ruk membuat kendaraan bergoyang beberapa kali. Tak ada yang berbicara semenjak si kuda besi mela
t kepala. Sungguh, ia akan sangat malu bila sampai Kiai mendengar
g," ucap santri yang tengah mengemudi, "menur
engangguk. Pemuda itu segera memakai peci
an. Saat sampai di lokasi, Pak Yayat, Pak Harun, Aep ser
nya Pak Yayat. Dua orang penggal
u, Pak," saran Rojali. Ia menyisir sekeliling. Dari arah tan
ani yang berbicara hingga setengah badan dua orang penggali makam itu tertanam di lub
eriak dua penggali
Harun bahkan sampai terjatuh. Secara mendadak, dua penggali kuburan itu merayap ke atas, melempar cangkul sembara
dengan kakinya yang mulai tak nyaman menginjak tanah kuburan.
sebagian jatuh kembali ke dalam. Entah dari m
ng santri untuk ikut turun. Pemuda itu menekan kuat-kuat ketakutan,
saling menumbuk, berbagi kecemasan. Kaburnya si penggali makam bukan hanya meninggalkan ke
. Beberapa kali ia meneguk saliva, menekan ketakutan dalam-dalam. Tepat saat lolongan anjing kembali terdengar, ia n
atasnya jatuh ke dalam liang lahat. Ingin mundur, tetapi sudah kepalang tanggung. Alhasil
staz?" Pak H
azah lebih detail. Matanya menyisir pandangan, memakai kembali peci yang sempat terjatuhan dengan itu, pintu gubuk tiba-tiba terbuka. Sua
gucur segera ia sapu dengan lengan baju."Saya ...
ayat rebah di tanah.
menepuk pipi Pak Y
at tangan menyibak papan, bongkahan batang pisang tiba-tiba berbalik. Sontak saja kepala desa itu me
rcucuran. "Tutup! Tutup!" perintahnya kemudian. Pria itu memutar tubuh, k
jarkan langkah dengan si kepala desa. Pistol yang bersarang di pinggang bergerak-gerak seiring
batan tak sekencang langkah yang saling menyus
hat sudah tertutup sepenuhnya. Gundukan tanah merah itu dengan cepat di
berjalan kaki bersama Aep karena kendaraan tak muat menampung orang. Tak a
etak sarungnya. Pandangannya sempat tertuju pada kawasa
ojali, "tapi ... ada hal g
ekeliling. Persawahan yang biasanya diramaikan aksi cangkul dan
n yang membungkus jenazah ...