Kisah yang penuh intrik, romantisme dan pengorbanan. Yi Yuen, gadis yang terlahir sebagai reinkarnasi Dewi Keabadian yang mencari jati dirinya. Perlahan, Zhi Ruo membuka matanya dan mendapati lelaki tampan yang kini mendekapnya. Sejenak, dia tersenyum saat mengelus alis hitam yang terukir rapi di wajah tampan yang masih terpejam. Tak hanya itu, dengan gemasnya dia mencubit lembut pipi dengan tulang rahang yang terlihat kokoh. Li Quan perlahan membuka matanya dan menatap lurus ke arah Zhi Ruo yang kini terdiam. Sontak, Zhi Ruo menyembunyikan wajahnya yang merona di balik selimut, tetapi terlambat. Li Quan dengan cepat meraih bibirnya dan mengecupnya hingga membuat Zhi Ruo tersenyum manja. "Istriku, apa kamu bahagia?" tanya Li Quan yang kini memeluk istrinya dengan erat. "Aku bahagia karena penantianku tidak sia-sia. Apa kamu juga bahagia?"
Gemuruh petir menggelegar di langit mendung. Rintik air hujan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan.
Di mulut gua, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Dia tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu memanjatkan doa. Berharap hujan akan segera reda.
Mulut gadis itu terlihat komat-kamit sambil memejamkan mata. Wajahnya tampak cantik saat terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan baginya. Walau tak henti memanjatkan doa, nyatanya hujan masih mengguyur dengan deras seiring suara petir yang menggelegar bersahutan.
"Kenapa hujan bisa sederas ini? Padahal, tadi siang matahari bersinar sangat terik," batinnya seraya melihat sekitar tempat di mana dia berteduh.
Gadis itu lantas duduk di atas batu yang ada di mulut gua sembari melihat sekeliling. Perlahan, kabut menutupi pandangannya. Dia kini tampak panik hingga membuatnya ketakutan. Dia lalu menyembunyikan wajahnya di balik tekukan lutut dengan kedua tangan yang meremas bajunya. Dia begitu ketakutan hingga menitikkan air mata.
"Ibu, maafkan aku karena tidak mendengarmu. Andai saja tadi aku mendengarkanmu, pasti aku tidak akan terjebak di sini." Kembali suara tangisnya terdengar. Dia menyesal karena tidak mendengar anjuran ibunya.
"Zhi Ruo, sebaiknya kamu tidak usah naik ke gunung. Lagi pula, persediaan tanaman obat kita masih ada. Ibu hanya lelah. Jika kondisi Ibu sudah sehat, Ibu akan menemanimu mencari tanaman obat lagi."
"Tidak, Bu! Ibu sedang sakit dan ibu tidak bisa naik ke gunung. Saat ini permintaan obat sedang ramai-ramainya. Jika aku tidak mencari tanaman obat, bagaimana kita bisa memenuhi permintaan dari tabib-tabib itu?"
Zhi Ruo, gadis muda yang pekerja keras. Dia tinggal dengan ibunya di perbatasan desa. Mereka adalah pencari tanaman obat.
Tanaman obat yang mereka kumpulkan akan dijual pada tabib-tabib di desa atau dijual ke pasar. Karena pekerjaan yang mengharuskan keluar masuk gunung, mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal di perbatasan desa agar lebih mudah menuju ke gunung.
Setelah berhasil meyakinkan ibunya, Zhi Ruo akhirnya pergi ke gunung untuk mencari tanaman obat.
Berbekal keranjang yang tergantung di punggungnya, Zhi Ruo masuk ke hutan di atas gunung dan mendapatkan tanaman obat yang sudah memenuhi keranjangnya. Namun, karena banyaknya tanaman obat yang tumbuh melimpah membuatnya lupa akan waktu hingga dia tersadar saat melihat langit yang mulai senja.
Dengan sedikit berlari, dia lalu meninggalkan hutan itu, tetapi hujan tiba-tiba turun hingga dirinya terjebak di depan mulut gua.
Zhi Ruo masih menelungkupkan wajahnya. Perlahan, dia mengangkat kepalanya dan melihat langit yang sudah menghitam. Seketika, dia bangkit dan melihat sekelilingnya.
Suara jangkrik terdengar diiringi suara hujan gerimis. Namun, sudah tidak mungkin baginya untuk kembali karena jalanan tampak gelap. Akhirnya, dia memutuskan untuk menginap di dalam goa itu.
Sementara di rumah, ibunya tampak begitu khawatir. Wanita paruh baya itu mondar-mandir di depan pintu karena mengkhawatirkan anak gadisnya yang belum juga pulang. "Putriku, kenapa kamu belum kembali? Kenapa kamu begitu keras kepala hingga tak peduli ucapan ibumu ini?"
Wanita itu menitikkan air mata saat mengingat putrinya yang kini berada di atas gunung sendirian. Rasanya, dia ingin menyusul putrinya itu, tetapi apalah dayanya. Kondisinya tidak memungkinkan untuk bisa naik ke gunung. Apalagi hari sudah malam.
Di dalam gua, Zhi Ruo hanya bisa menangis. Walau sering naik gunung dan menyusuri hutan sendirian tidak membuatnya takut. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya saat hari mulai gelap. Rasanya seperti ada bayangan hitam yang selalu mengikutinya.
Di dalam gua, suasana tampak gelap tanpa ada penerangan. Zhi Ruo duduk menyandarkan punggungnya di dinding gua. Suara tangisnya menggema di dinding ruangan itu. Walau matanya terbuka, nyatanya dia tidak bisa melihat apa pun. Dia hanya bisa melihat cahaya petir yang sesekali menyambar dan samar-samar terlihat dari mulut goa.
Zhi Ruo masih menangis. Tangisnya begitu mengiba. Di luar, hujan mulai reda. Walau begitu, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk menangis.
Tiba-tiba, matanya menangkap seberkas cahaya yang menuju ke arahnya. Melihat sumber cahaya, Zhi Ruo lalu bangkit dan mendekati cahaya itu. Cahaya yang beterbangan hingga memenuhi ruangan di dalam gua.
Kelap-kelip cahaya itu membuatnya sedikit lebih tenang. Sekilas, dia tersenyum saat melihat keindahan cahaya yang beterbangan dan mendekat ke arahnya.
"Kenapa kalian bisa ada di sini? Apa kalian datang kesini untuk menemaniku?"
Zhi Ruo lalu mendekati cahaya yang beterbangan itu. Dia lantas mengambil salah satu cahaya dan meletakkan di atas telapak tangannya.
"Kunang-kunang yang sangat cantik. Terima kasih karena kalian mau menemaniku di sini."
Zhi Ruo tersenyum seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan gua. Rupanya, ruangan di dalam gua cukup luas. Walau hari telah larut dan angin dingin bertiup dari mulut gua, tetapi sama sekali tidak membuatnya kedinginan.
Entah mengapa, udara di dalam ruangan gua terasa begitu hangat seakan-akan ada tumpukan api di dekatnya. Kunang-kunang bahkan terlihat begitu indah karena beterbangan mengelilingi ruangan gua. Zhi Ruo terpana dan menatap keindahan yang terlukis indah di depannya.
"Ibu, tidurlah. Aku di sini baik-baik saja. Aku tidak sendirian karena ada kunang-kunang cantik yang menemaniku di sini," ucapnya seraya tersenyum.
Zhi Ruo lantas berbaring di lantai gua beralaskan rumput yang entah sudah ada sejak kapan. Rumput-rumput itu begitu hangat dan nyaman hingga membuatnya terbuai dalam mimpi.
Wajah Zhi Ruo tampak cantik saat kunang-kunang terbang di sisi wajahnya seakan-akan wajahnya sengaja diperlihatkan melalui cahaya hewan bersayap itu.
"Temanilah dia hingga pagi. Jangan biarkan dia terbangun dan hangatkan dia dengan cahaya kalian."
Terdengar suara seseorang yang berbicara pada kunang-kunang. Perlahan, kunang-kunang mengerubungi tubuh Zhi Ruo seakan-akan mengikuti perintah suara itu.
Benar saja, Zhi Ruo tampak tersenyum dalam tidurnya. Wajahnya yang cantik terlihat memukau dengan cahaya kunang-kunang yang menyinari wajahnya. Rambutnya yang terurai panjang terlihat bak benang sutera yang akan dipintal. Rambutnya lurus, hitam, dan terurai lepas.
"Apakah ini yang namanya manusia? Bukankah, manusia hanya seonggok daging yang tak berguna?"
Suara itu kembali terdengar. Suara yang terdengar berat dan datar itu rupanya belum beranjak dari dalam gua.
"Aku harus pergi. Kalian tetaplah bersamanya dan terima kasih karena kalian sudah membantuku untuk menjaganya. Dengan begitu hari pembebasanku semakin dekat. Aku pergi dulu."
Tiba-tiba, sekelebat bayangan hitam keluar dari dalam gua dan menghilang di balik kegelapan malam.
Sementara kunang-kunang masih mengelilingi Zhi Ruo dan menghilang saat ayam hutan berkokok. Di saat itulah, gadis itu merasa kedinginan karena hawa dingin seketika menyeruak masuk dari mulut gua.
Zhi Ruo membuka matanya dan melihat seberkas cahaya yang menerangi di dalam gua. Matahari pagi tampak bersinar saat dia bergegas keluar dan berdiri di depan mulut gua.
Aroma rumput dan tanah basah seketika menggelitik hidungnya. Dia lalu menghirup aroma khas itu dan mengembuskannya dengan lembut seraya memejamkan mata.
"Ah, segarnya. Ternyata hutan ini tidak hanya penuh dengan tanaman obat, tetapi juga memiliki udara yang sangat segar. Aku menyukai hutan ini dan aku pasti akan sering datang ke sini," ucapnya.
Gadis itu tampak tersenyum. Wajahnya terlihat cantik seiring senyum yang merekah di sudut bibirnya. Gigi putihnya tersusun rapi yang dipadukan dengan bibir yang merah alami. Hidungnya mancung dan alis yang terlukis rapi dengan cat hitam hasil mahakarya dari Sang Pencipta.
Zhi Ruo lantas mengambil keranjang yang masih teronggok di lantai gua. Dengan cekatan, keranjang itu lantas dipikulnya.
Sebelum pergi, dia masih sempat memandangi sekeliling gua. Perlahan dia menundukkan setengah badannya. "Terima kasih karena semalam sudah menemaniku. Aku tahu, tidak mungkin kunang-kunang itu sengaja menemaniku. Siapa pun dirimu, aku sangat berterima kasih. Semoga saja aku bisa membalas jasa baikmu."
Zhi Ruo masih menunduk dan perlahan mengangkat kepalanya saat embusan angin menerpa wajahnya. Seketika, dia tersenyum. Dia lantas meninggalkan tempat itu.
Dari jauh, sepasang mata tampak memperhatikannya. Tatapan mata yang tajam bak mata elang yang siap menerkam mangsanya.
Dari balik semak, dia memperhatikan Zhi Ruo yang perlahan menghilang di balik pepohonan.
Tanpa kendala, Zhi Ruo akhirnya bisa keluar dari dalam hutan dan tiba di rumahnya dengan selamat. Melihatnya datang, sang ibu berlari ke arahnya dan memeluknya.
"Putriku, apa yang terjadi? Kamu sudah membuat ibu khawatir." Wanita renta itu menangis karena putri semata wayangnya telah kembali dengan selamat.
"Sudahlah, Bu. Jangan menangis lagi. Maafkan aku karena sudah membuatmu khawatir. Sebenarnya, kemarin aku sudah mau pulang, tetapi tiba-tiba saja hujan turun sangat deras dan kabut tebal menutup jalanku. Untung saja aku bisa berlindung di dalam gua. Kalau tidak, aku mungkin sudah mati kedinginan di hutan itu."
Penjelasan Zhi Ruo membuat ibunya merasa heran. Pasalnya, kemarin sore tidak ada hujan yang turun. Bahkan, dari rumahnya dia bisa melihat keadaan hutan yang masih terang tanpa diselimuti kabut.
"Putriku, apa kamu melihat sesuatu yang aneh di sana?"
"Tidak ada, Bu. Semuanya biasa saja. Akan tetapi, sekumpulan kunang-kunang datang menghampiriku. Mereka menemaniku dan menerangi di dalam gua. Aku belum pernah merasakan tidur yang begitu lelap seperti semalam. Rasanya aku enggan membuka mata karena kelembutan dan kenyamanan tempat itu."
Mendengar penjelasan Zhi Ruo, wanita itu merasa kalau ada sesuatu yang aneh. Hujan yang turun dan kabut yang tiba-tiba muncul bukanlah suatu hal yang kebetulan.
Kunang-kunang sudah menjadi cerita turun temurun dari orang terdahulu. Konon katanya, hutan itu dijaga oleh makhluk tak kasatmata yang berupa kumpulan kunang-kunang berwujud sosok manusia.
"Putriku, mulai saat ini kamu jangan pernah lagi naik sampai ke puncak sana. Carilah tanaman obat di sekitar hutan ini saja. Ibu khawatir karena menurut cerita, ada makhluk menyeramkan yang mendiami hutan itu. Bisa saja semalam kamu sengaja dibuat menginap di sana."
Zhi Ruo hanya tersenyum dan memeluk ibunya. "Ibu, jangan khawatir. Putrimu ini bisa menjaga diri. Lagi pula, kalaupun makhluk itu ada, tidak mungkin dia akan membiarkanku kembali ke desa dengan selamat. Bisa saja dia akan membunuhku dan menjadikanku sebagai santapannya. Namun, itu tidak terjadi, bukan?" Zhi Ruo tersenyum dan mencoba menenangkan ibunya.
"Ah, sebaiknya aku bersiap ke pasar untuk menjual tanaman obat yang sudah kudapat. Pulang nanti aku akan membeli kebutuhan dapur yang sudah habis. Aku akan memasak makanan kesukaanmu."
Zhi Ruo lantas bangkit dan menyiapkan tanaman obat untuk dibawa ke pasar. Dia tampak gembira saat melihat tanaman obat yang sebenarnya cukup langka. Hal itulah yang membuatnya berani memasuki kawasan hutan yang telah menjadi hutan terlarang sejak dulu. Hutan yang tidak berani dilalui oleh siapa pun karena keangkeran dan penampakan makhluk menyeramkan.
Sementara di dalam hutan, tampak sosok berupa bayangan hitam berkelebat di atas pohon. Sosok yang menyerupai bayangan manusia itu dengan lincahnya melompat dari satu pohon ke pohon lainnya.
Terkadang, terdengar suara tawa yang memengakkan telinga hingga membuat burung-burung di hutan beterbangan. Suara tawa yang terdengar menakutkan di telinga para penduduk desa.
Di saat suara itu terdengar, semua penduduk akan masuk ke rumah dan mengunci diri di sana.
Dan kini, suara itu terdengar lagi. Suara tawa yang menggema hingga membuat Zhi Ruo menatap ke arah hutan. "Diamlah, kamu sudah membuat orang-orang ketakutan dengan suaramu itu. Tidakkah kamu berpikir kalau suaramu itu sangatlah jelek!" Zhi Ruo berucap dengan lantang.
Seketika, suara itu tidak lagi terdengar.
Tanpa disadarinya, bayangan itu kini menatapnya dari balik pohon yang menjulang. Tatapan mata bak seekor elang yang menatap tajam.
"Manusia aneh. Kenapa dia sama sekali tidak takut padaku?"
To Be Continued...
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Memang benar perkataan adrian tentang dirinya, dia wanita yang sangat cantik nan rupawan, aroma tubuhnya sampai tercium meskipun jarak di antara kita cukup jauh. tubuhnya juga sangat terawat, pantatnya yang besar dan nampak sekel, dan lagi payudara miliknya nampak begitu bulat berisi. "Ehmm... dia itu yaa wanita yang mendapat IP tertinggi sekampus ini !", gumamku. "Cantik, kaya dan pintar.. dia seperti mutiara di kampus ini !", lanjut gumamku.
Ujang menatap tajam ke lawannya tersebut "Datok lo harus tau seberapa greget nya gue?!" "Gue baru 20 tahun, terus kontol gue cuman dipake kencing doang" "Tisu Magic mode", Ujang bersiap kembali kali ini semua badannya sudah berlapis baja , ilmu pamungkas pun sudah diaktivkan, "TELO RASA MEKi" sang datok pun bersiap dengan ilmu pamungkasnya terlihat semua badannya mengeluarkan uap panas Dan keduanya bagai petir melesat dengan kecepatan tak kasat mata mengeluarkan ajian pamungkasss "BOOOOOMMMMMMMMMM"
Ava menarik nafas panjang sebelum melepas penutup terakhir tubuhnya. Dan kali ini, yang hadir hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya. Sore itu ia merasa menyatu dengan alam.
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
Warning 21+ mengandung konten dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan. Winda Anita Sari merupakan istri dari Andre Wijaya. Ia harus rela tinggal dengan orang tua suaminya akibat sang ibu mertua mengalami stroke, ia harus pindah setelah dua tahun pernikahannya dengan Andre. Tinggal dengan ayah suaminya yang bersikap aneh, dan suatu ketika Anita tau bahwa ayah mertuanya yang bernama Wijaya itu adalah orang yang mengidap hiperseks. Adik iparnya Lola juga menjadi korban pelecehan oleh ayahnya sendiri, dikala sang ibu tak berdaya dan tak bisa melindungi putrinya. Anita selalu merasa was-was karna sang ayah mertua selalu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu bahkan tak jarang Wijaya sering masuk ke kamarnya saat ia sedang tidur. Akankah Anita mampu bertahan tinggal bersama Ayah mertuanya yang hiperseks? Atau malah menjadi salah satu korban dari ayah mertuanya sendiri?
Pada hari ulang tahun pernikahan mereka, simpanan Jordan membius Alisha, dan dia berakhir di ranjang orang asing. Dalam satu malam, Alisha kehilangan kepolosannya, sementara wanita simpanan itu hamil. Patah hati dan terhina, Alisha menuntut cerai, tapi Jordan melihatnya sebagai amukan lain. Ketika mereka akhirnya berpisah, Alisha kemudian menjadi artis terkenal, dicari dan dikagumi oleh semua orang. Karena penuh penyesalan, Jordan menghampirinya dengan harapan akan rujuk, tetapi dia justru mendapati wanita itu berada di pelukan seorang taipan yang berkuasa. "Ayo, sapa kakak iparmu."
Joelle mengira dia bisa mengubah hati Adrian setelah tiga tahun menikah, tetapi dia terlambat menyadari bahwa hati itu sudah menjadi milik wanita lain. "Beri aku seorang bayi, dan aku akan membebaskanmu." Pada hari Joelle melahirkan, Adrian bepergian dengan wanita simpanannya dengan jet pribadi. "Aku tidak peduli siapa yang kamu cintai. Utangku sudah terbayar. Mulai sekarang, kita tidak ada hubungannya satu sama lain." Tidak lama setelah Joelle pergi, Adrian mendapati dirinya berlutut memohon. "Tolong, kembalilah padaku."
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?