Mentari mulai meredup, menorehkan warna jingga dan ungu di cakrawala. Ombak berdesir lembut di bibir pantai, menyapa kaki-kaki telanjang Laras yang menapaki pasir lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut asin yang familiar, membangkitkan kenangan masa kecil yang terlupakan. Laras memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara segar yang terasa begitu menenangkan.
Mentari mulai meredup, menorehkan warna jingga dan ungu di cakrawala. Ombak berdesir lembut di bibir pantai, menyapa kaki-kaki telanjang Laras yang menapaki pasir lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut asin yang familiar, membangkitkan kenangan masa kecil yang terlupakan. Laras memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara segar yang terasa begitu menenangkan.
Ia kembali ke kota kecil ini, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan, setelah bertahun-tahun merantau di kota besar. Sejak kepergiannya, kota ini tak banyak berubah. Rumah-rumah tua dengan cat pudar masih berdiri kokoh, deretan pohon kelapa yang menjulang tinggi masih setia menyapa setiap pengunjung, dan suara jangkrik yang bernyanyi di malam hari masih tetap merdu. Hanya Laras yang berubah, lebih dewasa, lebih bijaksana, dan lebih banyak menyimpan cerita di balik senyumnya.
Laras berjalan menyusuri pantai, menikmati suasana senja yang tenang. Matanya tertuju pada sebuah batu karang besar yang menjorok ke laut. Di atas batu karang itu, seorang pria duduk termenung, punggungnya menghadap ke arah laut. Sosoknya tinggi dan tegap, rambutnya berwarna hitam legam yang dibiarkan terurai, dan matanya yang tertutup seolah menyimpan sejuta misteri.
Sebuah rasa aneh tiba-tiba menyergap Laras. Ia merasa pernah melihat pria ini sebelumnya, meskipun ia yakin baru pertama kali menginjakkan kaki di pantai ini setelah sekian lama. Rasa deja vu yang kuat membuatnya terpaku di tempat, tak berani mendekat.
"Maaf, bolehkah aku duduk di sini?"
Suara pria itu, yang terdengar begitu lembut dan menenangkan, membuyarkan lamunan Laras. Ia tersentak, dan baru menyadari bahwa ia telah berdiri terpaku di dekat pria itu cukup lama.
"Oh, ya, tentu saja," jawab Laras gugup, lalu duduk di sebelah pria itu.
"Namaku Rama," kata pria itu, sambil tersenyum tipis. Senyum yang membuat jantung Laras berdebar kencang.
"Laras," jawabnya, tanpa sadar menunduk.
Keduanya terdiam sejenak, hanya suara deburan ombak yang memecah kesunyian. Laras merasakan tatapan Rama yang intens, seolah menembus ke dalam jiwanya. Ia merasa ada ikatan kuat yang tak terjelaskan antara dirinya dan Rama, meskipun baru beberapa menit mereka saling mengenal.
"Kau berasal dari sini?" tanya Rama, memecah keheningan.
"Ya, aku lahir dan besar di sini," jawab Laras. "Tapi aku sudah lama merantau di kota besar."
"Aku juga," jawab Rama. "Tapi aku baru kembali ke sini beberapa minggu yang lalu."
"Kenapa kau kembali ke sini?" tanya Laras, penasaran.
Rama tersenyum misterius. "Aku mencari sesuatu," jawabnya singkat.
Laras mengerutkan kening, tak mengerti maksudnya. Namun, ia tak ingin menanyakan lebih lanjut. Ia merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik kata-kata Rama, sesuatu yang tak ingin ia ketahui.
Matahari telah tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja yang semakin gelap. Laras merasakan hawa dingin mulai menyelimuti tubuhnya.
"Sudah larut, aku harus pulang," kata Laras, berdiri.
"Aku antar," tawar Rama.
Laras ragu sejenak, lalu mengangguk. Ia merasa tak ingin berpisah dengan Rama, meskipun baru beberapa saat mereka bersama.
Saat mereka berjalan bersama di sepanjang pantai, Laras merasakan sebuah kehangatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa telah menemukan sesuatu yang istimewa, sesuatu yang telah lama ia cari. Namun, ia tak tahu apa itu, dan ia tak berani berharap terlalu banyak.
"Terima kasih," kata Laras, saat mereka sampai di depan rumahnya.
"Sama-sama," jawab Rama, sambil tersenyum. "Sampai jumpa lagi, Laras."
Laras hanya mengangguk, tak berani menatap mata Rama terlalu lama. Ia merasa ada sesuatu yang akan berubah dalam hidupnya, sesuatu yang tak terduga dan tak terlupakan.
Laras masuk ke dalam rumah, meninggalkan Rama yang masih berdiri di depan pintu. Ia merasakan debaran jantungnya tak kunjung mereda. Ia tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun ia yakin bahwa pertemuannya dengan Rama bukanlah sebuah kebetulan.
Senja di pantai itu telah meninggalkan jejak di hatinya, sebuah jejak yang tak akan pernah terlupakan.
Hari-hari berikutnya terasa berbeda bagi Laras. Setiap sudut kota kecil ini mengingatkannya pada pertemuannya dengan Rama. Ia kerap menemukan dirinya terhanyut dalam lamunan, membayangkan senyum Rama yang misterius, dan kata-katanya yang penuh teka-teki.
Laras mencoba melupakan Rama, fokus pada pekerjaannya di galeri seni milik keluarganya. Namun, setiap kali ia melihat lukisan-lukisan tua yang dipajang, ia tak bisa menahan rasa penasaran tentang masa lalu Rama.
Suatu sore, saat Laras sedang menata koleksi baru, sebuah buku tua menarik perhatiannya. Buku itu terbungkus kain beludru berwarna merah tua, dan terdapat sebuah label kecil bertuliskan "Album Keluarga". Ia penasaran, perlahan membuka buku itu.
Di dalamnya, terdapat foto-foto keluarga yang usang. Salah satu foto menampilkan seorang pria muda, dengan senyum yang sangat mirip dengan Rama. Pria itu mengenakan baju tradisional yang sama dengan yang pernah dikenakan Rama saat mereka bertemu di pantai.
Laras tercengang. Ia membalik halaman berikutnya, dan menemukan foto yang lebih mengejutkan. Foto itu menampilkan seorang wanita muda, dengan wajah yang sangat mirip dengan dirinya. Wanita itu mengenakan baju tradisional yang sama dengan yang pernah dikenakan Laras saat ia masih kecil.
Laras semakin penasaran. Ia mencari informasi lebih lanjut tentang buku itu, namun tak menemukan petunjuk apapun. Ia hanya menemukan catatan kecil di bagian belakang buku, bertuliskan "Rama, 1987".
Laras mencoba menghubungkan semua petunjuk yang ia temukan. Ia yakin bahwa Rama bukanlah orang asing baginya, dan ada hubungan yang kuat antara mereka, meskipun ia tak tahu apa itu.
Ia memutuskan untuk mencari Rama. Ia bertanya kepada penduduk sekitar, namun tak ada yang mengenal pria bernama Rama. Ia bahkan mencoba mencari di media sosial, namun tak menemukan akun dengan nama Rama.
Laras merasa putus asa. Ia merasa semakin terjebak dalam misteri yang semakin membingungkan. Ia tak tahu harus berbuat apa, dan ia mulai merasa takut.
Suatu malam, saat Laras sedang duduk di balkon rumahnya, ia melihat sebuah cahaya menyala di ujung pantai. Cahaya itu mendekat, dan akhirnya berhenti di depan rumahnya.
Laras tercengang. Ia melihat Rama berdiri di depan pintu, dengan senyum yang sama misterius seperti saat pertama kali mereka bertemu.
"Laras, bolehkah aku masuk?" tanya Rama.
Laras hanya bisa mengangguk, tak mampu berkata-kata.
Laras terdiam, menatap Rama yang berdiri di ambang pintu. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, sebuah campuran antara kegembiraan dan ketakutan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia merasa tak bisa menolak ajakan Rama untuk masuk.
"Silakan masuk, Rama," ucap Laras, suaranya sedikit gemetar.
Rama tersenyum, matanya berbinar-binar. Ia melangkah masuk, dan Laras menuntunnya ke ruang tamu.
"Laras, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," kata Rama, sambil mengeluarkan sebuah kotak kayu tua dari balik jasnya.
Laras mengerutkan kening, penasaran. Ia mengambil kotak itu dari tangan Rama, dan membukanya perlahan. Di dalam kotak itu, terdapat sebuah kalung perak yang indah, dengan liontin berbentuk bulan sabit.
"Ini milikmu, Laras," kata Rama, suaranya lembut. "Aku menemukannya di sebuah peti tua di rumah nenekku. Aku tahu kalung ini milikmu."
Laras tercengang. Ia mengenali kalung itu. Itu adalah kalung pemberian ibunya, yang hilang saat ia masih kecil. Ia selalu menyimpan kenangan tentang kalung itu, meskipun ia tak pernah tahu apa yang terjadi padanya.
"Bagaimana kau bisa menemukannya?" tanya Laras, suaranya bergetar.
Rama tersenyum misterius. "Aku tak bisa menjelaskannya sekarang, Laras. Tapi aku tahu, kalung ini adalah kunci untuk mengungkap masa lalu kita."
Laras terdiam, tak tahu harus berkata apa. Ia merasa semakin terjebak dalam misteri yang semakin membingungkan. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun ia merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik semua ini.
"Laras, aku ingin kau tahu bahwa aku tak akan menyakitimu," kata Rama, mendekati Laras. "Aku hanya ingin membantu kau menemukan kebenaran tentang masa lalu kita."
Laras menatap mata Rama, mencoba membaca isi hatinya. Ia merasakan sebuah kehangatan yang tak terjelaskan, namun ia tak bisa menghilangkan rasa takut yang menghantuinya.
"Aku percaya padamu, Rama," kata Laras, meskipun ia tak yakin dengan kata-katanya sendiri.
"Terima kasih, Laras," jawab Rama, sambil tersenyum. "Sekarang, aku ingin kau melihat sesuatu."
Rama mengeluarkan sebuah foto dari sakunya. Foto itu menampilkan seorang wanita muda, dengan wajah yang sangat mirip dengan Laras. Wanita itu mengenakan baju tradisional yang sama dengan yang pernah dikenakan Laras saat ia masih kecil.
"Ini ibumu, Laras," kata Rama. "Aku menemukan foto ini di rumah nenekku. Aku tahu, ibumu dan nenekku adalah sahabat karib."
Laras terdiam, matanya tertuju pada foto itu. Ia merasa ada sesuatu yang familiar, namun ia tak bisa mengingatnya.
"Laras, ibumu meninggal saat kau masih kecil," kata Rama, suaranya berbisik. "Ia meninggalkanmu di sebuah panti asuhan, dan tak pernah memberitahumu siapa ayahmu."
Laras merasakan air mata mengalir di pipinya. Ia tak pernah tahu cerita tentang ibunya. Ia selalu bertanya-tanya mengapa ibunya meninggalkannya, dan mengapa ia tak pernah tahu siapa ayahnya.
"Rama, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Laras, suaranya bergetar.
Rama tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Aku akan memberitahumu semuanya, Laras. Tapi kau harus siap mendengar kebenaran, meskipun kebenaran itu mungkin menyakitkan."
Laras mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan. Ia merasa tak bisa lagi menghindar dari kenyataan. Ia harus tahu kebenaran tentang masa lalunya, meskipun kebenaran itu mungkin mengubah hidupnya selamanya.
Bersambung
Alina terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam
Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Kota Harapan, dengan rumah-rumah tua bercat warna pastel dan taman-taman kecil yang tertata rapi, terasa begitu damai dan menenangkan. Aria, seorang fotografer muda yang baru saja pindah ke sini, berharap dapat menemukan inspirasi baru untuk karyanya. Ia ingin menangkap keindahan sederhana yang terpancar dari setiap sudut kota ini.
Safira adalah seorang gadis berusia 25 tahun yang tinggal di kota kecil bernama Springville. Ia memiliki wajah yang cantik dengan mata berwarna cokelat yang memikat dan senyum yang ramah. Safira dikenal sebagai sosok yang selalu siap membantu orang lain tanpa pamrih.
Maya, yang kini menjalani kehidupan setelah kehilangan Rama, merasa hampa dan kesepian. Namun, suatu hari, dia menerima sebuah kejutan tak terduga yang mengubah hidupnya. Dia bertemu dengan seseorang yang secara kebetulan memiliki banyak kesamaan dengan Rama, baik dalam penampilan maupun kepribadian.
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
BRUUKKKKK!! Acre berbalik dengan tergesa kemudian menabrak seorang pria berseragam loreng yang sedang menerima telfon di depan toserba itu. Dan naas nya, ponsel merek Iphone 14 yang digenggam pria berseragam loreng itu pun terlempar ke tengah jalan raya kemudian terlindas oleh mobil picanto yang sedang melaju kencang malam itu. "Hp saya!!!" teriak pria berseragam loreng itu. "Arghh!! Picanto sialan!! Dan Kau!!" Pria itu menatap Acre dengan tatapan tajam. ''LAKUKAN APA YANG SAYA PERINTAHKANN!!!" Pria itu berkata dengan mata tajam dan menyala, membuat Acre ketakutan. ****** Amore Acresia, yang sering dipanggil Acre, awalnya menjalani studynya dengan beasiswa di Luar Negeri tepatnya di Los Angeles California barusaja dipulangkan ke Indonesia karena adanya wabah yang menyerang di seluruh belahan dunia yaitu Corona Vyrus. Amore kembali ke kota kelahirannya, Kudus dan terlibat inseden dengan seorang tentara yang sedang bertugas pam atau pengamanan Covid di kota kelahirannya tersebut. Acre harus bertanggungjawab atas insiden tersebut. Sang tentara kemudian sedikit menaruh perasaan pada Acre akibat insiden tersebut, tetapi sang tentara harus kembali ke Semarang karena Covid sudah mereda. Seperti apa kisah mereka selanjutnya? A. Tan mengungkapkan kisah Amore Acresia (Acre) dan Sang tentara bernama Alexander Yudha (Alex), yang terjadi dengan goresan yang memikat!
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Setelah tiga tahun menikah yang penuh rahasia, Elsa tidak pernah bertemu dengan suaminya yang penuh teka-teki sampai dia diberikan surat cerai dan mengetahui suaminya mengejar orang lain secara berlebihan. Dia tersentak kembali ke dunia nyata dan bercerai. Setelah itu, Elsa mengungkap berbagai kepribadiannya: seorang dokter terhormat, agen rahasia legendaris, peretas ulung, desainer terkenal, pengemudi mobil balap yang mahir, dan ilmuwan terkemuka. Ketika bakatnya yang beragam diketahui, mantan suaminya diliputi penyesalan. Dengan putus asa, dia memohon, "Elsa, beri aku kesempatan lagi! Semua harta bendaku, bahkan nyawaku, adalah milikmu."
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?