mil
AH
ar
R.D.L
dara dingin dan angin kencang beberap
at terdengar bunyi dahan pepohonan lapuk yang patah dan juga
geri kalau sampai mati lampu,
ampak sangat kompak, semenjak be
a
n bunyi gelegar di luar dan kilatan ca
n. Kamar seketika gelap. Hanya sesekali terp
ang-ni
ang-ni
up-sayup. Ghandy dan Bagas saling men
doa, Kak,"
is--mi
at ia membaca doa, terdengar sua
aik turun, begitu juga Ghandy. Keringat
ng berlomba dengan suara dentingan
meluk, mata mereka menutup. Tak ada seoran
ai melantunkan doa, Bagas y
an, tapi semakin la
hsssh
ra desisan di luar. Seketika udara sekita
menjadi rintihan saa
awasss
sayup-sayup, dan udara
erdengar suara hujan le
*
elisah. Mati lampu yang tiba-tiba membu
lin keluar, tapi gerakannya terhen
lan, tapi lama kelamaan mulai te
gannya menyisir sekitar k
takut. Gelap, hanya kilatan cahaya dari luar yan
erganti dengan ranjangnya
anggu aku!" teriak Ajeng saat ket
menangis, Ajeng mencengkeram besi ranjang, taku
p sudut kamar. Kepalanya bergerak ke kiri dan
tak jauh dari ranjangnya. Ia terte
kelamaan benda itu mencuat, bertambah besar hingga tampaklah sebuah waja
menggapai ke udara, senyum terkembang di wajah pucatn
but panjang acak-acakan itu terkikik m
kan jiwaku yang selama ini ter
, Aku akan mengambil jiwamu dan
dasar wan
arah pintu, berharap bisa keluar dar
usaha keras untuk bisa keluar dari
jeng. Tangannya berulang
ika terbangun dan segera berlari keluar, menuj
riak Bagas dan
tenaga, hanya mampu meminta tolong s
tu kini merangkak ke dinding dengan kepala
ergetar, suaranya ter
gerikan yang kini berad
ya, berikut dengan belatung-belatung yang keluar d
long Ajeng,'
handy..., t
anya kakinya yang menempel di langit-lan
nciuman Ajeng. Tangannya yang putih pucat dengan ku
ar, tapi tubuhnya seolah
a
angan dingin itu menekan mulutnya
iap jenggal organ dalam gadis yang saat itu merasakan hal menjijikkan
rrp
ya dan membuat Ajeng terbatuk kera
k! uh
ng! buka
ntuk menjawab teriakan kedu
sana, tapi tak terdengar sedi
akan merasakan ketakutan dalam hidupmu, begitu juga pacarmu. A
ihih
uar dari mulut Ajeng, sedang belatung ber
ti. Menyesali perbuatan bodohnya yang m
jam berwarna hitam itu m
ng hingga mulutny
pan yang kini terhembus d
i melemas, semua sendi yang
ingga akhirnya ia sadar saat ia memandang tubuhnya sedan
Ajeng, yang membuat makh
kakinya seperti di cengkeraman. Saat ia men