ang tak kalah megah. Flora, yang mulai setengah sadar, merasakan dinginnya angin
yang terjadi. Dia mencoba meronta, menggerakkan tangannya untuk melepask
ubuhnya ke dalam lobi hotel yang berkilauan dengan kemewahan. Para staf hotel menatap mereka sekilas, ta
t dengan petugas, dan tanpa banyak pertanyaan, pria i
enghormatan, mengesankan bahwa pria itu adalah tamu
. Tubuhnya meronta dengan lebih kuat, tapi genggaman pria itu tetap koko
mereka langsung ke lantai paling atas. Flora, yang kini sepenuhnya sadar akan bahaya, berusah
lama, semakin jelas bagi Flora bahwa pria ini mem
ka dengan bunyi halus. Pria itu melangkah keluar, masih meng
utkan, dia berkata, "tenang saja, jangan pani
sisa, nekat menggigit lengan pria kekar yang menggendongnya. Giginy
. Flora terus menggigit sampai akhirnya pria itu melepaskannya t
gah-engah, menatap pria itu dengan penuh ketakutan dan kemarahan. "Siapa
ngusap lengan yang digigit Flora, lalu tersenyum tipis, senyum yang tampak menginti
ngar jawaban itu. Otaknya berputar ce
ngin mulai mengalir di pelipisnya. "Apa yang kau in
tap tajam ke arah Flora. "Apa yang kuinginkan? Kau sudah ta
lkanmu sebagai jaminan atas uang yang meraka pinjam dariku. Mereka meninggalkan b
ang tuanya disebut. "Apa yang kau bicarakan?" tanyanya, suaranya te
ak tahu, tapi itu tidak mengubah kenyataan. Keluargamu berhutang banyak, dan sebagai
dengar. "Aku tidak punya uang banyak. Aku bahkan tidak tahu bera
g orang tuamu, kau harus bersedia menjadi pelayanku. Kalau kau tidak mau, maka kau harus menemukan cara untuk melunas
jadi kepanikan. "Ini tidak adil! Aku tidak tahu apa-apa tentang utang itu ... b-
Kau punya dua pilihan, Flora ... melunasi utang keluargamu dengan uang y
ar. Dua pilihan itu sama-sa
Aku sangat yakin kau tak bisa melunasi utang itu, Flora. Jadi malam in
hnya terasa kaku, seolah tidak bisa bergerak. Otaknya ber
ada satu pun yang bisa keluar dari bibirnya. Napasnya semakin c
as terpampang di wajah Flora. Dengan gerakan cepat dan kasar, d
a itu membawanya masuk, tapi pri
telah itu. terdengar bunyi klik kunci pintu. Flora melihat ke arah pintu yang kini ter
nya, meronta, tetapi kekuata
r utangnya, katakan jumlahnya dan akan aku usaha
menaruh iba, malah menatapnya deng
itu. "Jangan coba melawan. Flora. Semakin kau melawan, semakin sulit bagimu. Ini adalah
kan aku malam ini, aku tidak akan kabur ke mana-mana," rintih
enawaran, hm? Aku tak butuh itu, yang k