seafood untuk menyambut kepulangan Pandu. Ia merapikan meja makan. Setengah jam lalu, suaminya mengb
mpak lelah, mencoba tersenyum sembari berjalan ke arahnya. Zita mendadak gro
laikum," s
berdiri di hadapan Zita, meletakan tas ransel besar di samping,
mengekor sembari menyeret tas
hujan gledek, Mas," ucapnya sembari membuka tutup mesin cuci
ut Zita berjalan ke kamar mereka. Pandu menjawab 'Iya' se
ndu yang menerimanya dari balik pintu. Suara halus mesin cuc
alam, suaminya berjanji akan mengajaknya ke mal untuk nonton bio
menguap dibenak Zita, meny
tuk banget, Zit," ujar Pandu semb
inya dengan mengambil ikan bakar. Pandu tersenyum, bertopang dagu menatap i
nji dengan Zita. Istrinya menggelengkan kepala. Ia lalu
mbari menuangkan air putih ke gelas. Pandu bera
.. c
istrinya itu. "Nggak nakal kan,
nya." Zita melirik ke Pandu yan
habis dua porsi makanan itu mereka nikmati, Zita memasukan ke kulkas untuk di panaskan menjelang makan malam. Pandu, langsung ke
ng sudah pulas. Senyum wanita itu merekah, ia tak sendirian lagi du
u juga tas ransel besar itu, menjemur pakaian,
*
malam, tepatnya pukul tujuh. Zita sedang menyetrika pakaian yang su
" jaw
n biru muda dan celana biru tua, tampak seperti
nya. Zita menerima dus yang sepertinya buku. Kemudian ia kem
ar di ambang pintu, mengamati Zita yang ju
katanya, apaan sih, Mas? Bu
ng harus aku pelajarin. Zit, bi
loyor ke dapur. Pandu menarik ta
elum sama ak
a lebih keras lagi, dong," ujar Zita sembari mengulum s
empelin aku ke mana-mana, nangis-nangis nahan rindu, terus... terus...
apa aja. Dan, benar, lima buku berbagai materi konstruksi pipa ba
dara (maap mirip lagu, anak-anak). "Kok, ada manajemen SDM? Kamu di suruh Pak Ahmad pe
jutkan menyetrika sementara Pandu mulai membaca buku berbahasa inggris
, baru saja pulang ke rumah, otak suaminya sudah harus di isi dengan materi tentang p
oleh-oleh?" tanya Zita asal, tangan
aku bawain oleh-ol
, masa oleh-olehnya baju
diam, lalu kemudian ia tertawa lepas, membuat Pandu ikut tertawa pelan. Air mata Zita sampai keluar dari kedua sudut
Mas," sanggah Zita la
ma yang baru, besok beli di supermarket." Ia menggan
sebelum ada kamu. Jangan diapa-apain, kasihan, udah aku du
ya. "Berarti ini empeng kamu, Mas? Idihhh... malu,
ih belum bisa aku apa-apain, aku masih mau, di-a." tunjuk Pandu ke guling yang dipe
Ia senyum-senyum, lalu kembali melanj
mbawa toples berisi keripik singkong
andu tanpa men
an Zita membuat suaminya menoleh, meng
pasti wajahnya sudah merah. Karena Pandu langsung men
gombalnya," ucap Zita s
. Udah mulai tumbuh-tumbuh akar cint
u, dibilangin Mas Pandu harus berusaha giat bikin aku jatuh cin
nunggu Zita mener
as Pandu, ya, kan?" tatapan Zita
ak, tulus, saling percaya, saling jaga, dan saling ce
?" Zita
Zita, berarti ada rasa iri, dan selama itu wajar,
paham." Zita ma
nggak pernah, lagu-laguan p
lah, walau kenyataannya nggak pernah pacaran, baru mau pacaran, udah dinikahin
Sama siapa?" Pa
ak, kebunnya luas, ternak sapinya.. wih... mantul pokoknya
udah
na dua kali, karena Bude kena
Pandu masih m
h dua delapan, nggak beda j
nya. Di tutupnya buku yang sedang ia baca, lalu
menyiratkan percikan api cemburu. Zita bisa m
, kan, Zit?" tanya Pand
emangat itu sampai otakku ngebul dan panas
t, napas Pandu memburu cepat, hawa pa
ertanyaan Zita membuat Pandu bing
lagi. "Jadi gini toh, reaksi Mas Pandu kalau cem-bu-ru? Serem juga, ya? Ngebul kayak radiator mobil lupa diisi air." Zita beran
kup suaminya. Mereka saling menatap, lalu Pandu berakhir ingin merasakan manisnya bibir Zita, kali ini ia melakukannya dengan lembut, ia ingin Zita merasakan rasa suka dan sayangnya dengan ber
ita masih terpejam dengan bibir menempel rapat. Pandu tak melanju
ri atas pangkuannya, berjalan ke kamar mandi, ia memutuskan 'mandi lagi'. Sed