ojali sembari memindai keadaan. I
emai jawaban dari kondisi desa. Di pesantren, ia menunggu Kiai hingga dua jam. Setelah bertemu, pemuda itu harus b
engan ubi rebus. Setelahnya, pemuda itu bergegas menuju kediaman Pak Dede yang berada di tengah Ka
gil Rojali setel
k melihat tanda-tanda penghuni rumah akan membuka pintu. Ia kemudian berkunjung ke ruma
rjang. Hawa dingin yang hadir berhasil membuat bulu kuduk Rojali berdi
rdengar sahuta
h. Pak Yayat mengamati Rojali dari atas hingga bawah
h dengan hati-hati sebab alas rumah ini adalah papan kayu. Saat di dalam,
cap Pak Dede bersamaan dengan Rojali yang dud
i sembari memandangi satu per satu orang yang hadir. "T
au itu hanyalah sandiwara. Sudah rahasia umum kalau Pak Dede iri dan dengki pada Rojali. Alasa
kan pesan untuk berkumpul di r
tebal Rojali menekuk, men
" timpal Aep yang tengah me
k paham," ungkap Rojal
u kompak menghentikan aktivitas sesaat, lant
jali setelah beberapa saat hening, "setengah jam lalu s
, hidangan yang baru setengah ia makan itu malah mendarat ke
kan jenazah. Selebihnya bapak-bapak bisa ikut mengafani dan menyalati jenazah," jelas Rojali, "lalu masalah
las air untuk pria itu minum. Cukup lama batuk terdengar, terl
a." Aep yang pertama kali merobek
lat supaya tidak ikut mengurusi j
k Dede?" t
Pak Yayat segera bangkit, lantas mengintip keadaan luar melalui celah tir
t. Tujuh orang santri tengah berdiri di perkarangan rumah.
i." Rojali menyunggingkan senyum,
mpat semula. Kegelisahan dan ketakutan segera menjalar ke setiap paras. Pak Yayat
yang sebenar
i masuk ke dalam rumah, lalu bergabung dengan obrolan. "Apa
"Ada apa sebenarnya ini, Pak? Saya m
sentak Pak Dede, "pasti ini akal
membuat orang-orang memperhatikan Pak Dede lekat-lekat.
ti suruhan kamu!"
Pak Dede," balas Rojali te
u siapa yang memandikan dan menguburkan jena
Jujur saja, ia tak pernah merasa seterkejut ini sebelumnya. "Bagaimana mungkin? Pad
ggal setengah. "Saat saya, Pak Yayat, dan Pak Harun menunggu kedatangan Ustaz di pos ronda, ada ena
aku sebagai santri dari kabupaten. Mereka juga yang mengurusi jenazah
duduknya, lantas bertan
" timpal Pak Yayat, "hanya saja saat kami ing
ali mengepal kedua t
ara dengkuran ayam dan serangga malam yang saling bersahutan. Kumpulan
gu izin Kiai terlebih dahulu. Selain itu, Kang Rojali memberi tahu
wat Legok Kiara?"
mengg
ah Atim, katanya Ustaz lewat ...." Suara Pa
ang yang mengurus jenazah Mbah Atim tadi?" tanya Pak Yayat, "
epalanya seakan ingin pecah. Ya Allah, ia akan merasa bersalah kalau
" hardik Pak Dede dengan telun
n dan memilih untuk mengurusi jenazah itu sendiri, hal ini tidak aka
itu yang membuat takut warga,
gkar makam Mbah Atim be
Dede menggeleng.
kan melakukannya. Bagai
de itu muncul ke permukaan. Hanya saja Rojali ta
mengaku santri tersebut sekar
a terdengar. Aep yang setengah tidur sampai melonjak kaget. Ia b
Ep?" tany
jatuh." Aep k
an berniat mencari tahu lebih dalam, kemungkian ia akan merasa sedikit curiga pada k
rtancap di sana, yang tampak hanya gundukan tanah merah tanpa taburan bunga. Makam yang berada di bawah pohon
melilit sosok itu. Ia lantas meninggalkan makam, bukan
ak bisa tidur. Sejak pagi, badannya mendadak demam. Setiap kali pria itu menelan makanan
a turun dari kasur karena tak ingin membangunkan keduanya. Hawa dingin terasa
i kamar mandi, pria itu kembali ke kamar. Ia peluk istrinya dengan begitu erat. Setela