Marilyn, si upik abu dalam keluarga, bingung saat menjadi tertuduh sebagai seorang pelakor dalam hubungan sang kakak dengan pacarnya. Padahal ia hanya dijebak oleh sebuah SMS. Ia menjadi orang yang bersalah dalam keadaan yang salah juga. Sementara itu Christian--pacar sang kakak, malah menuduh Marilyn sebagai satu-satunya pemain tunggal dalam skenario ini. Christian mengira Marilyn ingin hidup enak dengan menghalalkan segala cara. Christian yang dendam karena nama baiknya telah tercemar, berencana akan membalas dendam pada Marilyn yang sebenarnya tidak tahu apa-apa. "Pasti kamu sengaja menciptakan kekacauan seperti ini, agar bisa hidup enak dengan menjadi istri orang kaya bukan, setan kecil? Baiklah, saya akan menikahimu. Namun jangan senang dulu. Karena saya akan menjadi mimpi burukmu, karena kamu sudah berani bermain-main denganku." - Christian Diwangkara. "Saya diam, bukan karena saya bersalah. Saya hanya memilih berhenti menjelaskan karena saya menyadari, kalau kalian semua hanya menginginkan kebenaran versi kalian sendiri." - Marilyn Wijaya.
Namaku Marilyn. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara, yang kesemuanya adalah perempuan. Madeline adalah kakak sulungku. Orang-orang menjulukinya Miss Perfect. Karena menurut orang-orang, kakakku itu sempurna dan maha segala. Maddie, begitu biasanya kakakku disapa, sangat cerdas, teliti dan cekatan dalam segala hal. Ditambah dengan kecantikannya yang bersinar terang bagai cahaya mercusuar, tidak ada satu laki-laki pun yang sanggup menolak pesonanya. Dalam keluarga kami, Maddie adalah seorang ratu. Segala titahnya adalah mutlak dan wajib untuk dilaksanakan.
Maureen adalah adik bungsuku. Kami sekeluarga sepakat menjulukinya Miss Glow In The Dark. Reen, biasanya adikku ini disapa, memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dengan IQ yang nyaris mendekati sempurna, Reen menonjol di antara gadis-gadis lainnya. Jika para wanita kebanyakan menonjol karena kecantikan ataupun keseksian mereka, Reen berbeda. Adikku ini mempesona dengan kecerdasan dan kepercayaan dirinya. Kelebihannya ini sangat mendukung karirnya sebagai seorang pengacara muda yang bertalenta. Dengan tatapan khasnya yang sangat intimidatif, Reen sukses setiap kali membantai musuh-musuhnya di pengadilan.
Dan di antara bersinarnya mereka berdua, aku bagaikan sebatang korek api basah nan redup. Aku tidak memiliki kelebihan apapun di antara kedua saudariku, selain kecantikanku yang di atas rata-rata.
Tetapi menurut kedua saudariku, kecantikanku itu bukanlah suatu hal yang perlu dibanggakan. Karena kecantikanku itu kebetulan diturunkan secara genetika oleh kedua orang tuaku. Bukan karena kerja keras apalagi prestasi. Aku tidak perlu melakukan apapun untuk meraihnya. Jadi apa hebatnya? Kecantikan hibahan tanpa perlu kerja keras adalah istilah favorit mereka berdua.
Sedari kecil, ibuku sangat bangga dengan semua talenta yang dimiliki oleh kakak dan adikku. Sampai-sampai ibuku lupa bahwa dia juga memiliki aku sebagai anak kandungnya.
Masih begitu terpatri dalam ingatkanku, kejadian-kejadian sewaktu kami semua masih di Sekolah Dasar. Saat itu kami menghadari acara ulang tahun salah seorang rekan kerja ayahku, di salah satu hotel megah dan mewah. Karena ayahku saat itu mempunyai keperluan lain, ayah berangkat ke acara terlebih dahulu.
Ayah berpesan pada ibu, agar kami semua menyusul saja ke tempat acara. Ayah akan menunggu kami di sana. Dan sepanjang hari itu, aku dan kedua saudariku sangat gembira. Jarang-jarang kami mendapat undangan di tempat mewah seperti acara ini. Dalam benak kami, akan ada kue-kue cantik yang lezat, namun sayang untuk dimakan. Kami bertiga memang cenderung tidak tega memakan kue yang bentuknya indah-indah. Kasihan kuenya bukan?
Waktu yang dinanti akhirnya tiba juga. Dengan memakai pakaian-pakaian terbaik yang kami miliki, ibu membawa kami bertiga ke tempat acara. Maddie memakai gaun princess berwarna merah muda yang cantik. Rok tulenya yang mengembang sempurna, membuat kakakku itu bagaikan seorang putri. Begitu juga dengan Reen. Gaun biru muda melambainya, membuat adikku itu seperti Cinderella. Gaun Cinderella berwarna biru bukan?
Sementara aku menggunakan gaun yang entah apa sebutan warnanya. Kalau disebut putih, tidak juga karena ada kuning-kuningnya. Tapi kalau disebut kuning, ya tidak bisa juga. Karena dasarnya gaun ini berwarna putih. Namun karena kelamaan disimpan di lemari gaun ini berubah warna menjadi kekuningan. Ya, gaunku adalah gaun bekas Maddie yang sudah tidak muat lagi. Sudah menggantung sebetis jika dikenakan olehnya. Makanya gaun ini diberikan kepadaku. Sebenarnya aku sedikit sesak napas juga mengenakan gaun ini karena kesempitan. Tetapi karena hanya tersisa satu gaun itu yang layak pakai, makanya aku memaksakan diri memakainya. Karena aku sangat ingin ikut ke acara.
Ketika kami tiba di lokasi acara, ibu menggandeng tangan Maddie dan Reen di sepanjang koridor hotel, menuju aula tempat acara diadakan. Dan seperti biasa, aku tetap berjalan dalam diam, di belakang mereka bertiga. Sebenarnya aku merasa iri dan ingin digandeng juga. Tetapi tangan ibu hanya dua. Jadi pasti tidak cukup untuk menggandengku juga.
Di sepanjang koridor hotel aku mendengar celotehan riang kakak dan adikku. Mereka menanyakan hal ini dan itu, sembari menunjuk segala dekorasi di sepanjang koridor hotel. Ibuku dengan sabar menjawab pertanyaan mereka satu persatu. Sesekali ibuku tertawa bila pertanyaan kakak dan adikku terasa lucu olehnya. Pemandangan ini sudah biasa aku saksikan setiap hari. Ibuku sangat menyayangi kakak dan adikku.
Ketika aku ikut menanyakan mengapa karpet yang lalui sepanjang jalan berwarna merah, ibu mengabaikannya. Ibu seolah-olah tidak mendengar pertanyaanku. Padahal suaraku sudah cukup keras. Tidak puas, aku menarik tangan ibuku. Mencoba meraih perhatiannya. Ibu malah menepis tanganku dan memarahiku. Ibu mengatakan agar aku jangan banyak bertanya dan jangan nakal. Padahal aku hanya bertanya satu kali. Sementara kakak dan adikku memborong semua pertanyaan. Dengan apa boleh buat, aku kembali diam dan mengikuti langkah mereka bertiga dari belakang.
Sembari berjalan, aku memperhatikan gerak-gerik anggun ibuku. Ibuku, adalah ibu yang paling sempurna di dunia. Ibu itu cantik, lembut, pintar sekaligus sangat cekatan. Untuk kategori seorang ibu idaman, mungkin ibuku adalah juaranya. Ibuku adalah ibu impian bagi semua anak, kecuali bagiku. Untukku, ibu rasanya begitu sulit untuk kugapai. Aku sendiri bingung. Mengapa rasa-rasanya ibu sangat tidak mencintaiku.
Sesampai di aula, ruangan telah ramai oleh tamu-tamu yang sebagian besar pernah kulihat. Mereka adalah rekan-rekan kerja ayah. Beberapa di antara bapak-bapak dan ibu-ibu berpakaian bagus itu, sebagian besar pernah datang ke rumah menjumpai ayah. Makanya aku mengenali beberapa di antaranya.
Di saat kami semua sedang mengagumi meriahnya acara, seorang ibu-ibu cantik berkebaya merah muda menghampiri kami bertiga.
"Lho, istri Pak Teddy ini ya?" tanya ibu-ibu cantik itu pada ibu. Sepertinya ibu itu mengenal ayahku. Ibu segera menyalami ibu-ibu cantik itu sembari tersenyum ramah.
"Benar, Bu. Kenalkan, saya Marissa. Seperti yang Ibu katakan tadi, saya adalah istri Pak Teddy," tukas ibuku ramah.
"Saya, Hera. Rekan kerja Pak Teddy," Bu Hera menyambut uluran tangan ibuku.
"Oh iya, ngomong-ngomong dari mana Bu Hera tahu kalau saya adalah istri Pak Teddy?" tanya ibuku.
"Oh, saya pernah melihat photo Bu Rissa dan anak-anak Ibu di ruangan Pak Teddy. Ngomong-ngomong panggil saja saya Hera. Dipanggil Ibu, kok saya jadi mendadak merasa tua," imbuh Bu Hera sembari tertawa.
"Oh begitu toh. Baiklah, kita saling memanggil nama saja ya, biar kita sama-sama merasa muda?" Ibuku tertawa. Dengarlah tawa renyah ibuku. Sangat enak didengar bukan? Renyah dan lembut.
"Oh ya, Hera. Kenalkan ini anak-anakku. Madeline, Marilyn dan Maureen. Ayo anak-anak, salim dulu pada Bu Hera," ucap ibuku ramah.
Dengan patuh kami bertiga menyalami Bu Hera. Saat kakak dan adikku berbisik dan mengatakan kalau Bu Hera cantik seperti artis, aku menggeleng keras. Aku tidak setuju dengan pendapat mereka berdua. Bagiku, ibu tetap yang paling cantik. Titik.
"Anak-anakmu cantik-cantik semua ya, Riss? Kamu ngidam apa sih pas hamilnya? Ngemilin photo artis-artis cantik ya? Hehehe."
Ibu cantik yang bernama Hera itu menjawil pipi Maddie dan Reen dengan gemas. Aku tidak kebagian dijawil, karena aku sudah berdiri di samping ibu. Jarang-jarang aku bisa berdekatan seperti ini pada ibu. Karena biasanya, sisi kanan dan kiri ibu selalu dihuni oleh kakak dan adikku.
"Ah, biasa sajalah, Ra. Kamu terlalu berlebihan," bantah ibu. Namun aku melihat ibu memandang kakak dan adikku dengan tatapan bangga. Sesungguhnya ibuku setuju dengan kalimat Bu Hera.
"Ngomong-ngomong anak-anakmu sekolah di mana, Riss? Mereka berani dan cerdas. Khas anak-anak yang diedukasi dengan baik," puji Bu Hera lagi. Senyum ibu kembali mengembang mendengar pujian dari Bu Hera.
"Di Sutomo, Her. Biar dekat dari rumah."
"Duh, sekolah di sana mahal banget ya, Riss? Mana tempat anak-anak orang kaya semua lagi. Banyak anak-anak pejabat yang bersekolah di sana ya?" imbuh Bu Hera.
"Mahal banget, Ra. Kalau harus membayar penuh juga kayaknya kami tidak mampu. Untungnya Maddie dan Reen bea siswa," tukas ibu bangga.
"Maddie juga aktif ikut olimpiade matematika dan Maureen rajin ikut pentas seni siswa. Piala dan trophy-trophy mereka berjejer di rumah."
Ibu tampak sangat antusias saat menceritakan tentang prestasi Maddie dan Reen. Sedari tadi ibu sedikitpun tidak menyinggung, apalagi menyertakan tentang kegiatanku di sekolah. Selalu begitu. Di mata ibu, aku ini hanyalah seorang anak yang tidak kasat mata. Mungkin karena aku adalah anak yang biasa-biasa saja. Tidak ada satu hal pun didiriku, yang pantas untuk ibuku banggakan.
Pembicaraan selanjutnya tentu saja tentang segudang prestasi-prestasi kakak dan adikku yang lain. Yang ditimpali oleh Bu Hera dengan menceritakan tentang prestasi anak-anaknya juga.
Perlahan aku menyingkir ke sudut ruangan. Aku duduk diam dan memperhatikan kakak dan adikku yang berlarian ke sana ke mari dengan anak-anak yang lain. Kedua saudariku itu memang pandai sekali bersosialisasi. Tidak minderan sepertiku. Sejurus kemudian, ibuku memanggil kami bertiga. Obrolan ibu dengan Bu Hera telah usai.
Ibu menghela lengan kakak dan adikku kembali menuju meja prasmanan. Sementara aku dengan setia mengekor di belakang. Dengan perasaan cemburu aku memandangi langkah kakak dan adikku yang digandeng oleh ibu. Aku sedih. Entah kapan aku bisa menggantikan posisi kakak atau adikku, agar bisa digandeng oleh ibu.
Dulu, aku pernah protes pada ibu. Aku mengatakan bahwa aku juga ingin di gandeng saat berjalan, seperti ibu yang selalu menggandeng tangan kakak dan adikku. Dan ibu menjawab kalau tangan ibu itu cuma dua. Satu dipakai untuk menggandeng kakakku dan yang satu lagi untuk menggandeng adikku. Jadi bagaimana ibu bisa menggandengku juga? Setelah mengatakan hal itu, ibuku berlalu begitu saja sembari menggandeng kakak dan adikku.
Aku yang bersedih, biasanya akan langsung berlari mencari ayah. Karena ayah selalu bilang, kalau ibu sedang sibuk mengurus kedua saudaramu, datanglah pada ayah. Ayah akan mengajakmu bermain seharian, bahkan sampai mataharinya tidur.
Seperti biasa juga, aku pasti akan mengangguk dan menyembunyikan tangis di dada ayah. Karena walau bagaimanapun, sesungguhnya aku juga ingin disayang oleh ibu. Aku ingin bermanja-manja pada ibu seperti kedua saudariku. Terlepas dari semua itu, aku ingin dicintai oleh Ibu seperti halnya dengan dua saudariku yang lain. Aku bukan iri pada saudara sendiri. Aku hanya ingin diperlakukan sama. 'Kan aku juga anak kandungnya?
Walaupun waktu itu usiaku masih delapan tahun, tapi aku bisa melihat tatapan kesedihan dan rasa bersalah di mata ayah, setiap kali ia menatapku. Hanya saja aku tidak tahu, apa penyebab ayah selalu terlihat begitu sedih setiap kali aku mengadu.
Tapi satu yang pasti, ayahku adalah segalanya bagiku. Walaupun ibu tidak begitu mengganggap keberadaanku, tetapi ayahku selalu menjadikanku sebagai pusat dunianya. Kata ayah, aku adalah mataharinya dan sumber segala kebahagiannya. Ayahku bilang, apapun yang membuatku bahagia, maka ayah sepuluh kali lebih bahagia. Sepuluh kali! Sepuluh kali itu banyak sekali bukan? Itulah hal yang menjadikanku kuat dari hari ke hari. Ayahku mencintaiku. Titik.
Arimbi Maulida merasa dunianya runtuh saat Nina, sepupunya, membawa buku nikahnya dengan Seno Caturrangga, calon suami Arimbi, ke hadapannya seluruh keluarga besar. Nina mengaku telah dinikahi Seno secara hukum dan agama dua hari yang lalu. Dengan kata lain, Seno adalah suaminya sahnya saat ini. Padahal seminggu ke depan, Arimbi dan Seno akan melangsungkan pernikahan, setelah tiga tahun berpacaran. Undangan pun sudah terlanjur disebar. Pihak kedua keluarga geger. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau Seno dan Nina menjalin hubungan di belakang Arimbi hingga Nina hamil. Arimbi pada akhirnya mengalah. Ia ikhlas kalau pernikahannya dibatalkan. Namun Handoyo, ayah Arimbi tidak setuju untuk membatalkan pernikahan. Handoyo meminta pertanggungjawaban keluarga Seno yang telah mempermalukan keluarga besar mereka. Keputusan yang dianggap paling tepat pun diambil. Adalah seorang Ganesha Caturrangga, kakak kandung Seno yang belum menikah, diminta untuk menggantikan Seno di pelaminan. Arimbi tentu saja menolak. Selain ia tidak mencintai Ganesha, sejujurnya ia takut pada Ganesha. Ganesha itu sangat dingin dan tidak punya hati. Menurut Menik, sahabatnya, yang dulunya adalah pacar Ganesha, Ganesha itu workoholic. Hidupnya hanya untuk bekerja dan bekerja. Ganesha tidak pernah mencintai siapapun kecuali pekerjaannya. Namun karena desakan keluarga besarnya yang beralasan malu besar apabila Arimbi tidak jadi menikah, Arimbi terpaksa menerima keputusan keluarga besar mereka. Bagaimana nasib Arimbi setelah menjadi istri Ganesha? Bagaimana pula usaha Seno untuk kembali meraih hati Arimbi setelah Nina ketahuan berbohong soal kehamilannya? "Bagi saya, kamu itu cuma beban tambahan, yang lagi-lagi disampirkan keluarga di pundak saya. -Ganesha Caturrangga- "Saya juga tidak pernah ingin ada di posisi ini. Menjadi istrimu itu sialnya tujuh turunan, delapan tanjakan dan sembilan tikungan tajam. -Arimbi Maulida-
Alexandra Delacroix Adams--gadis tomboy berjuluk premanwati klan Delacroix Adams, harus menjalani hukuman sebagai Jamilah Binti Surip. Cucu Mbok Sari, Asisten Rumah Tangga keluarganya selama setahun penuh di desa Pelem, Kediri, Jawa Timur. Bagaimana Alexa--sang premanwati menjalani peran dari seorang gadis tomboy berjaket kulit, menjadi seorang gadis feminim berkebaya? Mampu juakah Alexa membangun mindset para wanita di desa, yang sudah terdoktrin dengan pemikiran bahwa tempat wanita adalah di bawah pria? Bagaimana juga sengitnya saat ia beradu argumen dengan Jenggala Buana Sagara. Seorang petani dan peternak modern di desa Pelem, yang selalu menganggap gadis kota adalah boneka cantik berotak kosong? "Kamu jangan mengajari perempuan-perempuan di desa ini menjadi pembangkang, dengan dalih emansipasi. Provokatorwati tidak dibutuhkan di sini?" -Jenggala Buana Sagara "Gue bukan ngajarin mereka membangkang. Gue cuma mau mereka berkembang. Suami-suami mereka bisa saja, sakit, mati atau malah kawin lagi. Kalau hal itu terjadi, siapa yang akan membiayai hidup mereka? Lo? Emang lo sanggup ngawinin semua janda di desa ini?" -Alexandra Delacroix Adams
Menjelang delapan tahun usia pernikahannya, Suri Hidayah merasa tidak bisa mempertahankan rumah tangganya lagi. Karena Prasetyo Prasojo, suaminya telah berubah menjadi sosok yang tidak lagi ia kenali. Pras berubah setelah karirnya melesat ke puncak. Dari seorang karyawan biasa, Pras kini menjadi seorang direktur pelaksana yang disegani. Pras lupa diri. Pras yang sekarang telah berdasi, kerap merudung Suri, secara fisik dan psikis. Merendahkan pendidikan Suri yang hanya tamatan SMP, serta mencela penampilan Suri yang menurut Pras norak alias kampungan. Dalam pandangan Pras, perempuan sempurna itu haruslah seperti Murni Eka Cipta. Anggun, cerdas, berpendidikan tinggi juga berharta. Murni adalah lady boss perusahaan tempat Pras bekerja. Suri yang sakit hati, dalam diam terus berusaha memperbaiki diri. Ia mencoba mengubah penampilannya menjadi lebih baik, dan juga belajar mencari penghasilan sendiri. Suri secara otodidak belajar memasarkan hasil rajutannya melalui media sosial. Hanya saja Suri terkendala dengan masalah modal. Ia tidak mempunyai cukup dana untuk membeli benang-benang dalam jumlah besar untuk keperluan merajutnya. Adalah seorang Damar Adhiyatna, mantan suami Murni yang kebetulan bertemu dengan Suri secara tidak sengaja. Damar adalah pemilik PT. Karya Tekstil Adhiyatna. Perusahaan yang bergerak dalam bidang benang jahit. Damar yang mengetahui kesulitan Suri bersedia membantu dengan sistem barter. Damar memasok benang, dan Suri memajang hasil rajutannya di toko kerajinan tangan ibunya. Bagaimana perjuangan jatuh bangunnya Suri dalam mengumpulkan serpihan harga diri? Bagaimana juga akhir kisah cinta segitiga antara Suri, Damar, Pras dan juga Murni? Cerita ini akan menjadi saksi betapa kekuatan cinta akan mengubah segalanya. Cinta sejati itu tidak pernah pudar karena rupa, dan tidak padam dimakan usia.
Revan Aditama Perkasa-- CEO ADITAMA Group, sudah tidak berhasrat lagi untuk menikah. Ia merasa tidak pernah beruntung dalam hubungan asmara. Mulai dari jatuh cinta pada gurunya sendiri, bertunangan dengan orang yang salah, sampai akhirnya jatuh cinta pada pacar orang, menjadikan Revan apatis terhadap yang namanya pernikahan. Hingga suatu hari, ayahnya memintanya untuk menikahi seorang wanita yang tidak biasa. Dia adalah wanita dari Suku Anak Dalam. Suku yang paling terkebelakang negri ini. "Bagaimana mungkin Saya seorang CEO Aditama Group yang mewakili segala hal yang modern dan intelektual, beristrikan seorang wanita paling primitif dinegeri ini?" -Revan Aditama Perkasa.
Merlyn Diwangkara-si Princess irit dengan tingkat keonengannya yang hakiki-ingin lepas dari bayang-bayang nama besar Diwangkara's. Kehidupannya yang selama ini bagaikan burung dalam sangkar emas, membuatnya bertekad untuk menunjukkan pada dunia, kalau ia mampu hidup mandiri di atas kakinya sendiri. Sementara itu, Galih Kurniawan Jati-polisi galak namun berprestasi negeri ini-selalu saja ketiban sial setiap kali bersinggungan dengan gadis berpemikiran 'minimalis' ini. Alih-alih menghukumnya, Galih malah acap kali menjadi kesatria berbaju zirahnya. "Anda ini bahkan tidak bisa membedakan mana kucing dan mana serigala. Bagaimana mungkin, Anda bisa survive hidup sendirian di luar sana?" -Galih Kurniawan Jati "Mungkin saya memang tidak bisa membedakan mana kucing dan mana serigala. Tapi, saya tahu apa persamaan mereka ; sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Saya benar, kan, Pak Polisi?" -Merlyn Diwangkara
Senjahari Semesta Alam dengan ikhlas merelakan dirinya diceraikan oleh suaminya sendiri demi menikahi Mega Mentari--anak perempuan pemilik perusahaan yang mengaku dihamili oleh suaminya sendiri, Abimanyu Wicaksana. Sementara itu Halilintar Sabda Alam-- kakak sulung Mega Mentari. Pemilik beberapa perusahaan properti raksasa negeri ini, jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Senja, yang diperkenalkan oleh mertuanya sebagai adik bungsu Abimanyu. Abimanyu yang merasa dijebak sebagai kambing hitam dalam masalah hamilnya Tari, terus berusaha mencari kebenaran yang sesungguhnya agar bisa meraih kembali hati Senja. Sementara Sabda yang awalnya jatuh cinta pada Senja, menjadi salah faham saat secara tidak sengaja memergoki Abimanyu memesrai Senja bukan seperti seorang kakak terhadap adiknya, melainkan seperti seorang laki-laki yang tengah mabuk asmara. Sabda yang gelap mata malah akhirnya menjebak Senja dan menanamkan benihnya dirahim Senja. "Saya mohon, jangan memperlakukan Saya seperti ini. Saya punya salah apa pada Bapak? Laki-laki sejati tidak akan menggunakan kekuatannya untuk memaksakan dirinya terhadap seorang perempuan. Saya mohon jangan mengotori saya. Demi Allah saya bersumpah, saya tidak seperti apa yang ada dalam pemikiran, Bapak." (Senjahari Semesta Alam) "Salah kamu adalah, karena kamu telah menjadi duri dalam daging dalam rumah tangga adik saya! Kamu fikir saya tidak tahu akan hubungan terlarang kamu dengan Abimanyu? Kalian berdua itu incest, dan itu amat sangat menjijikkan! Kita lihat saja, setelah ini kamu masih bisa memandang dunia dengan kepala tegak, atau kamu akan melata seperti ular di kaki Saya!" (Halilintar Sabda Alam)
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila