inju yang keras. Wajahnya memerah, api kemarahan men
diriku yang menidurimu?" Suara Adr
n yang membakar di dalam hatinya. "Marah?" Ia menanggapi dengan tawa yang mengejek.
dibaca. Tersinggung? Bisa jadi, karena selama ini tak ada seorang
di wajahnya, menambahkan, "Apa kep
koh, ditumbuhi kumis brewok yang terawat, tampak menegang, seola
" Tangannya dengan kuat menarik rambut Kayshila
kit pada intinya masih belum reda juga. Demi Tuhan, Kayshila tidak ingin hal itu kembali terjadi. Tidak masalah ji
unuhku, tapi kumohon jangan menyiksaku dengan perbuatan hi
elai rambutnya ingin tercabut dari kulit kepala. "Dan apa kau lupa, apa yang telah kau perbuat padanya? Huh?
lakunya, kenapa tidak langsun
amannya dari rambutnya yang kusut. Namun, kebebasan itu hanya sesaat. Tatapan pria itu tet
a rendah, nyaris berbisik, namun mengandung
, matanya membulat saat melihat Adrik melepaskan ika
k hingga wajah mereka hampir sejajar. "Menghukummu," suaranya rendah, berbisik di a
, melainkan sebuah janji akan penderitaan. "Tapi aku tidak ingi
anya. "Aku mohon... sakiti saja aku, pukul aku, lakukan apa p
in, tak menunjukkan sedikit pun belas kasihan. la menikmati rasa takut yang terpancar dar
akan semudah
gerikan daripada teriakan apa pun. "Aku ingin kau tahu bagaima
batasan. Tubuhnya bergetar, napasnya tersengal, dan kesadarannya hanya dipen
bisa lari, jangan berharap siapa pun akan menyelamatkanmu." la mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, suaranya nyaris
rdengar di antara napasnya yang memburu. Matanya membulat, penuh ketaku
in lalu yang tak berarti apa-apa. Perlahan, ia meraih dagu Kayshila, men
tipis, matanya berkilat dingin. "Bukanka
eri. "Aku ingin kau mengingat ini baik-baik," bisiknya, nyaris seperti des
ipinya. "Aku mohon..." Suaranya hampir putus, har
san pilu yang menggema di ruangan itu. Tak ada belas kasih da
ng rakus, ia kembali menyesap
terasa menyayat. Bajingan itu... bukankah tadi ia berkata tak sudi menyentuhnya? Namun nyatanya, iblis tetaplah iblis dan Adrik adalah iblis dalam wuju
ita itu?" tanya Abercio, mengkori la
uhnya sembari melepas
g baru saja kau lakukan di ruangan it
g jelas. Apa maksudmu?" Se
aimana jika wanita itu hamil
kakinya. Apa kejadian lima tahun
rkan janin itu detik itu juga!" Jelasn
ri atasan sekaligus sahabat bajingannya
emainya memastikan keadaan Kayshila. Dia bukan Adrik yang tak memiliki
lau bagaimana pun kejamnya seorang manusia, dia teta
nya menghilang seketika, begitu jugalah dengan rasa dendam, sakit yang memba
r yang benderanya seakan menguap begitu saja. Mata sayunya tak lekang menatap ventilasi udara di atasnya. Perlahan, lakrimasinya kembal
agi sambil memukul-mukul dadanya tat
enar berada dalam kegelapan seakan tak ada arah dan tangan yang mau menggenggam d
cela." Tapi, kini, Kayshila hanya mampu berkata," Maafkan, aku Tuhan, ini terlalu berat. Aku tidak mampu memikulnya."