/0/17755/coverbig.jpg?v=c03d6b2af81ce04d9d705988982426d3)
Maya, yang kini menjalani kehidupan setelah kehilangan Rama, merasa hampa dan kesepian. Namun, suatu hari, dia menerima sebuah kejutan tak terduga yang mengubah hidupnya. Dia bertemu dengan seseorang yang secara kebetulan memiliki banyak kesamaan dengan Rama, baik dalam penampilan maupun kepribadian.
Maya berdiri sendirian di tengah kerumunan orang di sebuah acara di Jakarta. Dia mengamati sekeliling dengan hati-hati, mencoba mencari wajah yang akrab di antara orang-orang yang bergerak dengan riuh.
MAYA
(membisikkan)
Acara ini benar-benar ramai.
Tiba-tiba, pandangannya tertarik pada seorang pria yang berdiri tidak jauh darinya. Dia tampak tampan dengan senyuman yang menghancurkan hati. Pria itu melihatnya dan tersenyum, membuat Maya merasa seperti dunia berhenti sejenak.
RAMA
(dengan ramah)
Halo, apa kabar?
Maya terkejut, tetapi senyuman Rama membuatnya meleleh.
MAYA
(kurang yakin)
Halo. Baik-baik saja. Bagaimana denganmu?
RAMA
(santai)
Baik juga. Nama saya Rama.
MAYA
(senyum malu-malu)
Maya. Senang bertemu denganmu, Rama.
Mereka berdua terus berbicara dan tertawa sepanjang malam. Mereka merasakan ikatan khusus yang sulit dijelaskan. Setiap percakapan dan sentuhan ringan membuat hati mereka berdegup kencang.
Setelah beberapa jam, acara tersebut berakhir dan mereka harus berpisah. Maya dan Rama saling bertukar nomor telepon, berjanji untuk tetap berhubungan. Namun, di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa ada rintangan besar yang menghalangi mereka.
Maya kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Dia menatap layar ponselnya, berharap Rama akan menghubunginya. Namun, dia juga sadar bahwa dia sudah memiliki pacar yang setia. Dia merasa terjebak dalam konflik batin yang sulit.
MAYA
(berbicara pada dirinya sendiri)
Apa yang sedang terjadi dengan kita, Maya? Kamu sudah memiliki pacar yang mencintaimu. Tapi mengapa hatimu terus berpaling pada Rama?
Maya merenung sejenak, mencoba memahami perasaannya yang rumit. Dia tahu bahwa dia harus memikirkan hubungannya yang sudah ada dan tidak mengkhianati pasangannya. Namun, ketertarikan dan perasaan yang dia miliki terhadap Rama tidak bisa dia pungkiri.
Dalam kesendirian, Maya terus berjuang dengan perasaan bersalah dan pertanyaan moral tentang apa yang seharusnya dia lakukan. Dia ingin mengikuti hatinya, tetapi dia juga tidak ingin menyakiti orang yang mencintainya.
Saat malam berlalu, Maya memutuskan untuk tidur dengan harapan bahwa waktu akan memberinya kejelasan. Dia berbaring di tempat tidurnya, memikirkan pertemuan tak terduga dengan Rama dan perasaan yang dia rasakan.
MAYA
(dalam hati)
Aku harus memikirkan ini dengan hati-hati. Keputusan ini tidak boleh diambil dengan gegabah. Aku harus memikirkan kesetiaan dan tanggung jawabku terhadap pasanganku.
Maya menutup matanya, berusaha meredakan gelombang emosi yang menghantamnya. Dia tahu bahwa dia harus mencari kejelasan sebelum membiarkan perasaannya berkembang lebih jauh.
***
Maya duduk sendirian di sudut kafe yang nyaman, menyeruput secangkir kopi hangat. Pikirannya masih dipenuhi dengan pertemuan tak terduga dengan Rama. Dia memainkan sendok di atas meja, memikirkan apa yang seharusnya dia lakukan.
Tiba-tiba, Rama masuk ke kafe dan melihat Maya. Dia tersenyum dan berjalan mendekat.
RAMA
(dengan senyuman hangat)
Halo, Maya. Bolehkah aku bergabung?
Maya tersenyum gugup dan mengangguk. Dia merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat Rama duduk di hadapannya.
MAYA
(dengan senyuman malu-malu)
Tentu, silakan duduk.
Mereka memesan minuman dan mulai berbicara. Waktu terasa berlalu dengan cepat saat mereka saling berbagi cerita tentang hidup mereka. Maya belajar bahwa Rama adalah seorang seniman yang mencintai lukisan dan mengekspresikan diri melalui karya seni. Rama juga tertarik mendengar tentang pekerjaan Maya sebagai desainer grafis.
MAYA
(dengan penuh minat)
Aku suka melihat karya seni. Apakah aku bisa melihat beberapa lukisanmu suatu saat?
RAMA
(senang)
Tentu, aku akan senang sekali menunjukkan karya-karyaku padamu.
Mereka terus mengobrol dan tertawa, merasakan ikatan yang semakin kuat di antara mereka. Maya merasa nyaman dan terbuka dengan Rama, seperti tidak ada halangan di antara mereka.
Namun, Maya tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa dia sudah memiliki pacar yang setia. Dia merasa bingung dengan perasaannya terhadap Rama dan berusaha menenangkan dirinya sendiri.
MAYA
(dalam hati)
Aku harus berhati-hati. Aku tidak boleh membiarkan perasaanku berkembang lebih jauh. Aku harus tetap setia pada pasanganku.
Namun, semakin sering Maya bertemu dengan Rama, semakin sulit baginya untuk menekan perasaannya. Dia merasa terbagi antara tanggung jawabnya dan keinginannya untuk mengikuti hatinya.
Mereka terus bertemu, menghabiskan waktu bersama, dan semakin dekat satu sama lain. Setiap momen yang mereka bagikan membuat Maya semakin tergila-gila pada Rama. Namun, dia juga merasa bersalah karena dia tahu dia tidak boleh membiarkan perasaannya berkembang lebih jauh.
Suatu hari, Maya duduk sendirian di kamarnya, memandangi foto dirinya dan pasangannya. Dia merasa terjebak dalam kebingungan dan konflik batin.
MAYA
(dengan suara lembut)
Apa yang seharusnya aku lakukan? Aku mencintai pacarku, tapi perasaanku terhadap Rama semakin kuat. Apakah ini hanya keinginan sementara atau ada sesuatu yang lebih dalam?
Dia merenung sejenak, mencoba mencari jawaban dalam dirinya sendiri. Namun, semakin lama dia merenung, semakin sulit baginya untuk menemukan kejelasan.
Maya tahu bahwa dia harus membuat keputusan yang sulit, tetapi dia juga tahu bahwa dia harus menghormati perasaannya sendiri. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mencari kejelasan sebelum mengambil langkah apa pun.
***
Maya duduk di sofa apartemennya, memikirkan pertemuan terakhirnya dengan Rama. Dia merasa bersalah karena dia sudah memiliki pacar yang setia. Maya menatap ponselnya, berharap Rama akan menghubunginya.
Namun, di dalam hatinya, dia juga tahu bahwa dia harus mempertimbangkan kesetiaan terhadap pasangannya saat ini. Dia merasa terjebak dalam konflik batin yang sulit.
MAYA
(berbicara pada dirinya sendiri)
Apa yang sedang terjadi dengan kita, Maya? Kamu sudah memiliki pacar yang mencintaimu. Tapi mengapa hatimu terus berpaling pada Rama?
Dia terus berjuang dengan perasaan bersalah dan pertanyaan moral tentang apa yang seharusnya dia lakukan. Setiap kali dia berbicara dengan Rama, perasaannya semakin kuat dan sulit untuk diabaikan.
Maya mencoba mengalihkan perhatiannya dengan bekerja keras di kantor dan menghabiskan waktu bersama pacarnya. Namun, pikirannya selalu kembali pada Rama.
Suatu malam, Maya duduk sendirian di teras apartemennya, menatap bulan yang bersinar terang di langit malam. Dia merenung tentang cinta dan kesetiaan.
MAYA
(dalam hati)
Apa arti cinta sejati? Apakah itu berarti kita harus mengorbankan perasaan kita demi kesetiaan? Atau apakah kita harus mengikuti hati kita dan mengambil risiko?
Maya merasa terombang-ambing dalam pertanyaan-pertanyaan ini. Dia mencoba mencari jawaban di dalam dirinya sendiri, tetapi semakin dia mencari, semakin rumit perasaannya.
Pada suatu pagi, Maya menerima pesan dari Rama. Dia merasa hatinya berdebar saat membacanya.
Rama: "Hai, Maya. Aku ingin bertemu denganmu. Bisakah kita bertemu di kafe favorit kita?"
Maya duduk di tepi tempat tidurnya, memegang ponselnya dengan tangan gemetar. Dia tahu bahwa pertemuan ini akan menghadapinya pada pilihan sulit antara cinta dan kesetiaan.
Maya memutuskan untuk bertemu dengan Rama, tetapi dengan hati yang berat. Dia tahu bahwa dia harus berbicara dengan jujur dengan Rama tentang situasinya.
Mereka bertemu di kafe favorit mereka, tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. Maya tampak gelisah, tetapi Rama tetap tenang.
RAMA
(dengan penuh perhatian)
Apa yang sedang terjadi, Maya? Kamu terlihat khawatir.
MAYA
(dengan suara lembut)
Rama, aku harus jujur denganmu. Aku sudah memiliki pacar yang mencintaiku. Aku tidak bisa mengkhianati dia.
Rama menatap Maya dengan perasaan campur aduk di matanya.
RAMA
(dengan suara terguncang)
Aku mengerti, Maya. Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi kita harus mempertimbangkan kesetiaan kita masing-masing.
Mereka duduk di kafe, terdiam dalam keheningan yang tegang. Mereka menyadari bahwa meskipun ada ikatan khusus di antara mereka, ada tanggung jawab yang harus mereka pertimbangkan.
Maya memegang tangan Rama, mencoba menenangkannya.
MAYA
(dengan lembut)
Kita harus tetap setia pada pasangan kita, Rama. Ini adalah keputusan yang sulit, tetapi kita harus menghormati komitmen kita.
Rama mengangguk, tetapi mata mereka masih penuh dengan keinginan dan keraguan.
Mereka berdua berpisah dengan perasaan campur aduk. Maya kembali ke apartemennya, merasa sedih dan bingung. Dia tahu bahwa dia telah membuat keputusan yang benar, tetapi hatinya terasa hampa.
Maya duduk sendirian di kamar tidurnya, menatap langit-langit dengan air mata di matanya.
MAYA
(berbisik pada dirinya sendiri)
Aku harus tetap kuat. Aku harus menghormati komitmenku. Tapi mengapa hatiku terasa hancur?
Bersambung
Alina terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam
Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Kota Harapan, dengan rumah-rumah tua bercat warna pastel dan taman-taman kecil yang tertata rapi, terasa begitu damai dan menenangkan. Aria, seorang fotografer muda yang baru saja pindah ke sini, berharap dapat menemukan inspirasi baru untuk karyanya. Ia ingin menangkap keindahan sederhana yang terpancar dari setiap sudut kota ini.
Mentari mulai meredup, menorehkan warna jingga dan ungu di cakrawala. Ombak berdesir lembut di bibir pantai, menyapa kaki-kaki telanjang Laras yang menapaki pasir lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut asin yang familiar, membangkitkan kenangan masa kecil yang terlupakan. Laras memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara segar yang terasa begitu menenangkan.
Safira adalah seorang gadis berusia 25 tahun yang tinggal di kota kecil bernama Springville. Ia memiliki wajah yang cantik dengan mata berwarna cokelat yang memikat dan senyum yang ramah. Safira dikenal sebagai sosok yang selalu siap membantu orang lain tanpa pamrih.
Bagi Sella Wisara, pernikahan terasa seperti sangkar yang penuh duri. Setelah menikah, dia dengan bodoh menjalani kebidupan yang menyedihkan selama enam tahun. Suatu hari, Wildan Bramantio, suaminya yang keras hati, berkata kepadanya, "Aisha akan kembali, kamu harus pindah besok." "Ayo, bercerailah," jawab Sella. Dia pergi tanpa meneteskan air mata atau mencoba melunakkan hati Wildan. Beberapa hari setelah perceraian itu, mereka bertemu lagi dan Sella sudah berada di pelukan pria lain. Darah Wildan mendidih saat melihat mantan isrtinya tersenyum begitu ceria. "Kenapa kamu begitu tidak sabar untuk melemparkan dirimu ke dalam pelukan pria lain?" tanyanya dengan jijik. "Kamu pikir kamu siapa untuk mempertanyakan keputusanku? Aku yang memutuskan hidupku, menjauhlah dariku!" Sella menoleh untuk melihat pria di sebelahnya, dan matanya dipenuhi dengan kelembutan. Wildan langsung kehilangan masuk akal.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Amora Nouline selalu dibanding-bandingkan oleh sang ibu dengan kakak perempuannya sendiri bernama Alana Nouline! Dalam hal apapun Alana selalu unggul dari Amora, membuat sang Ibu lebih menyayangi Alana dibandingkan dengan Amora. Ketika dihadapkan dengan posisi sang ayah yang sakit parah dan memerlukan biaya rumah sakit yang tidak sedikit, Ibu dan kakak Amora sepakat untuk membujuk agar Amora menjual dirinya demi pengobatan sang ayah. Dengan hati teriris perih, terpaksa dan penuh ketakutan, Amora akhirnya menuruti keinginan ibu dan kakaknya demi kesembuhan sang ayah! Sialnya, malam itu laki-laki yang membeli Amora adalah seorang mafia dingin yang meskipun wajahnya teramat tampan namun wajah itu terlihat sangat menakutkan dimata Amora.
“Usir wanita ini keluar!” "Lempar wanita ini ke laut!” Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan“Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, “Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?” Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
"Jodoh itu rahasia Allah. Allah pertemukan kita pada orang yang salah pada awalnya dan mempertemukan kita dengan jodoh yang sesuai pada akhirnya. Itulah tanda Allah sayang pada hamba-Nya." Ini kisah tentang Sabrina. Seorang gadis yang selalu menyelipkan nama seseorang dalam doanya. Berharap bahwa nama itulah yang akan menjadi imamnya kelak. Namun takdir berkata lain saat sang ayah memintanya untuk menikah dengan seorang lelaki bernama Agam. Ya. Sabrina dan Agam. Dua orang yang sebelumnya tidak saling mengenal. Namun dipaksa saling mencintai karena sebuah ikatan yang bernama pernikahan. Pada akhirnya, bisakah Sabrina melupakan masa lalunya dan mulai mencintai Agam? ***** Kepoin instagram author juga : @iney_calysta