gkaran yang terakhir. Namun siapa yang mengira, justru pertengkaran pagi itu
, ia sama saja menyakiti diri sendiri. Tapi sayangnya, sikap abainya itu justru membuat tingkah Dan
. Kini nyatanya menjadi bumbu utama dalam rumah tangganya. Selalau
air panas di can
ut. Ia menunduk dan membola melihat air yang sudah tumpah rua
gkirnya sudah penuh," ujar Yuan me
g kau pi
ak a
hal lain. Kau masih memikirkan kejadian malam itu? Kau sendiri yang mengatakan kita harus melupa
a tangan Rafan masih bergerak untuk membuat sus
-datang? Ck ck ck." Danish menggeleng
a beraktivitas tak kunjung ia nikmati membuat ia memaksa tubuhnya yang sedang malas un
di aku menumpahkan air jadi
a bisa dijadikan alasan untuk berd
pa ini? Hanya karena ia berada di satu ruangan yang sama dengan Rafan, kena
dasar apa kau menuduhku seperti itu? Jangan
"lupakan kopi itu, kita ke kamar sekarang!" Rahang Danish sedikit mengeras. Sangat terliha
pria itu menarik tangan Yuan yang lain. Tindakannya itu membuat keduanya sa
bicaramu di depan wanita saja sudah salah dan lihat dirimu sekarang!" Mata Rafan tertuju pada tangan sang a
a mereka, napas Yuan sudah naik turun tak karuan. Ia tahu ini bukan waktu yang tepat untu
pa kau tidak mengurus dirimu sendiri saja?" Dengan pelan tangan Danish menurunkan tangan
kaplah baik pada wa
riku sendiri selalu menjadi perhatiannya? Sebagai kakak ipar juga kau terlalu
rah ka
tas hal yang tidak berdasar! Ada
emanggilku hanya de
antara kita, sekalinya kita ngobrol hanyalah pertengkaran. Kau selalu menaikkan nada bicaramu, kau selalu mengentengkan apa yang menjadi bebanku. Kau tidak pernah mendengarkan aku, kau tidak pernah mendengarkan jeritan
sh juga perlahan berubah dan itu cukup menyakitkan untuknya. Ia mengabaikan perubahan
ya itu bicara tidak sopan, panjang lebar, dan terlalu berani padanya. Apalagi ia m
kan ini
tuk ditariknya dengan kasar wanita itu sa
yang ia punya tak seberapa. Ia terpaksa mengikuti l
ak
nya dengan kasar. Tak sampai di situ saja, jari tangannya yang
kau sudah meruntuhkan harga diriku di depan kakakku sendiri. Pantas
i dengan harga dirinya diban
epis kasar tangan suaminya. Tindakannya m
ak
tindakannya. Sudut bibirnya berdarah, air mata y
-akhir ini. Kau selalu mencurigaiku dengan pikiran-pikiran dangkalmu itu. Seme
udah muak, aku l
ena pintu yang dibuka paksa. Sepasang suami istri itu mengarahkan pandangan ke arah yang sa
ia