i. Serentak aku melihat ibu berikut Maddie dan Reen berjalan menuju
ngat cantik dan canggih. Ya, canggih adalah kata yg tepat buat gay
ta minusnya. Aura kakak dan adikku memang luar biasa. Mereka canggih dan berkel
eriksa tampilanku di wastafel. Aku meringis melihat penampakan rambut acak-acakan dan wajah berminyakku. Aku
ding. Tetapi karena keringat dan minyak alami yang
dengan daster adem ini. Jadi Boro-boro mandi dan berdandan cantik seperti kakak dan adikku. Saat melangkah ke dapu
kehangatan terdengar di sana. Tidak heran, keluarga Tjandradinata adalah teman lama ibu yang konon sangat berada. Mereka memiliki
satu anaknya dengan Albert Tjandrawinata. A
tel mereka yang baru saja diresmikan. Penasaran aku mengintip suasana ruang tamu sebentar. Aku yakin, aku tidak akan diperkenalkan oleh ibu. Makany
u, Deasy." Aku mendengar suara i
Maddie." Samar-samar aku mendengar suar
engar begitu meyakinkan. Maklumlah adikku itu seorang pengacara muda
ara-suara feminim kakak dan adiknya. Wah, pasti itu adalah suara Albert Tjandrawinata. Semoga saja Reen bisa berjodoh dengan si Albert ini. Deng
ekali ya Marissa? Tidak kalah de
ini adalah pengacara muda yang sedang naik daun. Coba saja berbohong padanya, maka dia akan langsung tahu pada detik pertama hanya dengan memandang matamu." Suara ibu terde
sah buatanku yang tadinya kubuat dengan susah payah masih berada di meja. Ibu dan kakakku Pasti lupa menghidangkannya. Karena terlalu gembira menyambut kedatangan k
berjalan ke ruang tamu. Pembicaraan riuh itu sejenak terhenti. Namun aku tidak mempedulikannya. Tugasku hanyalah mengantarkan kue-kue ini. Titik. Aku tidak mau dianggap mencari
ersetelan jas mahal yang bisa kuasumsikan sebagai A
ku, berubah melihat kehadiranku yan
bel-embel anakku, apalagi membangga-banggakanku seper
rsedih. Toh tidak ada orang
rcampur-campur di dadaku. Aku hanya tersenyum kecil. Aku juga kebingungan harus bersikap bagaimana. Ibu toh tidak menyuruhku memp
panjang sembari beringsut dari sofa. Ayah kemu
t. Ayah juga mengelap keringat yang muncul di dahiku dengan punggung
ggil Lyn saja, Tan," kataku sambil me
lus ringan kepalaku, yang langsung menghadirkan rasa nyaman dihatiku. Ast
idak sengaja bersirobok dengan Albert, aku segera menunduk. Aku
epalamu, Woman. Jangan menunduk-nunduk seperti o
dak mau berlama-lama di ruang tamu. Tetapi tatapan ibu dan kedua saudaraku seakan-akan menyuruhku untuk tidak berlama-lama di sana. Makanya aku memutuskan lebih baik aku kembali ke dapur saja. Lagi pula aku tidak nyaman berada di
yang segar membuatku mempercepat pekerjaanku. Beberapa menit kemudian semua peralatan dapur yang kotor su
di sempat hujan sebentar. Udara semakin semakin sejuk dan berangin. Sejenak aku memikirkan sikap ibu dan kedua saudariku. Dan aku pun kembali bersedih kar
lah hujan seperti ini paling kusuka. Seperti juga wangi alami kain yang baru dijemur
li ya meninggalkan tam
a. Albert Tjandrawinata tampak bersan
tanyaku lirih sambil menatap jalinan tanganku sendi
ini perkenalkan dirimu secara layak kepadaku." Albert menyipit
Entah mengapa aku sangat tidak menyukai aroma mengintimidasi dan aroma wewangian khas pria yang membuatku makin
sedang berbicara d
gelap malam balik menatapku. Hidungnya lurus dan mancung dengan rahang persegi yang kokoh. Bibir Albert ini ber
umat bibirku. Dia benar -benar melumatnya dengan ka
at lidahku. Dan kini dia juga sudah mencuri n
gku ke dinding dan merapatkan tubuhnya kepadaku. Aku bisa merasakan semua bagi
uhkan wajahnya. Aku melihat nafasnya juga tersengal-sengal. Ada
a orang yang tinggal di luar nege