Cinta yang diperjuangkan selama ini pun akhirnya kandas juga!
"Mas, apakah kamu mencintaiku?"
Pertanyaan itu kembali terucap dari bibirku. Menerobos begitu saja, sehingga membuat tatapan Mas Angga seakan menghujam ulu hati.
"Kamu menanyakan itu lagi? Apakah itu penting, Rum? Harusnya kamu lihat bagaimana aku berjuang mencari nafkah."
Aku hanya bisa menelan saliva, menunduk dalam-dalam. Seketika itu juga, kakiku bergetar merasa takut. Salah aku juga sudah memancing jengkel Mas Angga kembali.
Belum sempat aku pergi, Mas Anggara justru lebih dulu meninggalkanku. Huft! Ku hembuskan nafas yang sejak tadi mendesak. Agak plong, tetapi hatiku menjadi ngilu.
Memutar bola mata, agar genangan air bening yang mulai menggenang, tak jatuh mengotori wajah.
Tatapan pun aku alihkan pada Bilqis–putri kecil kami. Aku melangkah mendekati bayi enam bulan itu. Kuusap lembut kepalanya yang ditumbuhi rambut hitam yang indah. Untuk sesaat kesedihan pergi begitu saja.
Aku harus kuat! Meskipun Mas Angga tak pernah mengatakan kalimat yang aku rindukan itu. Setidaknya di depan mataku ada bukti. Ya, Bilqis adalah buah cinta kami.
Pernikahanku dengan Mas Angga bisa dikatakan masih seumur jagung. Bahkan, baru memasuki tahun kedua. Aku juga tidak pernah mengira, Allah justru menjodohkan aku pada pasangan yang dingin sepertinya.
Tidak ada kata ungkapan cinta. Tidak ada kata romantis, apalagi rayuan sekedar penarik bibir agar melengkung dengan senyuman yang manis. Kami memang dijodohkan, sehingga tidak pernah ada yang namanya pacaran. Jalan berdua seperti yang anak-anak muda lakukan. Jadi wajar bukan, jika aku tidak tahu bagaimana karakter dan tindak tanduknya.
Aku yang hanya anak yatim piatu pun, tidak mampu menolak tawaran dari Bu Yanti–pengurus panti. Semuanya berlangsung begitu cepat. Hanya lewat pertemuan yang tidak banyak, aku pun tidak banyak berontak. Aku yakin dengan pilihan Bu Yanti. Wanita itu sudah banyak berjasa padaku. Jadi, aku juga tidak mampu untuk menolak pilihannya.
Mas Angga hanyalah seorang teknisi listrik.
Namun, kala itu aku yakin sepenuhnya. Aku bisa bahagia hidup dengannya, dan dia adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Pernikahan kami berlangsung dengan sangat sederhana. Dilaksanakan di panti asuhan, tempat aku dibesarkan. Setelah aku halal menjadi istrinya, Mas Angga pun memboyong aku untuk tinggal seatap dengannya.
Walaupun hanya tinggal di rumah kontrakan sederhana. Setidaknya Mas Angga membuktikan dia sangat bertanggung jawab. Memberiku rumah untuk berteduh, dan memenuhi nafkah lahir dan juga batinku. Meskipun, tanpa kata ungkapan cinta yang selalu aku rindukan.
Tahun pertama pernikahan kami, semua terasa berat aku lalui. Impian memiliki pangeran yang bucin pada diriku, semua rontok oleh sikap Mas Angga. Aku terlalu obsesi atas cerita Bu Yanti semasa aku kecil dulu. Impian itu pun masih abu-abu. Apakah akan terwujud atau tidak akan pernah sama sekali.
Apa yang hendak aku katakan, ketika dia hendak memulai ritual bercinta pun, tak ada kata-kata indah yang membuat jantungku berdebar. Semua berlalu dan terjadi begitu saja.
Saat itu, aku pikir mungkin Mas Anggara masih malu-malu, atau mungkin belum terbiasa. Namun, setelah sekian bulan usai ijab kabul, tidak ada perubahan sedikitpun.
Aku masih terus berharap sikap cueknya sedikit demi sedikit terkikis oleh waktu. Ternyata tidak semudah itu. Sampai aku hamil anak pertama kami, bahkan sampai aku melahirkan.
Ketika tubuh bermandikan keringat, berjuang bertaruh nyawa, Mas Angga tak juga menyatakan rasa cintanya padaku. Dia hanya tersenyum lalu mengucapkan terima kasih. Setelah itu dia fokus pada Bilqis.
Aku hanya mengelus dada, seraya terus berdoa suatu saat Mas Angga mau berubah jadi pangeran impianku, seperti keinginan sewaktu aku kecil dulu.
Semoga saja.
*****
Pagi yang cerah menyambut hatiku yang hampa. Mempersiapkan bekal untuk Mas Angga, kemudian memandikan si kecil Bilqis.
Mas Angga tidak suka, apabila aku bangun terlambat, dan Bilqis belum wangi sebelum dia berangkat kerja.
"Mas, semuanya sudah siap. Mas mau sarapan dulu?"
Aku bertanya, seraya tersenyum semanis mungkin. Tentu saja aku tidak lupa memoles bibir dengan lipstik, dan membedaki wajah tipis-tipis. Wangi semerbak pun tidak ketinggalan. Aku selalu memakai parfum usai membereskan semuanya.
Itu aku lakukan untuk memikat hati sang pangeran.
"Tidak usah, Rum. Terima kasih."
Angga langsung mengambil tas kerjanya, tidak lupa dia menggendong Bilqis sebentar. Kemudian, dia segera pergi setelah memakai sepatu.
Aku hantarkan Mas Angga ke depan pintu, sambil menggendong Bilqis. Melambaikan tangan melepas kepergiannya.
Tidak ada kecupan di dahi. Tidak ada senyuman sebelum pergi. Tidak ada juga pelukan atau usapan lembut di ubun-ubun.
Aku masih bertahan menunggu saat indah itu tiba.
Tidak ingin berlama-lama di ambang pintu, aku segera masuk ke dalam kontrakan. Menyiapkan makan Bilqis yang sudah siap untuk disajikan, karena sudah siap aku masak.
Menyuapi Bilqis sambil terus memikirkan Mas Angga. Hati terus bertanya-tanya, kenapa dan kenapa. Aku rasa, aku tidak jelek untuk standar kecantikan wanita Indonesia. Aku ingin tahu sebabnya, niat untuk bicara hati ke hati pun terlintas.
"Hmmm mmmm ammm."
Celoteh Bilqis menyadarkan lamunan. Aku kembali memusatkan perhatian pada Bilqis. Saat ini, pasti Bilqis sangat membutuhkanku. Tidak ingin, kebucinan justru mencelakakan sang buah hati.
*****
Ketukan pintu yang terdengar nyaring membuatku bergegas keluar kamar. Acara ngelonin Bilqis segera aku akhiri. Lagipula bayi enam bulan itu sudah tertidur dengan sangat pulas.
Pintu terbuka, Mas Angga masuk setelah membuka sepatunya. Aku menyambut tas kerjanya dengan suka cita, dan kembali menutup pintu.
Semerbak bau keringat bukti perjuangannya untuk aku dan Bilqis, menguar begitu saja. Itu tidak pernah menjadi masalah untukku.
"Mas mau mandi dulu apa gimana?"
"Hmm, Bilqis sudah tidur?" tanya Mas Angga.
Bukannya menjawab pertanyaan yang diutarakan, Mas Angga malah balik melemparkan pertanyaan.
"Bilqis sudah tidur Mas."
"Baguslah," ucap Mas Angga melangkah ke kamar.
Ketika aku membereskan sepatu dan tas kerjanya, panggilan dari Mas Angga membuatku bergegas melangkah. Memasuki kamar dengan senyuman yang merekah.
"Ada apa, Mas?"
"Mumpung Bilqis sedang tidur, Rum."
Mas Angga berdialog dengan tatapan datar. Tak ada senyuman dari bibirnya yang seksi.
"Mas nggak mandi dulu? Biar lebih segar."
Aku berusaha mengingatkannya, bahwa dia baru pulang kerja dan masih bau keringat.
"Memangnya kenapa kalau belum mandi, Rum? Kamu keberatan?"
Aku memilih diam. Kalau sudah begitu, mengalah akan menjadi pilihan.
Aku sudah sangat paham apa yang diinginkan Mas Angga. Segera mengangguk untuk memenuhi ajakannya. Kalau bukan karena aku mencintainya, tentu saja aku akan menolak ajakannya. Bagaimanapun bau keringatnya membuatku tak nyaman. Namun, aku tidak ingin mempermasalahkan semua itu.
Suasana kamar berubah menjadi gelap. Itulah yang akan terjadi di setiap ritual ibadah kami. Mas Angga sudah membuka baju dan celana jeansnya. Aku segera membuka pakaian yang menempel di tubuh. Kemudian, segera mengambil posisi.
Aku terima semua sentuhan Mas Angga dengan perasaan yang bercampur aduk. Rasa tak enak bercampur dengan rasa ingin membuatnya bahagia. Aku tidak ingin Mas Angga kecewa.
Mas Angga sudah bersiap di posisinya, setelah melakukan pemanasan yang singkat. Sebenarnya aku belum siap, tetapi memilih mengalah agar Mas Angga tak kecewa.
Rasa perih dan tak nyaman sedikit aku rasakan, karena tubuh intim belum sepenuhnya siap untuk dimasuki. Namun, milik Mas Angga sudah terlanjur bersarang di dalam sana.
Tidak ada yang bisa aku lakukan, selain hanya berpura-pura menikmati permainan. Lagi, aku tidak ingin membuatnya kecewa. Beberapa saat berlalu, aku pun berpura-pura klimaks. Setelah itu disusul oleh erangan Mas Angga. Dia pun menindih tubuhku begitu saja.
Jari pun memilih untuk mengusap lembut, punggungnya yang basah oleh keringat. Setelah itu Mas Angga berguling ke samping.
Hening! Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Mas Angga. Begitu juga aku tidak berkata apa-apa. Aku hanya mencoba mengobati luka hatiku. Berperang dengan perasaan dan logika.
Apakah hubungan kami ini masih wajar? Mas Angga seakan tidak peduli akan apa yang aku rasakan. Di buku-buku novel yang aku baca, seharusnya setelah berhubungan Intim, pasangan suami istri akan mengobrol dan saling berpelukan. Sementara Mas Angga?
Sejurus kemudian, dengkuran Mas Angga membuatku semakin terusik. Pertanyaan yang sama pun kembali muncul.
"Apakah Mas Angga mencintaiku?" aku bertanya di dalam hati.
Percuma bertanya pada diri sendiri, aku pun hendak bangkit dari sisi Mas Angga. Namun, belum sempat aku bangun, Mas Angga mengucapkan kalimat yang membuatku terkejut. Aku tertegun.
"Mas Angga, apa yang kamu ucapkan?"
Bersambung ....
Warning! Bijaklah dalam memilih bacaan. Cerita ini mengandung unsur kenikmatan yang membuat ketagihan.
Setelah menjadi yatim, Inayah harus ikut andil menjadi tulang punggung keluarga. Hal itulah yang membuatnya nekat merantau di usia 17 tahun. Inayah menjadi asisten rumah tangga muda di rumah keluarga Edric Dawson. Keluarga kaya raya, tetapi jauh dari kata harmonis. Malapetaka besar itu muncul, ketika Edric memaksa Inayah melayani hasrat seksualnya. Hubungan yang berawal dari ancaman dan paksaan itu, akhirnya terpaksa Inayah jalani. Kelembutan sikap Edric pada Inayah, membuat wanita belia itu mulai terbiasa. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Inayah mulai tak nyaman. Tiba-tiba dia terlambat datang bulan. Sejak saat itulah rasa waswas dan takut kembali mengahantui Inayah. Bagaimana kelanjutan hidup Inayah? Apakah dia akan mengandung anak majikannya? Bagaimana Inayah bisa lepas dari permainan nasib itu? Kehidupan yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan agama yang dia anut.
Setelah resmi menjadi janda, Rahma harus berjuang seorang diri untuk menghidupi anak semata wayangnya. Rahma rela melakukan kerja apa saja, yang penting halal. Suatu malam, musibah datang menghampirinya. Rahma kecelakaan, tetapi musibah itu justru mempertemukannya dengan Rian--pemuda tampan yang baik hati. Pertemuan itu, lambat laun menghadirkan kenyamanan di antara mereka. Namun, ternyata status sosial, dan perbedaan agama membuat hubungan mereka ditentang. Omah--nenek Rian memberikan sebuah syarat pada keduanya. Jika mereka bisa melewati syarat itu, maka barulah mereka bisa menjalin hubungan. Bagimanakah perjuangan Rahma dan Rian dalam menyatukan cinta mereka? Simak kelanjutannya di cerita ini. Jangan lupa rate bintang 5 dan komentar yang bagus, ya. Terima kasih.
Kisah istri yang berjuang membalas sakit hatinya, setelah dikhianati sang suami.
Tampan dan rupawan, tetapi miskin. Membuat Ikhsan harus menggadaikan cintanya. Cinta dari wanita pertama yang mengisi separuh hatinya. Ambisi ingin segera punya uang banyak, membuatnya melangkahkan kaki ke kota besar. Namun, ternyata langkahnya itu justru awal dari berakhirnya kisah cintanya. Ikhsan terpaksa menikahi anak bosnya, dan memutuskan hubungan sebelah pihak. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Apakah dia akan bertemu kembali dengan cintanya yang dulu? Simak kisah lanjutannya di sini.
Mature Content. Please be awise to reading!!! Bocil harap menyingkir, please!! Menikah selama 2 tahun dan belum di karuniai anak menjadikan Nay sedikit sedih. Apalagi suaminya jarang sekali menyentuh. Dia mencari kesibukan dengan berjualan kue dan takdir mempertemukan Nay dengan Alex.
"Anda tidak akan pernah mengahargai apa yang Anda miliki sampai Anda kehilangannya!" Inilah yang terjadi pada Satya yang membenci istrinya sepanjang pernikahan mereka. Tamara mencintai Satya dengan sepenuh hati dan memberikan segalanya untuknya. Namun, apa yang dia dapatkan sebagai balasannya? Suaminya memperlakukannya seperti kain yang tidak berguna. Di mata Satya, Tamara adalah wanita yang egois, menjijikkan, dan tidak bermoral. Dia selalu ingin menjauh darinya, jadi dia sangat senang ketika akhirnya menceraikannya. Kebahagiaannya tidak bertahan lama karena dia segera menyadari bahwa dia telah melepaskan sebuah permata yang tak ternilai harganya. Namun, Tamara telah berhasil membalik halaman saat itu. "Sayang, aku tahu aku memang brengsek, tapi aku sudah belajar dari kesalahan. Tolong beri aku kesempatan lagi," pinta Satya dengan mata berkaca-kaca. "Ha ha! Lucu sekali, Satya. Bukankah kamu selalu menganggapku menjijikkan? Kenapa kamu berubah pikiran sekarang?" Tamara mencibir. "Aku salah, sayang. Tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak akan menyerah sampai kamu setuju."Dengan marah, Tamara berteriak, "Menyingkirlah dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!"
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!
Dimasa lalu dia tidak jadi menikah dengan kekasihnya karena jebakan seorang perempuan yang adalah teman baiknya hingga dia harus terjebak pernikahan yang tidak dia inginkan, dimasa kini siapa sangka dia bertemu dengan gadis yang mirip dengan mantan kekasihnya, tanpa sengaja terlibat skandal one night stand dan tanpa di duga rupanya itu adalah putri mantan kekasihnya. bagaimana kelanjutan hubungan mereka? apakah restu akan mereka kantongi untuk menuju ke jenjang yang lebih serius?
Selama tiga tahun yang sulit, Emilia berusaha untuk menjadi istri Brandon yang sempurna, tetapi kasih sayang pria itu tetap jauh. Ketika Brandon menuntut perceraian untuk wanita lain, Emilia menghilang, dan kemudian muncul kembali sebagai fantasi tertinggi pria itu. Menepis mantannya dengan seringai, dia menantang, "Tertarik dengan kolaborasi? Siapa kamu, sih?" Pria tidak ada gunanya, Emilia lebih menyukai kebebasan. Saat Brandon mengejarnya tanpa henti, dia menemukan banyak identitas rahasia Emilia: peretas top, koki, dokter, pemahat batu giok, pembalap bawah tanah ... Setiap wahyu meningkatkan kebingungan Brandon. Mengapa keahlian Emilia tampak tak terbatas? Pesan Emilia jelas: dia unggul dalam segala hal. Biarkan pengejaran berlanjut!
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"