara seminar kampus. Bukan keinginannya untuk berurusan dengan pria menyebalkan itu, namun entah kenapa pria itu malah berusaha untuk menambah masalah sehingga mau tidak mau Ana harus sering berjumpa dengannya. Tanpa Ana sadari bahwa pria itu adalah pria yang ditunggunya selama ini. Pria yang mengisi hatinya. Bertahun-tahun tidak bertemu membuat Ana lupa akan rupa pria itu. Harapan Ana berbanding terbalik dengan kenyataannya. Pria itu muncul dengan sifat dinginnya yang membuat Ana kesal, namun tidak bisa dipungkiri jika Ana begitu memuja pria itu. Begitu banyak masalah yang menimpa hubungan mereka. Teror-teror bermunculan untuk menghancurkan mereka. Apakah mereka bisa mengatasi masalah itu dan terus bertahan? *** Viallynn
Bagi Rezal Mahesa, masih melajang di usia 32 tahun bukanlah sesuatu yang memalukan. Dia sudah nyaman hidup mulus tanpa lika-liku percintaan yang memuakkan. Pekerjaan yang menjanjikan seharusnya bisa membuatnya berpikir tentang indahnya sebuah rumah tangga. Namun Rezal tidak berniat untuk mencari dan memilih untuk menunggu, membiarkan Tuhan yang menjalankan skenario indah untuk hidupnya. Sampai akhirnya muncul gadis muda yang merupakan mahasiswa magang di kantornya. Meskipun ragu, tapi batu besar di hati Rezal perlahan mulai terkikis. Sikap Naya yang unik, konyol, dan dewasa di satu waktu berhasil membuat hatinya menghangat. Apa Rezal harus menyiapkan gedung pernikahan mulai dari sekarang? *** Viallynn
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Setelah tiga tahun tanpa cinta, pengkhianatan Nando sangat melukai Kumala. Dia tidak membuang waktu untuk menyingkirkan pria itu! Setelah perceraian, dia mengabdikan dirinya untuk mengejar karier. Menjadi terkenal sebagai desainer top, dokter yang terampil, dan peretas brilian, dia menjadi figur yang dihormati. Nando, menyadari kesalahan besarnya, mencoba dengan-untuk memenangkannya kembali, hanya untuk menyaksikan pernikahannya yang megah dengan orang lain. Saat sumpah mereka disiarkan di papan reklame terbesar di dunia, Farhan menyelipkan cincin ke jari Kumala dan menyatakan, "Kumala sekarang adalah istriku, harta karun yang tak ternilai harganya. Biarlah semua orang yang menginginkannya berhati-hati!"
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!
"Kamu butuh pengantin wanita, aku butuh pengantin pria. Bagaimana kalau kita menikah?" Karena sama-sama ditinggalkan pasangan masing-masing, Elis memutuskan untuk menikah dengan pria asing cacat dari tempat pesta pernikahan sebelah. Mengasihani keadaan pria yang cacat itu, dia bersumpah untuk memanjakannya begitu mereka menikah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria itu sebenarnya adalah pebisnis kaya raya yang berkuasa. Joshua mengira Elis hanya menikah dengannya demi uangnya, dan berencana menceraikannya ketika wanita itu tidak lagi berguna baginya. Namun setelah menjadi suaminya, dia dihadapkan pada dilema baru. "Wanita itu terus meminta cerai, tapi aku tidak ingin bercerai! Apa yang harus kulakukan?"
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.