Setelah resmi menjadi janda, Rahma harus berjuang seorang diri untuk menghidupi anak semata wayangnya. Rahma rela melakukan kerja apa saja, yang penting halal. Suatu malam, musibah datang menghampirinya. Rahma kecelakaan, tetapi musibah itu justru mempertemukannya dengan Rian--pemuda tampan yang baik hati. Pertemuan itu, lambat laun menghadirkan kenyamanan di antara mereka. Namun, ternyata status sosial, dan perbedaan agama membuat hubungan mereka ditentang. Omah--nenek Rian memberikan sebuah syarat pada keduanya. Jika mereka bisa melewati syarat itu, maka barulah mereka bisa menjalin hubungan. Bagimanakah perjuangan Rahma dan Rian dalam menyatukan cinta mereka? Simak kelanjutannya di cerita ini. Jangan lupa rate bintang 5 dan komentar yang bagus, ya. Terima kasih.
"Bu, beli satu ekor, bisa?"
Aku berdiri di lapak penjual ikan. Berharap ibu penjual ikan mau melayani. Namun, wanita berkaca mata itu masih sibuk melayani pelanggannya yang membeli banyak. Tidak apa-apa, aku memang datang belakangan.
Aku mendesah pasrah karena belum juga dilayani. Padahal aku datang lebih dulu. Namun, kaki ini enggan beranjak dari sana. Sabar menunggu sampai pelanggan lain selesai dilayani. Cipratan air yang bercampur darah ikan sesekali mengenai gamisku. Sudah hampir lima belas menit berdiri, tetapi ibu penjual ikan seolah menganggapku seperti arwah penasaran yang tak terlihat.
Aku tak tahan lagi, ingin segera beranjak hendak pergi. Akan tetapi, panggilan dari ibu penjual ikan membuat kaki ini tak jadi beranjak. Ibu penjual ikan tersenyum misteri padaku.
"Mau beli berapa kilo?"
"Satu ekor boleh, Bu?" tanyaku agak malu.
"Hmm, ya. Sebentar."
Mata ini melihat ke arah lain, suasana pasar pagi ini cukup ramai.
"Ini, ikannya, Mbak." Ibu penjual ikan memberikan kresek hitam kepadaku. Aku menyambutnya dengan senyuman.
"Satu ekor kan, Bu?" tanyaku lagi. Agak heran karena kantong itu agak sedikit berat.
"Iya."
"Berapa, Bu?" tanyaku cemas, karena kantong itu terasa agak berat.
"Tak usah dibayar," ucap ibu itu tersenyum.
"Jangan gitu, Bu. Saya bayar saja," ucapku tak enak hati. Aku bukan pengemis yang menginginkan belas kasihan orang.
"Ambil saja, Mbak." Ia memaksaku, lalu melanjutkan melayani pembeli yang baru datang.
"Terima kasih, Bu."
"Sama-sama."
Aku segera berlalu dari lapak ibu penjual ikan. Mengitari pasar, mencari penjual tempe. Sesampainya di sana, aku membeli tempe tiga ribu rupiah. Bapak penjual tempe mengambil uangnya.
Setelah semua bahan yang aku beli dapat. Aku pun segera buru-buru pulang. Anak semata wayangku pasti sudah menunggu di kontrakan.
***
Sesampainya di kontrakan, aku menemukan pintu sudah tertutup. Mungkinlah Laila sudah pergi ke sekolah? Aku berharap anak semata wayangku baik-baik saja. Aku langsung berlalu, masuk ke kontrakan dan menuju ke dapur.
Senyumku mengembang, kali ini bisa memasak ikan untuk putriku. Laila pasti senang, dan akan makan dengan sangat lahap.
Ketika membuka kantong, aku sangat terkejut. Apa maksud ibu tadi? Isi kantong yang ia berikan hanyalah tulang dan kotoran ikan. Seketika air mata ini langsung jatuh.
Kresek berisi kotoran ikan itu segera aku buang ke tong sampah. Aku sambar jilbab di atas kasur, segera pergi ke pasar lagi. Membeli ikan ke penjual ikan yang lain.
Sesampainya di pasar, aku langsung berinteraksi dengan penjual ikan yang lain.
"Pak, ikannya bisa dibeli seekor saja?" tanyaku pada bapak penjual ikan.
"Bisa, kok, Mbak."
"Ikan emasnya satu ekor saja, ya, Pak."
Bapak penjual ikan mengambil seekor ikan mas yang berenang ke sana ke mari. Setelah memasukkannya ke dalam kantong kresek, lalu dinaikkan ke timbangan.
"Beratnya, dua ons, Mbak. Jadi, delapan ribu, ya."
Aku serahkan uang sepuluh ribu, bapak penjual ikan mengembalikan uangnya dua ribu.
Aku kembali ke rumah dengan hati lega. Sepulang sekolah, putriku pasti akan segera melihat tudung saji. Sebelum sang putri pulang aku bertekat harus selesai masak.
***
Bu, ikan gorengnya, enak." Putriku-Laila tersenyum girang, dia makan dengan sangat lahap.
"Alhamdulillah, Nak."
"Ibu, nggak makan?"
"Nanti. Kamu makan saja, dulu."
"Terima kasih, ya, Bu. Akhirnya Laila bisa makan ikan juga. Semenjak ayah tinggalin kita ...." Ucapan Laila langsung terhenti.
"Ssst! Sudahlah, Nak. Jangan bahas tentang ayahmu, lagi. Luka ibu akan berdarah kembali jika kamu bahas itu." Aku memotong kalimat yang diucapkan Laila.
"Maafin, ya, Bu."
Setelah Laila selesai makan, aku segera mengambil nasi dan memakannya di dapur. Semua itu, agar Laila tidak tahu bahwa ibunya hanya makan tempe goreng. Jika Laila tahu, pasti dia akan sedih.
Aku menyuap nasi yang tidak terlalu putih itu ke mulut. Bayangan kejadian tadi pagi masih teringat. Begitu teganya ibu penjual ikan itu menghina. Namun, semua itu membuatku semakin bersemangat untuk bekerja. Mengumpulkan uang yang banyak, agar bisa menopang hidup. Sebagai seorang janda, aku tidak mau dipandang sebelah mata.
Cepat-cepat aku selesaikan makan, karena tumpukan kresek berisi kain tetangga, sudah memanggil-manggil untuk segera dicuci.
****
Punggung bekas suntikan bius ketika aku melahirkan dulu terasa ngilu. Tumpukan kain yang sudah kering masih menanti untuk diselesaikan. Kupaksakan menyetrika baju, malam nanti aku harus mengantar baju-baju ini.
Laundry rumahan, itulah usahaku sejak ditinggalkan oleh ayah Laila. Bukan karena dia tak mencintaiku, hanya saja dia terlalu patuh pada ibunya. Mertua yang selalu kuhormati justru memprovokasi anaknya. Mas Judid menceraikanku, karena sudah melahirkan secara tak normal. Siapa yang tak ingin melahirkan normal?
Tanpa terasa, luka itu kembali berdarah. Kejadian pahit itu tak bisa aku lupakan. Tekatku sudah bulat. Aku akan berusaha terus demi sang buah hati.
"Ibu, menagis?"
Teguran Laila membuatku tersadar.
"Tidak, Sayang. Kamu sudah pulang ngajinya?" tanyaku, sengaja mengalihkan pembicaraan. Aku tak boleh rapuh di depan Laila.
"Udah, Ibu. Kerjaan ibu belum beres, ya?"
Laila mendekat, meraih tanganku, menciumnya penuh rasa hormat.
"Belum, Sayang. Ya, ini mau ibu lanjut," ucapku tersenyum, sambil mengusap pipi Laila.
"Maafkan, Laila, Bu. Tidak bisa bantu."
"Jika mau bantu ibu, Laila harus rajin belajar."
"Baiklah, Ibu."
Kupeluk erat tubuh Laila. Putri semata wayang, yang dulu aku perjuangkan. Aku berjanji akan membahagiakannya.
Luka yang aku rasakan, dia tidak boleh ikut merasakannya.
****
Selepas salat isya, aku bergegas mengantar baju kepada semua pelanggan. Laila terpaksa aku kunci di kontrakan, karena dia sudah tidur.
Jalanan yang cukup ramai tidak membuatku terlalu was-was. Aku ngontrak di dalam gang yang padat penduduk. Kontrakan kecil, yang terjangkau harganya. Sebenarnya ibu pemilik kontrakan juga sudah memberi kemudahan kepada kami. Beliau tahu aku adalah orang tua tunggal.
Aku sudah sampai di depan rumah Bu RT. Tangan ini terangkat mengetuk pintu tiga kali. Tak lupa salam kuucapkan. Tidak perlu menunggu lama, Bu RT sudah nongol di ambang pintu.
"Bu, bajunya."
"Nggak masuk dulu, Rahma?"
"Tidak usah, Bu."
"Sebentar ibu ambilkan uangnya," ucap Bu RT berlalu ke kemarnya.
"Ini, Rahma. Kembaliannya buat jajan Laila, saja."
"Terima kasih, Bu."
Setelah mengantar baju Bu RT, aku segera melangkah menuju rumah pelanggan yang lain. Tidak terlalu jauh, hanya saja berbelok dan beda gang.
***
Malam semakin larut, kantuk mulai bergelayut di kelopak mata ini. Tubuh yang remuk redam mulai meronta meminta haknya. Itu semua sudah sering aku rasakan. Bergelut dengan kain kotor, menyelesaikannya dengan kedua tangan ini. Menjemur, menyetrikanya.
Langkah kupercepat, takut kalau saja Laila bangun dan mencari ibunya.
Uang hasil usaha hari ini kugenggam erat. Besok pagi aku akan membeli ikan untuk Laila lagi. Itu adalah lauk kesukaannya, jika dia senang, pasti ada saja rezeki yang datang.
Tit! Tit!
Klakson keras dari motor seseorang memekakkan telingaku. Padahal aku sudah menepi, tapi dia masih saja terus membunyikan klason motornya.
Tit! Tit!
Aku berhenti, memalingkan tubuh ke belakang. Tiba-tiba saja motor yang ada di belakangku melaju ke arahku.
Bruk!
Tubuh ini ambruk menghantam jalan. Kakiku terasa sangat sakit, tak bisa aku tahan lagi, sekujur tubuhku pun terasa ngilu. Mataku menjadi sayu, dan lambat laun, pandanganku menjadi gelap.
"Mbak, Mbak." Samar-samar kudengar seseorang memanggilku. Setelahnya aku tak tahu lagi. Aku tak sadarkan diri.
Bersambung ....
Warning! Bijaklah dalam memilih bacaan. Cerita ini mengandung unsur kenikmatan yang membuat ketagihan.
Setelah menjadi yatim, Inayah harus ikut andil menjadi tulang punggung keluarga. Hal itulah yang membuatnya nekat merantau di usia 17 tahun. Inayah menjadi asisten rumah tangga muda di rumah keluarga Edric Dawson. Keluarga kaya raya, tetapi jauh dari kata harmonis. Malapetaka besar itu muncul, ketika Edric memaksa Inayah melayani hasrat seksualnya. Hubungan yang berawal dari ancaman dan paksaan itu, akhirnya terpaksa Inayah jalani. Kelembutan sikap Edric pada Inayah, membuat wanita belia itu mulai terbiasa. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Inayah mulai tak nyaman. Tiba-tiba dia terlambat datang bulan. Sejak saat itulah rasa waswas dan takut kembali mengahantui Inayah. Bagaimana kelanjutan hidup Inayah? Apakah dia akan mengandung anak majikannya? Bagaimana Inayah bisa lepas dari permainan nasib itu? Kehidupan yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan agama yang dia anut.
Kisah istri yang berjuang membalas sakit hatinya, setelah dikhianati sang suami.
Tampan dan rupawan, tetapi miskin. Membuat Ikhsan harus menggadaikan cintanya. Cinta dari wanita pertama yang mengisi separuh hatinya. Ambisi ingin segera punya uang banyak, membuatnya melangkahkan kaki ke kota besar. Namun, ternyata langkahnya itu justru awal dari berakhirnya kisah cintanya. Ikhsan terpaksa menikahi anak bosnya, dan memutuskan hubungan sebelah pihak. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Apakah dia akan bertemu kembali dengan cintanya yang dulu? Simak kisah lanjutannya di sini.
"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," desis Lucas, matanya dingin seperti es. Flora terpaku, tak bergeming, dadanya sesak. Hutang? Hutang apa? Sebuah perjanjian hutang antara mendiang orang tua Flora dengan Lucas, yang kini berakhir mengikat Flora dengan pria yang baru dikenalnya malam ini di pesta lajang sahabatnya. Menjerumuskannya dalam lingkaran neraka. Flora tak pernah tahu orang tuanya berhutang pada seorang pria kejam, berusia lima belas tahun lebih tua darinya, pemilik Perusahaan Blackwood tempatnya magang sebagai staf marketing. Lucas, pria yang tak kenal ampun, menuntut pembayaran detik itu juga. "Jika kau tidak bisa bayar nominal utangnya, tubuhmu untukku malam ini!" tegas Lucas, menarik tangan Flora masuk ke kamar hotel.
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
ADULT HOT STORY šš Kumpulan cerpen unĀ·hoĀ·ly /ĖÉnĖhÅlÄ/ adjective sinful; wicked. *** ***
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"
(Cerita mengandung FULL adegan dewasa tiap Babnya Rated 21++) Bertemu di kapal pesiar membuat dua pasangan muda mudi memiliki ketertarikan satu sama lain. Marc dan Valerie menemukan sosok yang berbeda pada pasangan suami istri yang mereka temui secara tidak sengaja di kapal pesiar. Begitu pula dengan Dylan dan Laura merasakan hal yang sama kepada Marc dan Valerie. Hingga sebuah ide tercetus di pikiran mereka karena rasa penasaran yang begitu besar. āSayang, hanya satu hari, haruskah kita bertukar pasangan dengan Valerie dan Marc?ā ucap Dylan menatap sang istri. Bagaimanakah kelanjutan kisah mereka? Apakah perselingkuhan ini akan berakhir atau membawa sebuah misteri kehidupan baru bagi kedua pasangan ini...
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan,Ā Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu?Ā Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?