k. Mandi ba
wa
. Padahal, aku sudah ingin sekali terjun ke umbul, menye
aju segala? Ingat tradisi disini
ut ajakan mereka. Kaos aku lepas
ho." Iyuth menunjuk ke arah celanaku. Deva menahan senyum.
dua
ga, aku sampai lupa kalo penisku sudah mengeras seperti batu,
uth. Bego banget sih
tu, pak? Punya bapak ya?
ku dengan sorot mata yang tajam. Iyuth, karena kedinginan, melipat tangannya ke
nggak punya. Cuma laki-laki yang
b Iyuth dan S
pak?" tanya Iyuth s
sudah nggak sabaran
n. "Aslinya nggak sebesar ini terus-terusan. Tapi berhubung liat ka
kikikan. Tangannya diturunkan ke pinggulnya sambil setengah berka
odoh banget sih kamu
copot celanaku. Penisku sakit karena tertahan kain celana
angan kabur ya?" aku bersiap-siap menurunkan celanaku. "Awas kalo sampe kabur. N
va mengangguk pelan, tanda tampak setuju. Langsung aku luncurkan celana pendekku itu. Dalam seke
engan badan berotot hasil latihan kerasku selama ini. Oleh karena itu, tak ada rencana untuk menutupi
perti punya Deva sih,
arah penisku dengan rana serba ingin tahu. Aku
kamu juga bakal banyak rambutnya kalau sudah dewasa. Ka
a mendekat. Mereka melangkah malu-malu. Setelah Santi berada dalam jangkauan tanganku, kulingkarkan tangan ke p
pinya karena wajahnya sudah begitu dekat. Tapi belum juga aku mendorong
ali. Belum dipegang aja sudah enak
at di lubang kencingku, dan dengan gerakan halus ia me
Santi. Kaget, Santi melihatku sejenak dan langsung memalingkan wajahnya
mberi semangat, "sepertinya Pak Alfred
th, rintihku
tegak. Dan tiga jari Iyuth menggenggam bagian atas penisku da
dan memegang pundakku erat-erat untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Jarak bibirku dan bibirnya sudah sangat dekat
g sudah mendekat, dan dengan mata tertutup, kujelajahi payudaranya. Dengan menggunakan jari-jariku, kumainkan puting Deva. Kuj
ti sedang digosok-gosok. Aku penasaran. Apa yang terjadi? Kulepaskan c
i. Santi, yang ciumannya sudah kulepaskan, ikut-ikutan melirik ke arah penisku
seru Sant
. Ia menahan punggung tanganku agar aku tak melepaskan
n puting Santi juga. Santi tampak keenakan. Kepalanya maju mendekati dada
an. Lalu aku maju dan memeluk Iyuth serta menciumnya erat-erat. Penisku menempel di perutn
mentas dari Umbul. Ia sudah bersiap-siap naik ke permukaan. "Mau kemana, San?" ta
pohon pisang dan sambil membelakangiku, ia jongkok. Air kencing mengal
ng di dalam air sehingga Deva sedikit berlutut. Tanganku yang satu mendoro
dan lubang vaginanya yang berwarna coklat muda terbuka di hadapanku. Tanpa banyak komando, kujilat bagian bibir v
ar, seluruh lubang dan bagian dalam vagina sudah kujilati. Agak
n lidahku yang liar menjilati memek Deva. Berkali-kali ia
th. Iyuth menanggapi tawaranku itu. Ia mengulum kencang jari yang telah kusodorkan itu. Le
berusaha memancing Santi. Sepertinya Santi memahami isyaratku. Ia jongkok di selangkanganku d
Awalnya, hanya kepala penisku saja yang dikulumnya. Ia memutar-mutar bibirnya dan menggesekkan lidahnya te