restoran mana. Pastinya aku y
i sore selepas jam kerja." Akhirnya aku berhasil
t pulang oleh Kang Oded,
iku, bahwa suamiku tak bisa seromantis kekasih gelapku. Andai saja Kang Oded lebih
an menginap di mess sampai akh
Mas Rudi ter
g." Mas Rudi memberiku ciuman jarak jauh
ku akan Kang Oded. Aku dilanda perasaan yang berlawanan. Di satu sisi, aku gembira dengan telepon Mas Rudi. Di sisi lain, aku kecewa dengan
orak hati yang diikat dengan pita berwarna merah jambu. Manis sekali. Ukuran kado itu mungil saja, se
cantik." Mas Rudi berkata seray
ahun. Biar saja. Aku memang belum pernah memiliki kekasih sebelum menikah dengan Kang Oded. Bahkan, aku menikah dengan
ak dapat aku sembunyikan. Kado itu aku pegang erat di tangan. Aku menimang kado
akhirnya. Mas Rudi mengang
pelan kertas pembungkus kotak hadiah itu. Tak sabar aku membuka kardus cokelat di dalam
inar menatap kardus ponsel baru di dalam gengg
di membelai telingaku. Namun pandanganku masih tertuju ke arah ponsel berwarna putih bersih di genggaman. Aku seo
nelepon saja, padahal sudah banyak teman-temanku yang memiliki ponsel pintar. Aku memang bel
engerti aku." Aku mengangkat kepa
sih?" Mas Rudi m
alam pandangannya yang lurus ke arahku. Dahi Mas Rudi berkerut merupakan pert
yang lain?" t
ah bingung. Semakin aku bingung, tawa Mas Rud
ak sangat gemas. Apakah aku melakukan kesala
ak. Aku tak tahu harus senang atau marah dengan ucapannya itu. Makanya, aku
sendiri. Barulah aku paham bahwa Mas Rudi minta cium. Aku meneguk ludah. Bola mataku berputar dan melirik ke arah kiri dan kanan, meme
in di sudut ruangan yang jauh di sana. Apabila aku melakukan permintaa
n terpancar dari wajahku. Aku beralih menatapnya dan mengangguk
i mencondongkan badan ke depan, sehingga kepalanya lebih dekat ke wajahku. Jarak diantara kami hanya terbentang
mu malu di tempat umum seperti ini. Tapi aku yakin ka
k karuan. Ada rasa takut yang menjalar di seluruh kulit dan pori-poriku. Namun begitu, ada arus aneh yang mengalir
kursi dengan sikap tubuh yang kembali santai. Ia tak tahu, bahwa baru saja ia
lebih berharga daripada hadiah
, padam seketika. Aku seperti kembali dipaksa menjejak ke bumi. Aku, Tisni, istri yang kesepian. Aku me
u selama aku bekerja dan menginap di pabrik. Boro-boro mengharapkan ia memberiku ucapan selamat ulang tahun, sehari-hari saja ia tak pernah menyapa dengan pe