Alina terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam
Alina terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam.
Dalam mimpi itu, ia berada di sebuah hutan lebat. Pohon-pohon menjulang tinggi, menaungi tanah yang dipenuhi lumut hijau. Udara dingin menusuk tulang, dan bau tanah basah memenuhi hidungnya. Ia berjalan sendirian, langkahnya berat, seolah terbebani oleh sesuatu yang tak terlihat.
Tiba-tiba, ia mendengar suara gemerisik dedaunan. Ia menoleh, jantungnya berdebar semakin kencang. Di sana, berdiri seorang pria. Wajahnya samar-samar, terhalang oleh bayangan pepohonan. Namun, matanya, mata berwarna biru kehijauan yang dalam, menatapnya dengan intensitas yang tak terlupakan.
"Siapa kamu?" tanya Alina, suaranya gemetar.
Pria itu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum, senyum yang hangat dan menenangkan. Alina merasa terhipnotis oleh tatapannya. Ia ingin mendekat, namun tubuhnya terasa lumpuh.
"Aku... aku harus pergi," ucap Alina, suaranya nyaris tak terdengar.
Pria itu kembali tersenyum, lalu menghilang dalam kegelapan. Alina terbangun, tubuhnya masih bergetar. Ia mengusap keringat dingin di dahinya, mencoba memahami mimpi itu.
Mimpi itu selalu sama, namun terasa semakin nyata setiap malam. Alina mulai merasa terusik. Siapa pria itu? Mengapa ia selalu muncul dalam mimpinya? Dan apa arti dari hutan lebat itu?
Alina mencoba melupakan mimpi itu. Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke jendela. Bulan purnama bersinar terang di langit, menerangi kota yang tertidur lelap. Alina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya.
"Hanya mimpi," gumamnya. "Hanya mimpi."
Namun, di lubuk hatinya, Alina tahu bahwa mimpi itu bukanlah sekadar mimpi. Itu adalah kilasan masa lalu, sebuah misteri yang menanti untuk dipecahkan.
Alina menghabiskan hari-hari berikutnya dalam kebingungan. Mimpi itu terus menghantuinya, wajah pria bermata biru itu terukir jelas di benaknya. Ia mencoba mencari jawaban dalam buku-buku sejarah, menelusuri arsip keluarga, bahkan berkonsultasi dengan seorang ahli mimpi. Namun, semua usahanya sia-sia.
"Mungkin itu hanya mimpi biasa, Alina," kata Profesor Davis, ahli mimpi yang ia konsultasikan. "Terkadang, mimpi kita mencerminkan keinginan terpendam atau ketakutan yang kita miliki."
Alina menggeleng. Ia yakin mimpi itu bukan sekadar khayalan. Ada sesuatu yang lebih dalam, lebih nyata, yang tersembunyi di balik mimpi itu.
Suatu malam, saat ia sedang membaca buku tentang sejarah keluarga, matanya tertuju pada sebuah foto lama. Foto itu memperlihatkan seorang wanita muda dengan rambut cokelat panjang dan mata biru kehijauan yang dalam. Alina tersentak. Wanita itu memiliki mata yang sama dengan pria dalam mimpinya.
"Ini dia," gumam Alina, jantungnya berdebar kencang. "Ini dia kunci dari misteri ini."
Ia mempelajari foto itu dengan saksama. Di bagian bawah foto tertulis nama wanita itu: "Amelia, 1890." Alina langsung mencari informasi tentang Amelia di internet. Ia menemukan sebuah catatan singkat tentang Amelia, seorang pelukis yang meninggal muda dalam sebuah kecelakaan kereta api.
Alina merasa terdorong untuk menelusuri jejak Amelia lebih jauh. Ia memutuskan untuk mengunjungi kota tempat Amelia tinggal, sebuah kota kecil di daerah pedesaan. Ia berharap menemukan petunjuk tentang Amelia dan mungkin, tentang pria bermata biru dalam mimpinya.
Perjalanan Alina ke kota kecil bernama Willow Creek terasa seperti perjalanan ke masa lalu. Rumah-rumah tua dengan arsitektur Victorian menghiasi jalanan berbatu. Udara dipenuhi dengan aroma bunga dan tanah basah, mengingatkan Alina pada hutan dalam mimpinya.
Alina mengunjungi museum lokal, berharap menemukan informasi lebih lanjut tentang Amelia. Namun, museum itu hanya menyimpan sedikit koleksi tentang Amelia, hanya beberapa lukisan dan sebuah catatan singkat tentang hidupnya.
"Amelia adalah pelukis yang berbakat," kata kurator museum, seorang wanita tua dengan rambut putih dan mata tajam. "Ia memiliki bakat luar biasa dalam menangkap keindahan alam. Sayangnya, ia meninggal muda dalam sebuah kecelakaan kereta api."
Alina mencoba menggali lebih dalam tentang kecelakaan itu, namun wanita tua itu hanya menggeleng. "Tidak ada yang tahu pasti penyebab kecelakaan itu," katanya. "Kereta api itu tiba-tiba tergelincir dan jatuh ke jurang. Amelia dan beberapa penumpang lainnya tewas seketika."
Alina meninggalkan museum dengan perasaan hampa. Ia merasa semakin dekat dengan Amelia, namun juga semakin jauh dari jawaban atas misteri mimpinya.
Ia memutuskan untuk menjelajahi kota itu lebih jauh. Ia berjalan menyusuri jalanan berbatu, melewati rumah-rumah tua yang tampak kosong dan sunyi. Kota ini terasa seperti kota hantu, dipenuhi dengan kenangan yang terlupakan.
Tiba-tiba, Alina terhenti di depan sebuah rumah tua yang tampak berbeda dari yang lain. Rumah itu memiliki taman yang terawat dengan baik, dipenuhi bunga-bunga berwarna cerah. Di depan pintu, tergantung sebuah papan nama dengan tulisan "The Blue Eye Inn."
Alina merasakan jantungnya berdebar kencang. Mata biru. The Blue Eye Inn. Apakah ada hubungannya dengan pria dalam mimpinya?
Alina mengetuk pintu The Blue Eye Inn dengan tangan gemetar. Pintu terbuka, memperlihatkan seorang wanita tua dengan rambut putih dan mata biru yang tajam. Wanita itu tersenyum hangat, mempersilakan Alina masuk.
"Selamat datang di The Blue Eye Inn," kata wanita itu. "Nama saya Mrs. Hawthorne. Apa yang bisa saya bantu?"
Alina tertegun. Mata biru itu. Sama seperti mata pria dalam mimpinya. Ia merasa seperti telah menemukan jawaban atas misteri yang selama ini menghantuinya.
"Saya... saya mencari informasi tentang Amelia," kata Alina. "Amelia, pelukis yang meninggal dalam kecelakaan kereta api."
Mrs. Hawthorne mengangguk. "Ya, saya tahu Amelia. Ia adalah teman baik saya. Kami sering melukis bersama di taman ini."
Alina terkesima. Ia tidak menyangka akan menemukan seseorang yang mengenal Amelia. Ia bertanya tentang Amelia, tentang kecelakaan kereta api, dan tentang pria bermata biru dalam mimpinya.
Mrs. Hawthorne mendengarkan dengan saksama. Setelah Alina selesai berbicara, Mrs. Hawthorne mengajak Alina ke ruang belakang, sebuah ruangan kecil dengan meja dan cermin besar di dinding.
"Amelia sering melukis di sini," kata Mrs. Hawthorne. "Ia suka melihat bayangannya di cermin. Ia percaya bahwa bayangannya menyimpan rahasia tentang masa depannya."
Alina mendekat ke cermin, menatap bayangannya sendiri. Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang. Ia menoleh ke belakang, namun Mrs. Hawthorne telah menghilang.
Alina melihat ke cermin lagi. Di sana, berdiri seorang pria. Wajahnya samar-samar, namun matanya, mata berwarna biru kehijauan yang dalam, menatapnya dengan intensitas yang tak terlupakan.
"Kau..." bisik Alina, suaranya gemetar. "Kau pria dalam mimpiku."
Pria itu tersenyum, senyum yang hangat dan menenangkan. Alina merasa terhipnotis oleh tatapannya. Ia ingin mendekat, namun tubuhnya terasa lumpuh.
"Aku... aku harus pergi," ucap Alina, suaranya nyaris tak terdengar.
Pria itu kembali tersenyum, lalu menghilang dari cermin. Alina terhuyung mundur, tubuhnya gemetar. Ia merasa seperti telah terjebak dalam sebuah mimpi yang tak berujung.
Bersambung...
Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Kota Harapan, dengan rumah-rumah tua bercat warna pastel dan taman-taman kecil yang tertata rapi, terasa begitu damai dan menenangkan. Aria, seorang fotografer muda yang baru saja pindah ke sini, berharap dapat menemukan inspirasi baru untuk karyanya. Ia ingin menangkap keindahan sederhana yang terpancar dari setiap sudut kota ini.
Mentari mulai meredup, menorehkan warna jingga dan ungu di cakrawala. Ombak berdesir lembut di bibir pantai, menyapa kaki-kaki telanjang Laras yang menapaki pasir lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut asin yang familiar, membangkitkan kenangan masa kecil yang terlupakan. Laras memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara segar yang terasa begitu menenangkan.
Safira adalah seorang gadis berusia 25 tahun yang tinggal di kota kecil bernama Springville. Ia memiliki wajah yang cantik dengan mata berwarna cokelat yang memikat dan senyum yang ramah. Safira dikenal sebagai sosok yang selalu siap membantu orang lain tanpa pamrih.
Maya, yang kini menjalani kehidupan setelah kehilangan Rama, merasa hampa dan kesepian. Namun, suatu hari, dia menerima sebuah kejutan tak terduga yang mengubah hidupnya. Dia bertemu dengan seseorang yang secara kebetulan memiliki banyak kesamaan dengan Rama, baik dalam penampilan maupun kepribadian.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?