ng, kakakku itu sempurna dan maha segala. Maddie, begitu biasanya kakakku disapa, sangat cerdas, teliti dan cekatan dalam segala hal. Ditambah dengan kecantikannya yang bersinar terang baga
Reen menonjol di antara gadis-gadis lainnya. Jika para wanita kebanyakan menonjol karena kecantikan ataupun keseksian mereka, Reen berbeda. Adikku ini mempesona dengan kecerdasan dan kepercayaan dirinya.
rek api basah nan redup. Aku tidak memiliki kelebihan apapun di a
an diturunkan secara genetika oleh kedua orang tuaku. Bukan karena kerja keras apalagi prestasi. Aku tidak perlu melakukan
ang dimiliki oleh kakak dan adikku. Sampai-sampai ibuku
Saat itu kami menghadari acara ulang tahun salah seorang rekan kerja ayahku, di salah satu hotel mega
saudariku sangat gembira. Jarang-jarang kami mendapat undangan di tempat mewah seperti acara ini. Dalam benak kami, akan ada kue-kue cantik
Maddie memakai gaun princess berwarna merah muda yang cantik. Rok tulenya yang mengembang sempurna, membuat kakakku itu bagaikan seorang
ena kelamaan disimpan di lemari gaun ini berubah warna menjadi kekuningan. Ya, gaunku adalah gaun bekas Maddie yang sudah tidak muat lagi. Sudah menggantung sebetis jika dikenakan olehnya. Makanya gaun ini diberikan kepada
empat acara diadakan. Dan seperti biasa, aku tetap berjalan dalam diam, di belakang mereka bertiga. Sebenarnya aku
dekorasi di sepanjang koridor hotel. Ibuku dengan sabar menjawab pertanyaan mereka satu persatu. Sesekali ibuku tertawa bila pertanyaa
as. Tidak puas, aku menarik tangan ibuku. Mencoba meraih perhatiannya. Ibu malah menepis tanganku dan memarahiku. Ibu mengatakan agar aku jangan banyak bertanya dan jangan nakal. Pad
ntar sekaligus sangat cekatan. Untuk kategori seorang ibu idaman, mungkin ibuku adalah juaranya. Ibuku adalah ibu impian bagi semua anak,
dalah rekan-rekan kerja ayah. Beberapa di antara bapak-bapak dan ibu-ibu berpakaian bagus itu, se
hnya acara, seorang ibu-ibu cantik berkeb
pada ibu. Sepertinya ibu itu mengenal ayahku. Ibu sege
perti yang Ibu katakan tadi, saya adal
Pak Teddy," Bu Hera menya
na Bu Hera tahu kalau saya adala
n Pak Teddy. Ngomong-ngomong panggil saja saya Hera. Dipanggil Ibu,
iar kita sama-sama merasa muda?" Ibuku tertawa. Dengarlah tawa
eline, Marilyn dan Maureen. Ayo anak-anak,
mengatakan kalau Bu Hera cantik seperti artis, aku menggeleng keras. Aku tidak s
? Kamu ngidam apa sih pas hamilnya? Ngemi
an dijawil, karena aku sudah berdiri di samping ibu. Jarang-jarang aku bisa berdekatan sepert
Namun aku melihat ibu memandang kakak dan adikku dengan tata
an cerdas. Khas anak-anak yang diedukasi dengan baik," puji Bu Hera
er. Biar deka
pat anak-anak orang kaya semua lagi. Banyak anak-anak
h juga kayaknya kami tidak mampu. Untungnya
an Maureen rajin ikut pentas seni siswa. Piala
palagi menyertakan tentang kegiatanku di sekolah. Selalu begitu. Di mata ibu, aku ini hanyalah seorang anak yang tidak kasat m
-prestasi kakak dan adikku yang lain. Yang ditimpali oleh Bu
ke sana ke mari dengan anak-anak yang lain. Kedua saudariku itu memang pandai sekali bersosialisasi. Tidak
r di belakang. Dengan perasaan cemburu aku memandangi langkah kakak dan adikku yang digandeng oleh ibu
kak dan adikku. Dan ibu menjawab kalau tangan ibu itu cuma dua. Satu dipakai untuk menggandeng kakakku dan yang satu lagi untuk menggandeng a
elalu bilang, kalau ibu sedang sibuk mengurus kedua saudaramu, datanglah pada
disayang oleh ibu. Aku ingin bermanja-manja pada ibu seperti kedua saudariku. Terlepas dari semua itu, aku ingin dicintai oleh Ibu seperti
dihan dan rasa bersalah di mata ayah, setiap kali ia menatapku. Hanya saja aku ti
pusat dunianya. Kata ayah, aku adalah mataharinya dan sumber segala kebahagiannya. Ayahku bilang, apapun yang membuatku bahagia, maka ayah sepuluh k