ari posisi santainya, lalu menjatuhkan dirinya ke kursi kebesarannya dengan gerakan angkuh. Matanya yang t
ungging di bibir pria itu begitu matanya menangkap gambar-gambar yang terpampang jelas-seseorang yang babak belur, dipukuli tanpa ampun, tubuhnya
enuh ketegasan. Matanya tetap terpaku pada foto-foto di tangannya,
ercio tanpa ragu. "Sepertinya mereka b
mencerminkan pikirannya yang tengah bekerja. Pandangannya kosong, tetapi
a-benda itu?" tanya Abercio, nada suar
ibirnya sedikit tertarik ke atas. "Tentu saja," ucapnya perlahan, menikmati se
gelap meluncur dari bibirnya, memenuhi r
tidak lagi melaku
Matanya tetap terarah lurus ke depan, dingin dan penuh perhitu
ak ada yang benar-benar gratis dari seorang Adrik Abraham. Dan ketika pria itu akhirnya menoleh
i dirinya. "Terserah kau saja. Oh iya..." Ia menatap Adrik dengan s
h menahan sesuatu yang siap meledak. Abercio bisa melihatnya-gurat amarah yang membar
suaranya terdengar lebih tajam kali ini. Ada nada ta
mberi jawaban. Seolah pertanyaan itu hanyal
jutkan. Ia tahu, saat Adrik seperti ini
wa aura yang begitu menekan. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan menuj
angi jalannya. Pemandangan di luar sana-halaman luas dengan hamparan rumput yang terta
ak buahku mencarinya?" tawar A
tanya masih terpaku pada pemandangan di luar jend
mun sarat ancaman, ia akhirn
dengan sorot mata gelap yang membuat
, suaranya nyaris seperti bisikan maut. "Dan aku s
m bahagia, tetapi senyum yang penuh kebengisan. Senyum s
rik, tetapi ada sesuatu dalam sorot mata pria it
suara beratnya nyar
irkan tangannya di sak
lah alis. "Dan kau akan
penuh arti. Ia melangkah mendekati meja, jari-jarinya
akutan di matanya sebe
sekadar ancaman kosong. Jika Adrik sudah berbicara seperti ini,
tai, meskipun jauh di dalam pikirannya, ia bertanya-tanya siapa se
khirnya. "Tapi jangan buat kek
a kehangatan dalam suara itu. "Siapa
nasaran yang semakin mengusiknya. Tatapannya tetap tera
anya terdengar lebih hati-hati. "
dengan kebengisan-menghiasi wajahnya. Matanya yang tajam berkilat dingin saat ia
n sekaligus ancaman tersembunyi, ia menjawab, "Men
in. Abercio menelan ludah, menyadari b
ya terbelenggu rantai besi yang berat, begitu pula kakinya, membatasi setiap gerakannya. Setiap kali ia mencoba
ya. Ruangan ini begitu sempit, dindingnya terasa menekan, seolah ingin menelannya hidup-hidup. Udara
b yang lebih buruk dari mimpi terburuknya. Tubuhnya lelah, jiwanya
untuk sesaat-akan ada seseorang yang datang untuk membebaskanny
antui setiap sudut pikirannya. Adrik. Wajah dinginnya, senyumnya yang penuh
arik kursi yang terletak tepat di depan wanita itu. Kursi itu terdengar keras saat di
yang terbelenggu itu, dan menatapnya dengan
tanyanya, nadanya datar, tetapi