Michael Dharsono membenci orang-orang jelek dan paling alergi dengan makhluk gendut. Namun sungguh dia tak menyangka dia harus menikah dengan cewek paling gendut dan paling jelek yang pernah dikenalnya. Regina Larasati adalah musuh besar Mike sejak SMA dulu. Cewek yang pernah ditolak cintanya hanya gara-gara bertubuh gemuk itu, membalaskan dendamnya dan membuat hari-hari Mike di sekolah bagaikan di neraka. Ironisnya, sepuluh tahun kemudian mereka bertemu kembali dan terpaksa terlibat dalam sebuah PERNIKAHAN KONTRAK yang bisa menyelamatkan nyawa papa Regina dan juga mengembalikan harta keluarga Mike kembali ke tangannya. Dua kubu dengan karakter yang bertolak belakang dan saling membenci satu sama lain, membuat pernikahan mereka dilanda pertengkaran demi pertengkaran hampir setiap waktu. Apalagi saat cinta pertama Mike tiba-tiba kembali ke pelukan Mike dan menuntut pria itu menceraikan istrinya bahkan sebelum batas waktu perjanjian pernikahan mereka berakhir. Hanya saja... keadaan malah terbalik seratus delapan puluh derajat saat Mike tahu kalau sebenarnya kakak tirinya, Darren sudah menyimpan perasaan pada istrinya sejak dulu dan berminat meminang wanita itu secepatnya setelah mereka bercerai. Lantas apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Mike tetap menceraikan istrinya dan kembali pada cinta pertamanya, atau akankah dia tetap bertahan dan berusaha meyakinkan istrinya bahwa satu-satunya wanita yang diinginkannya adalah istrinya itu sendiri?
Regina's POV
Mike...." panggilku saat dia melintas di depanku bersama segerombolan temannya. Mereka serempak berhenti dan menoleh padaku.
"Siapa kamu?"tanya Michael seraya memberikan tatapan penuh selidik ke arahku.
"Oh... aku anak kelas 1-b. Namaku Regina Larasati. Aku manggil kamu... untuk ngasih kamu ini,"jawabku sambil menyodorkan bingkisan berwarna merah padanya. Tapi alih-alih menerima bingkisan tersebut, dia malah memandangiku dari bawah sampai ke atas, seraya berkata,"Apa ini?"
Ditatap seperti itu, aku jadi gelagapan."Ini... cok...lat valentine."
"Aku tau ini coklat! Tapi kenapa kau ngasih ke aku?" Tampaknya dia mulai tak sabaran.
"A...ku suka sama kamu. Kamu mau jadi pacarku?"jawabku cepat-cepat. Selesai mengatakan itu rasanya wajahku panas sekali saking malunya. Ini pertama kalinya aku melakukan tindakan seberani ini. Kalau nggak gara-gara desakan teman-teman, aku nggak akan mungkin mau.
"Apa? Ulangi sekali lagi! Jangan-jangan aku salah dengar."
"Aku... suka kamu!"ulangku sambil lebih mendekatkan bingkisan itu ke arahnya.
"Hahahahahaha...... aduh perutku sampai sakit." Dia tertawa. Aku nggak menyangka dia akan tertawa. Tidak hanya dia, tapi juga teman-teman satu kelompoknya dan beberapa cewek yang melintas di tempat itu.
"Ke...napa tertawa? Ada yang salah dengan perkataanku?" Perasaanku mulai nggak enak.
"Hahahaha... gimana aku nggak tertawa, orang lucu banget gitu! Coba kamu pikir, pasteskah manusia tampan seperti aku ini, pacaran dengan... GAJAH seperti kamu? Nggak masuk akal kan?"cetusnya sambil menunjuk ke badanku yang gemuk. Mendengar itu, aku merasa bagaikan di tampar. Sakit sekali. Sayang rasa sakitnya tidak meradang di pipiku, tapi di hatiku.
"Tapi..."Bingkisan yang ku pegang mulai bergoyang-goyang, akibat dari tanganku yang gemetaran.
"Nggak usah tapi.. tapi.. Lebih baik kamu introspeksi diri dulu deh sana!"perintahnya sambil memimpin teman-temannya beranjak pergi dariku.
Cinta pertama. Ungkapan hati pertama. Hasilnya... hinaan dan patah hati.
***
Sepuluh tahun kemudian
"Gina... uda jam berapa ini? Ayo cepat sarapan! Nanti kamu terlambat kerja lho!"teriak mamaku dari luar.
"Iya ma... aku uda selesai kok,"jawabku seraya menghambur keluar dari kamar.
"Kamu ini hari pertama bekerja, kok malah bangun telat sih?"
"Aduh... gara-gara nonton drakor tuh tadi malam... sampai lupa aku hari ini harus bagun pagi,"seruku sambil menyendokkan nasi goreng cepat-cepat ke dalam mulutku. Saking cepatnya aku sampai hampir mati tersedak.
"Makanya... pelan-pelan kalau makan! Nih minum dulu!"
Setelah meneguk minumanku banyak-banyak, aku membereskan alat makanku dan membawanya ke tempat cuci piring.
"Lho, uda selesai? Kok dikit banget makannya?"
"Takut telat. Pergi dulu ya, ma!" Aku mencium pipi mamaku sekilas dan berlari menuju sepeda motorku.
Kurang lima belas menit lagi sudah jam delapan. Aku harus cepat-cepat. Kalau nggak, aku bisa dianggap 'tukang telat'. Tanpa peduli lagi dengan lalu lintas yang ramai dan susah dilewati, aku menyetir motorku sekencang-kencangnya. Untungnya pagi ini, tidak seperti biasanya, jalanan di Surabaya, walaupun ramai, tapi tidak diserang 'penyakit' macet, sehingga dalam waktu sepuluh menit saja aku sudah sampai di tempat kerjaku.
Hari ini memang hari pertamaku bekerja di tempat kerja yang baru. Sebelum ini, aku sudah bekerja sebagai sekertaris di tiga perusahaan swasta, yang pada akhirnya selalu memecatku saat ada pelamar lain yang jauh lebih cantik dan tentunya tidak gendut sepertiku. Karena itulah, aku menerima pekerjaan ini.
Memang sih kerjanya nggak di kantoran seperti dulu dan gajinya juga tidak terlalu besar. Tapi yang aku suka dari pekerjaan ini adalah aku nggak perlu takut lagi dipecat karna bentuk tubuhku. Itu semua karena, bosku kali ini adalah seorang penulis 'perempuan' dan sejak awal sudah menegaskan kalau dia hanya akan menghargaiku dari hasil kerjaku dan bukan dari penampilanku.
Dengan langkah yang penuh semangat, aku memasuki rumah mewah tiga lantai yang mulai hari ini jadi tempat kerjaku. Sesampainya di dalam, salah satu pembantu di rumah itu, segera menyuruhku masuk ke ruang makan untuk menemui bosku, ibu Amelia.
"Maaf ya, saya belum selesai sarapan. Mbak Regina, nggak keberatan kan menunggu? Atau mungkin mau bareng sarapan dengan saya?"ajaknya ramah sambil sesekali membuka mulut untuk menerima suapan dari perawatnya. Aku, yang heran melihat seorang wanita dewasa harus makan sambil disuapi, mengarahkan pandanganku ke arah tangannya. Tapi betapa terkejutnya aku, saat melihat kedua tangan di pangkuannya tersebut, bergetar sangat hebat.
"Makasih bu. Saya sudah sarapan tadi di rumah,"jawabku pelan dengan pandangan yang masih terarah pada kedua tangannya. Aku memang sudah diberitahu oleh sekretarisnya yang lama kalau bosku ini menderita penyakit yang serius, tapi aku mendengarkannya sambil lalu saja. Yang kupentingkan saat itu adalah secepatnya mendapatkan pekerjaan baru.
"Ya gini ini mbak, kalau uda kena parkinson. Tangan bisa tiba-tiba gemetaran nggak karuan,"serunya tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Rupanya dia tau aku memperhatikan tangannya sejak tadi. Wajahku langsung bersemu merah karena malu.
"Kenapa? Aneh ya mbak?"lanjutnya sambil tersenyum ke arahku.
"Oh maafkan saya, bu! Saya tidak bermaksud..."
"Nggak apa-apa kok, mbak. Saya sudah biasa. Setiap orang yang pertama kali melihat tangan saya yang gemetaran, ekspresinya pasti kayak mbak tadi."
Oh... perasaanku benar-benar nggak enak. Jangan-jangan aku menyinggung perasaannya. Bagus, Gina! Bagus sekali! Hari pertama bekerja kau sudah membuat masalah.
"Lho... masih dipikirin juga to? Saya kan bilang tadi, kalau saya nggak apa-apa."
"Saya benar-benar minta maaf, bu,"seruku sambil tertunduk malu.
"Iya mbak... nggak apa-apa."
Tiba-tiba terdengar suara pintu depan dibuka lalu ditutup dengan kasar.
"Itu pasti anak bungsu saya. Dia memang nggak bisa pelan kalau berurusan dengan pintu. Tapi jangan kuatir, anaknya lucu kok."
Mendengar itu aku langsung mendongakkan kepalaku dan membenarkan cara dudukku. Berharap tidak lagi membuat kesan buruk di mata bosku dan keluarganya.
"Mama..."panggil laki-laki yang di sebut anak bungsu oleh bosku tersebut, dari arah yang terdengar tidak begitu jauh dari tempat kami berada.
"Mama di ruang makan sayang..."sahut ibu Amelia seraya mengisyaratkan pada perawatnya untuk mengambilkan dia minum.
"Oh baguslah, mama di sini. Aku tadi juga belum sarapan,"serunya sambil mengitari tempatku duduk untuk mengambil piring. Tampaknya dia tidak menyadari... atau mungkin tidak terlalu peduli dengan kehadiranku. Sebenarnya aku berharap dia akan bersikap seperti itu seterusnya. Karena sejak dia masuk tadi, aku sampai hampir terkena serangan jantung saking kagetnya. Oh Tuhan, aku mohon semoga dia tidak mengenaliku!
"Hei... kamu kok nggak sopan gitu sih! Sapa dulu dong sekertaris mama yang baru. Masak kok di cuekin aja!"
Aduh... mati aku!
"Iya... iya... sorry. Abisnya aku laper banget. Hai... aku Mike, anak bung..." Dengan kasar, dia tiba-tiba meletakkan piringnya ke meja seraya berteriak ke arahku, "Apa yang kau lakukan di sini, gajah?!"
Akhirnya dia mengenaliku juga! Dia, Michael Dharsono, cinta pertama sekaligus musuh terbesarku saat SMA, kini memandangku dengan tatapan penuh kebencian. Dari semua pria di dunia ini, ironisnya harus dialah yang menjadi anak bosku. Tampaknya aku harus terancam di pecat lagi deh. Ahhhh... kenapa sih aku harus sesial ini!!!
***
Pengalaman cinta terpahit adalah jatuh cinta pada seseorang yang menyimpan cinta untuk orang lain di hatinya. Anna Karenina mencoba peruntungannya dengan menikahi Alex Tjandra, walaupun dia tahu secuil pun tak pernah ada perasaan di hati sahabatnya itu untuknya. berharap kejaiban datang dan pada suatu saat nanti suaminya akan mencintai dan memperhatikannya. Sayangnya, kebencian, kesedihan, dan pengkhianatan lah yang menghiasi hari-hari pernikahannya. Dapatkah akhirnya hati beku Alex melembut dan mencintai istrinya? ataukah semuanya malah berubah menjadi mimpi buruk yang tiada ujung???
Apa yang akan terjadi jika cinta dan benci dari masa lalu menyapa kembali setelah sepuluh tahun berlalu? Rina Wibowo sungguh tak menyangka dia akan kembali bertemu dengan Aditya Harsono, pria yang pernah menjadi mantan pacarnya sekaligus mimpi buruk di masa lalunya. Untungnya, Adit tampak tak mengenali Rina akibat perubahan penampilan yang dialaminya. Merasa dia bisa mengelabuhi Adit dan mendapat penghasilan lebih, maka Rina menerima begitu saja tawaran pekerjaan sebagai guru privat anak perempuan pria itu. Bodohnya, Adit yang tak tahu identitas sebenarnya dari guru privat anaknya itu, jatuh cinta sekali lagi pada wanita itu dan ingin menikahinya. Hanya saja, tanpa sengaja suatu hari dia akhirnya mengetahui siapa Rina sebenarnya dan mengembalikan luka-luka serta kebencian yang selalu bersarang di hatinya buat wanita itu. Saatnya dia mengembalikan semua kehancuran yang pernah dialaminya pada calon istrinya itu. Maka sebuah rencana pembalasan pun disusun untuk seorang wanita yang pernah dan masih dicintainya. Dia akan berencana menikahi Rina dan membalaskan dendamnya dengan memperlakukan istrinya tersebut layaknya sampah. Hari demi hari haruslah sedemikian menyiksa sampai dia puas saat melihat penderitaan yang dialami istrinya. Namun... akankah pembalasan itu tetap layak untuk diteruskan saat Rina akhirnya memilih untuk menceraikan Adit dan meninggalkan pria itu selamanya? Akankah kebencian itu begitu besar hingga bisa meredam kerinduan yang melanda Adit saat dia mendapati Rina tiba-tiba saja pergi dan tak mau menemuinya lagi?
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
Dia adalah seorang dokter luar biasa yang terkenal di dunia, CEO dari sebuah perusahaan publik, tentara bayaran wanita yang paling tangguh, dan seorang jenius teknologi papan atas. Marsha, seorang wanita dengan sejumlah besar identitas rahasia, telah menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya untuk menikah dengan seorang pria muda yang tampaknya miskin. Namun, pada malam pernikahan mereka, tunangannya, yang sebenarnya adalah pewaris yang hilang dari keluarga kaya, membatalkan pertunangan dan membuatnya mengalami hinaan dan ejekan. Setelah pengungkapan identitasnya yang tersembunyi, mantan tunangannya tertegun dan dengan putus asa memohon pengampunannya. Berdiri dengan protektif di hadapan Marsha, seorang tokoh terkemuka yang sangat berpengaruh dan menakutkan menyatakan, "Ini istriku. Siapa yang berani merebutnya dariku?"
Joelle mengira dia bisa mengubah hati Adrian setelah tiga tahun menikah, tetapi dia terlambat menyadari bahwa hati itu sudah menjadi milik wanita lain. "Beri aku seorang bayi, dan aku akan membebaskanmu." Pada hari Joelle melahirkan, Adrian bepergian dengan wanita simpanannya dengan jet pribadi. "Aku tidak peduli siapa yang kamu cintai. Utangku sudah terbayar. Mulai sekarang, kita tidak ada hubungannya satu sama lain." Tidak lama setelah Joelle pergi, Adrian mendapati dirinya berlutut memohon. "Tolong, kembalilah padaku."
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Neneng tiba-tiba duduk di kursi sofa dan menyingkapkan roknya, dia lalu membuka lebar ke dua pahanya. Terlihat celana dalamnya yang putih. “Lihat Om sini, yang deket.” Suradi mendekat dan membungkuk. “Gemes ga Om?” Suradi mengangguk. “Sekarang kalo udah gemes, pengen apa?” “Pengen… pengen… ngejilatin. Boleh ga?” “Engga boleh. Harus di kamar.” Kata Neneng terkikik. Neneng pergi ke kamar diikuti Suradi. Dia melepaskan rok dan celana dalamnya sekaligus. Dia lalu berbaring di ranjang dan membentangkan ke dua pahanya.