Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Maya, dengan rambut cokelat keemasan yang selalu terurai bebas dan mata biru yang berbinar-binar, adalah personifikasi semangat muda. Ia selalu bersemangat dalam menjalani hidup, tak pernah lelah mengejar mimpi-mimpi yang terukir di hatinya. Hari itu, seperti biasa, ia menjelajahi lorong-lorong toko barang bekas di pusat kota, mencari harta karun tersembunyi yang mungkin terlupakan oleh pemiliknya sebelumnya.
Di antara tumpukan barang-barang usang, matanya tertuju pada sebuah kotak kayu tua yang tergeletak di sudut. Ia membuka kotak itu dengan hati-hati, dan di dalamnya terbaring sebuah jam tangan antik. Jam itu terbuat dari perak dengan ukiran rumit, dan jarum detiknya bergerak dengan perlahan, seolah mengisyaratkan sebuah misteri yang tersembunyi di baliknya.
Maya terpesona oleh keindahan jam tangan itu. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak mencobanya. Saat jam itu melingkar di pergelangan tangannya, ia merasakan sensasi aneh mengalir ke seluruh tubuhnya. Sebuah getaran lembut, seperti bisikan angin yang membawa dirinya ke tempat yang tak dikenal.
Seketika, Maya merasakan dirinya terbawa ke dalam sebuah ruangan gelap. Di hadapannya berdiri seorang pria dengan mata tajam dan rahang tegas. Pria itu mengenakan jas tua yang tampak usang, namun aura misterius terpancar dari dirinya.
"Siapa kau?" tanya Maya, suaranya bergetar.
"Aku Arga," jawab pria itu, tanpa menoleh. "Dan kau berada di masa laluku."
Maya tercengang. Ia tak mengerti apa yang terjadi. Bagaimana bisa ia berada di masa lalu? Dan siapa pria misterius ini?
"Jam tangan ini... apa yang terjadi?" tanya Maya, matanya tertuju pada jam tangan antik di pergelangan tangannya.
"Jam tangan itu adalah kunci," jawab Arga, suaranya berbisik. "Kunci yang menghubungkan waktu, masa lalu, dan masa depan."
Maya semakin bingung. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tak pernah membayangkan bahwa petualangannya di toko barang bekas akan mengantarkannya pada sebuah misteri yang begitu besar.
"Aku harus kembali," kata Maya, suaranya bergetar. "Aku harus kembali ke masa kini."
"Tidak semudah itu," jawab Arga, tatapannya tajam. "Waktu tidak bisa diputar balik begitu saja. Kau harus memahami masa lalu untuk memahami masa depanmu."
Maya terdiam. Ia merasakan sebuah kekuatan aneh mengikatnya di tempat itu. Ia tak bisa bergerak, tak bisa berteriak. Ia terjebak di antara detik-detik, di antara masa lalu dan masa depan.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Maya, suaranya nyaris tak terdengar.
Arga tersenyum misterius. "Kau akan mengetahuinya, Maya. Kau akan mengetahuinya pada waktunya."
Seketika, Maya merasakan dirinya terhempas kembali ke toko barang bekas. Jam tangan antik itu masih melingkar di pergelangan tangannya, namun ia tak lagi merasakan sensasi aneh yang pernah dialaminya.
Maya terengah-engah, jantungnya berdebar kencang. Ia merasa seperti baru saja mengalami mimpi buruk. Namun, rasa penasaran dan ketakutan bercampur aduk di dalam dirinya. Ia tahu, petualangannya baru saja dimulai.
Sambil mencoba mengabaikan perasaan aneh itu, Maya menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia bekerja di sebuah toko buku, tempat ia menghabiskan waktu untuk menyelami dunia imajinasi dan menemukan cerita-cerita baru. Namun, di sela-sela kesibukannya, ia tak bisa melupakan mimpi tentang Arga dan jam tangan antik itu.
Suatu sore, saat ia sedang merapikan rak buku, matanya tertuju pada sebuah buku tua yang tersembunyi di balik tumpukan buku-buku lainnya. Buku itu berjudul "Sejarah Jam Tangan Antik". Rasa penasaran menggerogoti hatinya. Ia mengambil buku itu dan membawanya pulang.
Di malam hari, Maya membuka buku itu dan mulai membacanya dengan saksama. Ia mempelajari sejarah jam tangan antik, berbagai jenisnya, dan simbol-simbol yang terukir pada setiap jam. Ia mencari informasi tentang jam tangan yang ia temukan, namun tak menemukan petunjuk yang berarti.
Namun, di halaman terakhir buku itu, ia menemukan sebuah catatan kecil yang ditulis dengan tinta pudar. Catatan itu menyebutkan tentang sebuah jam tangan antik yang memiliki kekuatan aneh untuk menghubungkan pemakainya dengan masa lalu. Jam tangan itu disebut sebagai "Penghubung Waktu".
Maya tercengang. Ia tak percaya apa yang ia baca. Apakah jam tangan yang ia temukan adalah "Penghubung Waktu"? Apakah mimpi yang dialaminya adalah sebuah pertanda?
Sejak saat itu, Maya mulai menyelidiki lebih dalam tentang jam tangan antik yang ia temukan. Ia mencari informasi di internet, mengunjungi museum, dan bahkan menghubungi beberapa kolektor jam tangan. Namun, tak satu pun dari mereka yang mengetahui tentang "Penghubung Waktu".
Maya merasa seperti terjebak dalam sebuah permainan catur raksasa, di mana setiap langkahnya dikontrol oleh kekuatan yang tak terlihat. Jam tangan antik itu, "Penghubung Waktu", seakan menjadi pion yang menggerakkannya, menuntunnya ke dalam labirin misteri masa lalu.
Suatu malam, saat Maya sedang membaca buku di kamarnya, ia merasakan sebuah getaran kuat dari jam tangan itu. Detik-detiknya berputar lebih cepat, seolah terburu-buru menuju suatu tujuan. Tiba-tiba, ruangan menjadi gelap gulita, hanya cahaya redup dari jam tangan itu yang menerangi wajah Maya.
Ia merasakan dirinya terhisap ke dalam pusaran waktu, kembali ke ruangan gelap tempat ia bertemu Arga. Namun, kali ini, suasana terasa berbeda. Udara terasa dingin dan lembap, dan bau tanah basah memenuhi hidungnya. Di hadapannya, Arga berdiri dengan tatapan dingin, memegang sebuah pedang yang berkilauan di bawah cahaya remang-remang.
"Kau kembali, Maya," kata Arga, suaranya dingin dan menusuk. "Kau harus melihatnya, kau harus merasakannya."
Maya terpaku, tak dapat berkata-kata. Ia melihat bayangan masa lalu Arga, seorang prajurit yang gagah berani, yang sedang berjuang dalam sebuah pertempuran sengit. Darah bercucuran, teriakan menggema, dan bau kematian memenuhi udara.
Maya merasakan sebuah gelombang emosi yang kuat menerpa dirinya. Ia merasakan ketakutan, kesedihan, dan amarah. Ia melihat bagaimana Arga, dengan pedang di tangannya, berjuang mati-matian untuk melindungi sesuatu yang sangat berharga baginya.
"Apa yang terjadi?" tanya Maya, suaranya bergetar. "Siapa yang kau lindungi?"
Arga menoleh, matanya menatap Maya dengan intensitas yang mengerikan. "Kau akan mengetahuinya, Maya," jawabnya, suaranya berbisik. "Kau akan mengetahuinya pada waktunya."
Seketika, Maya merasakan dirinya terhempas kembali ke kamarnya. Jam tangan itu kembali berdetak normal, namun bayangan masa lalu Arga masih terukir jelas di benaknya. Ia merasakan sebuah beban berat di hatinya, sebuah misteri yang semakin dalam dan kompleks.
Maya menyadari bahwa jam tangan itu bukan hanya sebuah benda mati, melainkan sebuah jendela yang menghubungkannya dengan masa lalu Arga. Ia merasa terikat dengan pria itu, terikat oleh sebuah ikatan waktu yang tak terpisahkan.
Maya tahu bahwa ia harus mencari tahu lebih banyak tentang Arga dan masa lalunya. Ia harus memahami mengapa ia terikat dengan pria itu, mengapa ia merasakan emosi yang begitu kuat saat melihat bayangan masa lalunya. Ia harus menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menggerogoti hatinya.
Bersambung...
Alina terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu lagi. Mimpi yang selalu menghantuinya setiap malam
Naya melangkah cepat, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer koridor kantor dengan irama yang familiar. Wajahnya, yang biasanya memancarkan keceriaan, tampak lesu. Matanya, yang biasanya berbinar dengan semangat, kini redup, seolah memendam beban berat.
Kota Harapan, dengan rumah-rumah tua bercat warna pastel dan taman-taman kecil yang tertata rapi, terasa begitu damai dan menenangkan. Aria, seorang fotografer muda yang baru saja pindah ke sini, berharap dapat menemukan inspirasi baru untuk karyanya. Ia ingin menangkap keindahan sederhana yang terpancar dari setiap sudut kota ini.
Mentari mulai meredup, menorehkan warna jingga dan ungu di cakrawala. Ombak berdesir lembut di bibir pantai, menyapa kaki-kaki telanjang Laras yang menapaki pasir lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut asin yang familiar, membangkitkan kenangan masa kecil yang terlupakan. Laras memejamkan mata, menghirup dalam-dalam udara segar yang terasa begitu menenangkan.
Safira adalah seorang gadis berusia 25 tahun yang tinggal di kota kecil bernama Springville. Ia memiliki wajah yang cantik dengan mata berwarna cokelat yang memikat dan senyum yang ramah. Safira dikenal sebagai sosok yang selalu siap membantu orang lain tanpa pamrih.
Maya, yang kini menjalani kehidupan setelah kehilangan Rama, merasa hampa dan kesepian. Namun, suatu hari, dia menerima sebuah kejutan tak terduga yang mengubah hidupnya. Dia bertemu dengan seseorang yang secara kebetulan memiliki banyak kesamaan dengan Rama, baik dalam penampilan maupun kepribadian.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Bagi Sella Wisara, pernikahan terasa seperti sangkar yang penuh duri. Setelah menikah, dia dengan bodoh menjalani kebidupan yang menyedihkan selama enam tahun. Suatu hari, Wildan Bramantio, suaminya yang keras hati, berkata kepadanya, "Aisha akan kembali, kamu harus pindah besok." "Ayo, bercerailah," jawab Sella. Dia pergi tanpa meneteskan air mata atau mencoba melunakkan hati Wildan. Beberapa hari setelah perceraian itu, mereka bertemu lagi dan Sella sudah berada di pelukan pria lain. Darah Wildan mendidih saat melihat mantan isrtinya tersenyum begitu ceria. "Kenapa kamu begitu tidak sabar untuk melemparkan dirimu ke dalam pelukan pria lain?" tanyanya dengan jijik. "Kamu pikir kamu siapa untuk mempertanyakan keputusanku? Aku yang memutuskan hidupku, menjauhlah dariku!" Sella menoleh untuk melihat pria di sebelahnya, dan matanya dipenuhi dengan kelembutan. Wildan langsung kehilangan masuk akal.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."