rbeda bagi Ryuka. Gadis itu menatap satu persatu anggota keluarga yang bera
a memberanikan diri bertanya. Jevan meneg
kedua orang tuanya itu. Jevan akhirnya memberi tahu jika Papa dan Mama akan ke Swiss. Menemui daddy Pras dan mommy Laurent di sana.
bali bersuara. Je
li, ia tak mau menggubris ucapan adiknya itu. Ryuka mulai kesal. Dengan kasar ia beranjak dan sedikit membanting sendok ke
uka itu. Jevan mengangguk. Lalu Reyo berlari men
asar wajahnya. Ia melihat ke Nasya dan Akira, dua adik kecilnya itu menatap Jevan sendu. Sejak di marahi Jevan,
mar R
yuka dengan kameranya. Objek memang lebih banyak wajah anggota keluargan
komik di atas ranjangnya dengan posisi tiduran. Ryuka me
?" Reyo menoleh, menatap kembarannya, Ryuka berge
aik-baik, lo bisa home schooling, jangan bolos."
Papa sama Mama tetep mau gue sekolah formal, ijazahnya penting." Ryuka beranjak dan terduduk. Ia menatap
tu pembagian sel otak, gue ambil punya lo sedikit, jadi ya, gue yang pinter. Apes kan lo jadi ke
menatap Ryuka heran. "Kak, Nasya mau tidur, di sini, boleh?" Ryuka
yo?" Ryuka menggeser bantalnya,
nggak makan pedes," ujar Nasya mengeluh.
buka baju tidur bagian atas Nasya. Adi
tanya Ryuka sambil memperh
" tunjuk Nasya ke kedua pa
a memiringkan tubuhnya dan memeluk guling. Tangan Ryuka mengusap punggung hingga pinggang adiknya itu, saat perempuan hendak datang bulan untuk pertama kalinya, pasti tubuhnya ak
an Nasya. Ia kembali meletakkan ponsel di atas nakas. Lalu mematikan lampu, dan memil
terlelap. Akhinya ia berdialog dengan dirinya dan sang pencipta. Bertanya kenapa ia
*
ri. Jam perg
a. Teman sebangkunya. "Gue perhatiin, lo bisa kerjain sosioligi, geograf
ntek. Berapa kali gue di hukum kare
naik kelas nanti, lo males
sal sendiri. Ia mengusap wajahnya kasar. Seorang guru masuk, kali ini pelajaran geografi. Wajah guru itu sum
bagian kertas hasil ujian minggu lalu. Ryuka harus menyiapkan mental
dan berjalan menghampiri guru itu. Ne
h geli. Ryuka hanya membalasa dengan senyuman dan kekehan. Seolah memberi kesan ia tak apa-apa. Padahal, di dalam hatinya, ia begitu malu dan sedih. Namun, Ryuka selalu menutupinya dengan senyuman tadi, ia kembali duduk ditempatnya, menatap nilai dengan lingkaran bulat sempurna itu dengan kekosongan
sam