Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Balasan Setimpal Untuk Suami & Selingkuhannya
Balasan Setimpal Untuk Suami & Selingkuhannya

Balasan Setimpal Untuk Suami & Selingkuhannya

5.0
22 Bab
14K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Kisah istri yang berjuang membalas sakit hatinya, setelah dikhianati sang suami.

Bab 1 Bertaruh Nyawa

"Bu, tolong suruh dia keluar," pintaku pada bidan yang berada di sisiku.

Bidan itu menatapku. Mungkin dia heran karena aku mengusir suamiku. Ia tidak tahu, bahwa aku menderita apabila laki-laki bejat itu ada di sini.

"Bu, tolong usir dia dari sini," pintaku sekali lagi. Telunjuk ini mengacung lemah ke arah laki-laki berwajah tampan itu.

"Maaf, Bapak. Silakan keluar dulu," ucap bidan dengan sopan padanya.

"Tapi, Bu? Saya mau melihat anak saya lahir," ucapnya protes.

Aku berpaling, cih! Melihat anaknya? Bahkan dia tidak ada ketika aku membutuhkan dirinya. Ia justru sibuk bergoyang, naik turun di atas tubuh selingkuhannya. Cuih! Aku tidak sudi ia menyaksikan aku menderita. Aku tidak sudi ia mendengar erangan kesakitanku, ketika berjuang melahirkan.

"Saya tidak akan bisa melahirkan, Bu. Jika dia tidak keluar dari sini."

Wanita yang kebingungan itu, akhirnya memaksa suamiku keluar. Sebelum keluar, suamiku menatap tajam ke arahku. Aku balik menatapnya tajam tanpa berkedip. Tentu saja tatapanku penuh kebencian.

Rekaman adegan persetubuhannya masih berputar-putar dalam kepalaku. Betapa besar gairahnya malam itu. Membuat selingkuhannya mendesah-desah lepas tanpa malu. Mereka sangat menikmati pergumulan itu, tanpa sadar lupa merapatkan pintu.

Cih! Dua sejoli yang menjijikkan. Aku berjanji tidak akan membiarkan perbuatan mereka. Rasa sakit ini harus aku balas. Itu janjiku!

"Ayo, Bu. Tarik napas, keluarkan pelan-pelan. Jika kontraksinya muncul, barulah Ibu ngeden," ucap bidan yang ada di sampingku. Sementara bidan yang lain ada di bawah sana. Mengecek apakah bayiku sudah mulai turun atau belum.

Aku harus berhasil melahirkan anak ini dengan selamat. Tuhan ... tolong jangan cabut nyawaku dulu.

Peluh yang mengalir deras, terus dikeringkan oleh bidan yang ada di sampingku. Bidan-bidan di sini sangat ramah. Jadi, aku tidak butuh suamiku ada di ruangan ini.

Sakitnya kontraksi, tidak sebanding dengan sakitnya dikhianati. Aku masih bisa bertahan menahan sakit melahirkan daripada sakit dikhianati. Walaupun seluruh urat nadiku menjadi tegang menahan sakit ini. Aku akan berjuang melahirkanmu, Nak. Kuelus lembut perut buncit ini.

"Sayang, bantu Bunda ya, Nak. Kita sama-sama berjuang," ucapku lirih.

Dua bidan yang menemaniku ikut terharu dan tersenyum. Lagi-lagi, mereka menguatkan aku agar tetap tenang dan kuat.

Dorongan itu tiba-tiba muncul, sangat kuat. Aku mengeden sekuat yang aku bisa. Sambil terus melihat ke arah perutku.

"Ayo, Bu. Terus, yang kuat, Bu."

Aku merasakan sesuatu mengganjal di jalan lahirku. Semangat ini kembali bangkit, meskipun rasanya tenaga ini mulai melemah.

"Bagus, Bu. Rambutnya sudah kelihatan," ucap bidan yang memantau jalan lahirku.

Dorongan itu datang lagi. Kesempatan ini tidak aku sia-siakan. Mencengkeram paha ini, aku mengeden sekuat yang aku bisa.

"Pelan, Bu ... yang lembut."

Setelah itu aku merasakan sesuatu keluar dari jalan lahirku. Suara tangisan bayi langsung terdengar. Aku tersenyum sambil menangis. Kedua bidan itu langsung menyedot cairan, yang ada di dalam mulut dan hidung bagiku.

"Selamat ya, Bu. Bayinya laki-laki," ucap bidan menelungkupkan bayi merah itu di dadaku.

Kuelus pipinya. Wajahnya sangat mirip dengan suamiku. Hidungnya mancung dan bibirnya mungil. Aku berharap bayi kecil ini akan mempermudah jalanku. Rencana untuk menghancurkan ayahnya kelak.

Mamah dan papah mertuaku pasti sangat senang. Aku bisa memberikan cucu laki-laki pertama pada mereka. Aku akan memanfaatkan keadaan ini.

Aku janji, akan menghancurkan Punda--suamiku.

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY