beban. Ia melirik sejenak ke sisi ranjang yang kini kosong, di
mar hotel tanpa menoleh lagi, langkahnya
ah dingin dan angkuh. Tak ada senyum atau sapaan pada karyawan yang ditemuinya di
ng, siap untuk meninjau nama-nama mereka. Matanya menyusuri daftar itu dengan c
uah seringai yang penuh ar
" gumamnya, setengah berbisik sambil menatap daftar
ir. Otaknya berputar cepat, mempertimbangkan berbagai cara
ngai. Ia mengetukkan jarinya di atas meja, merancang skenario dalam pikirannya. "Aku bisa membua
nekan tombol interkom dan
jawab sekretari
n satu lagi, aku ingin bertemu dengan
Akan seger
a dengan seringai penuh makna. Ia membayangkan wajah Flora yang pasti akan terke
an, penuh ketenangan yang mengerikan. "Aku aka
tersenyum puas. Rencananya sudah mulai terbentuk
mereka, kemeja putih dan celana hitam. Di antara mereka, Flora berdiri paling belakang, berusaha menya untuk mengalahkan pikiran dari kejadian se
ngan itu tiba-tiba terbuka. Lucas melangkah masuk dengan la
tika, darah di wajahnya terasa menghilang. Jantung
sini?" Flora bergumam pel
amun, rasa takut yang tiba-tiba menyerang itu membuatnya sulit bernapas de
ri. Hati Flora semakin kacau, dan ia bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia
sini?" pikir Flora, tangan gemetarnya mengepa
Flora seketika menegang. Sentuhan itu, aroma pria itu, serta tatapan matanya yang dingin masih terasa nya
memasang senyuman tipis sambil mena
nan berwibawa. "Saya Lucas, CEO perusahaan ini. Kalian akan ber
i sini? Astaga ...," b
hatikannya. Namun, ia merasakan tatapan pria itu terus me
jung kemejanya dengan erat, berusaha menenbisa menunjukkan performa terbaik kalian. Terutama bagi mereka yang punya
u juga, tetapi tubuhnya terasa kaku, terjebak di
ri ruangan, kecuali satu orang. Ya, Flora. Para anak magang lainnya melirik satu sama lain dengan bingung, tap
uh gemetar, menunduk dalam-dalam, ber
atnya semakin merasa terpojok. Jantungnya berdebar kenca
enyuman tipis yang penuh arti terbentuk di bibirnya. Ia melan
ia mengangkat dagu Flora dengan lembut, memak
saan takut menyelimutinya lebih dalam. Napasnya t
tajam dan mendominasi, seakan memiliki kekua
Lucas pelan, suaranya lembu
ang sulit diartikan. seakan menembus
kan cepat menyambar bibirnya, menyegel jarak di antara mereka. Ciumanny
a. Tangannya yang gemetar mencoba meraih sesuatu untuk menopang diri.
l itu hampir limbung. "Jangan takut dan lupakan kejadia