n yang membara. Setiap detik dalam tatapannya adalah ungkapan da
Suaranya terdengar serak, penu
melengkung licik, seolah menikmati setiap detik kekesalan yang ada di hadap
pada wajah Kayshila yang pucat, hingga ia
katakan, I want you-" kata-katanya terhenti ketika Ka
k terduga. Adrik mengusap cairan bening yang mengalir di wajahnya, tatapannya berubah dingin. Sepertinya w
k menarik rambut Kayshila dengan kasar, membuat wanita itu mengaduh kesakitan. Matan
sepertimu, meludahiku!" Suaranya
ercekat, pipinya dihiasi bulir bening ya
erti ini, seakan kehormatan dan harga di
buatmu mengingat dan menyadari apa yang sudah kau lakukan te
hila berteriak dengan sekuat tenaga, suar
caman. Tanpa ampun, tangan bebasnya mencengkram kuat rahang Kayshi
sesak, dipenuhi oleh tangis kesak
Aww..." Jeritannya hampir terhenti,
inya mulut sialanmu itu menyebut nama Tuhan, saat kau sudah melakukan dosa, huh?"
a pelakunya? Setiap usaha untuk menjelaskan rasanya sia-
wanitaku." Ia melepaskan genggamannya, berdiri tegak, dan memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya. Matanya terfokus pada
ah satu penjaga yang berjaga di depan ruangan. "Suruh maid m
diseret paksa keluar dari ruangan tersebut menuju ruang lain. Beberapa ma
ekujur tubuhnya yang penuh dengan luka. Setiap tetes air terasa seperti jarum
but memapah pelan tubuh rapuhnya ke meja rias, wajahnya yang lebam dipolesi oleh foundation dan
para maid itu menyerahkan se
Percayalah, Tuan Adrik bisa melakuk
r mewah itu, saat setelah tugas mereka sel
iap inci ruangan itu dipandanginya dengan cermat, seolah berharap menemukan titik kelemahan yang bisa membebaskannya. Tatapannya jatuh pada kaca yang mengelilingi kam
usasaan mulai bergerak liar, mencari jalan keluar yang tak kunjung datang. Apa yang harus d
g tak pernah ia inginkan untuk didengar lag
suara yang akan terus menghantui hidupnya
ngan mata pria brengsek itu, yang kini tengah menatapnya dengan penuh ketegasan, sambil bersan
entakkan bumi, menambah rasa takut yang sudah membekap Kayshila. Wanitaas bunga yang tergeletak tak jauh darinya. Ia berharap bisa menggunakannya sebagai senjata, namun sekali lagi, Adrik lebih cepat. Sebelum sempat mera
ar penuh tantangan, seolah mempermainkan ke
k melepaskan diri dari dekapannya yang semakin menekan. "Lepaskan aku, brengsek!" teriaknya
a berat, penuh ancaman. Tanpa ampun, ia menarik pinggang Kayshila hingga tubuh wanita itu menempel erat pada tubuhnya, seperti l
ayar nyawa, right?" ucap Adrik dengan nada datar, namun seti
takut-jantungnya berdetak tak beraturan, sementara matanya kini s
nnya sudah lebih dulu ditarik dengan kasar. Seketika tubuhnya terhempas ke at
h ketakutan. Napasnya mulai memburu, keringat dingin merayap di
in, dan penuh kehendak yang tak bisa ditebak. Semakin lama, semakin dalam rasa takut dan kecemas
tu hanya upaya sia-sia. Memberontak? Percuma. Tenaganya tak ada apa-apanya
knya di antara tubuh kekarnya. Udara di sekitar mereka terasa menyesakkan
anasnya terasa membelai kulit halus Kayshila. Bibirnya hampir menyentuh da
ang dibayar ora