dangan seisi rumah yang porak-poranda seperti diterjang angin puting beliung. Mainan gelas plastik semuanya tercecer di lantai. Darahku pun rasanya ikut naik
ku bertambah pening mendengar tangisan mere
kan ya, mau makan Bang
elihat penampilannya yang acak-acakan di tambah bau pesing yang menyeruak masuk
imbulkan bunyi cukup keras. Nisa tampak mengusap dadanya perlahan. Ketika pandangan kami bertemu dia paksakan bibirnya untuk tersenyum menyambutku sedang aku hanya tersenyum kecut ke arahnya. Sampai aku menyadari raut mukanya tiba-tiba berubah sendu, ada
lagi sesuatu yang berdenyut di dalam hati. Apa lagi sejak Nisa melahirkan Khalid dia tidak pernah mau kusentuh selalu saja beralasan belum siap padahal masa nifasnya pun sudah selesai. Pernah kupaksakan meminta hakku, yang terjadi dia malah meri
kembali terdengar seolah men
gutku kasar. Tidak ada jawaban
epanku. Benar, di situ ada piring lengkap dengan lauk pauknya. Ni
anak-anak yang sedari tadi berteriak berebut mainan pun mendadak diam. Pandangan mereka kini beralih padaku. Melihat
g. Dua-duanya meminta untuk digendong. Bobot mereka yang lumayan berat tentu saja membuat Nisa kewalahan. Kutinggalkan piring makan yang tentu belum sempat tersentuh sama sekali. Kuangkat Reina ke dalam gendongan, tangi
an? Sudah ada asisten rumah tangg
d lagi
sana bereskan! Jangan sampai anak-anakmu yan
ta. Wajar kalau perhatianku lebih
membaringkan tubuh yang dari tadi sudah berteriak minta diistirahatk
nya kami semua di traktir Cafe Lavanda. Jaraknya tidak jauh dari rumahku jadi sekalian saja aku ikut serta. Sebenarnya aku tidak terbiasa pergi ke acara s
ang baru, cantik ya?" Fredi mem
bini ke dua." Haris ikut meni
da bukan seleraku juga. Aku hanya diam men
ma aki-aki bau tan
anti enggak alim-alim amat. Gue sering lihat kalau lagi
ga mata
akan-akan kami semua ikut terpapar virus tengil yang dibawa Haris. Saat itu pakaian Santi memang terbilang cukup berani
loh, Bos Wan," t
poligami," tambah Fredi. Belum juga kujawab
malah enggak lucu.'' Haris langsung
i sudah terbiasa mengobrol seperti ini. Haris dan Fredi seangkatan denganku. Nasi
nekat. Aku pun refleks memutar bola mata. Seketika pandangan mata kami ber
k mau?" tawa
Entah masih terdengar
agresif. Dijamin enggak bak
unya inisiatif." Astaga aku m
ankan begitu?" Haris sepertinya c
enggak pandai merawat diri, rumah pun
Santi. Kembali pandanganku beralih pada Santi. Gadis ini, entah kenapa aku merasa dia
. Wajarlah menurut gue. Apalagi Si Kembar masih kec
an Asisten Rumah Tangga
i ini memainkan alisnya seolah meminta pembenaran atas pendapatnya. Ni
Bos, kasihan Nisa," ucap Haris
ra Nisa itu kuno banget anak-anak sa
lan-jalan bukan malah cari yang baru,
." Fredi pun langsung be
. Bagiku sepi dan senyap adalah tempat ternyaman untuk tinggal. Keramaian seperti ini hanya mendatangkan kesenangan sesaat. Berbeda dengan kesunyian hadirnya mampu m
menyalakan lampu. Sudah selarut ini dibiarkan gelap gulita. Kutekan saklar lampu hingga seketika membuat ruangan menjadi terang benderang. Mataku terbelalak me