ang sendiri. Untuk apa lagi di sini,
uraih lagi tangannya yang sudah terlepas dar
ahankan aku, kalau hatim
kamu enggak mau." Kuusap punggungnya perlahan.
en
jawaban darinya hannya tangisnya yang kian bertambah intensitasnya
lu mencari perempuan lain yang lebih menar
kurang apa
uno, kampungan, apa semua
ang, aku
pakaianku di depan orang lain." Tatapan itu, aku yakin ada amarah dan kekecewaan ya
bang senang, aku ja
lah. Abang janji ini un
sebuah aib yang sudah terbuka, selamanya
uk sekedar menampakkan dir
ersimpuh di hadapan Nisa ya
" Nisa menggeleng pelan. Aku tak mau menyerah k
indakkan yang kulakukan telah melukainya. Sentuhan lembut Nisa di kepalaku selalu saja berhasil menentramkan hati. Dia mulai mereda. Kuberanikan diri menatapnya. Seutas senyum melengkung di bibirnya, meski ai
mandi, membasuh wajahku berkali-kali. Berharap mampu mendinginkan amarah yang mulai naik. Kugebrak dinding yang berada di sebelah cermin. Hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Entah Nisa mendengarnya atau tidak aku tak peduli. Lebih baik melampiaskannya pada benda mati dari pada langsung padanya. Kutatap wajahku di cermin. Kuletakka
ndangannya langsung tertuju pada kedua lenganku. Kali ini tak mungkin ku
skan amarah pada
nap
ita mela
pernah dengar ayat yang m
di al
ucapku yang tak mau kalah, dia bisa tahu hukum se
ya juga? Seharusnya sudah di luar kepala kenapa juga dia melakukannya padaku, jelas-jelas itu perbuatan dosa yang mengundang murka
n melampiaskan emosi pada
ahlah biarkan kuobati luka di tanganmu dulu." Perempua
ar dengan kepalaku, agar dia tak lagi meneru
Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, aka
pasti mengganggu tasbih mereka.
pa terus-terusan menolakku." Aku berjalan mendekati Nisa t
asan." ucapnya
sannya?"
lum sia
agi-lagi
? Mau sampai kapan
irkan secara caesar kenapa dia jadi begitu emosional lebih sering menangis. Bahkan untuk hal-hal yang tak perlu
ya kian lama semakin erat, tak
jangan p
ada apa?" Emosi yang kutahan susah payah ini malah melonjak naik lagi, Tuhan aku tak mau
jangan diam
a malah menggeleng pelan, ditamb
an sedikit menekankan nada bicaraku berharap kali ini dia mau mengemukakan alasanny
utan terpancar jelas dari raut wajahnya. Meski begitu pere
?" Aku sudah yang sudah terlanjur emosi, jadi nada bicaraku tak bisa terkontrol. Wanita itu tiba-tiba saj