a
atas sana, awan hitam bergelayut ren
erdengar di kejauhan. Memban
nan, hembusan angin terasa begitu keras. Menam
apak yang lagi khusyuk merap
kututup, Bapak
Lastri di atas tikar!
, karena rambut pirang Lastri berwarna se
ga helaian rambut Lastri yang sempat jatuh saat
di atas dulang kemenyan. Hangus b
ini. Rambut, kuku atau ludah seseoran
, yang dilihat Nanda adalah waja
yang sesungguhnya menyantet. Dan kami tidak goblok untuk
u ke atas bara kemenyan. Kemudia
Bapak tanpa membuka mata. "Yang satu benar-be
seringai iblis. "Mantrai saja,
mpatnya bersila. Sementara dari ata
eka. "Kapan kalian kawinkan kami dengan pe
gerutu!" Bapak
inta susuk kecantikan. Kalian pas
aha mengontrol situasi agar makhluk-ma
n pisang ikutan menimpali. "Lalu kapan kau kawinkan aku
pria muda akan datang berguru ilmu santet.
akan! Kikikkik ... kikikik ...." Kunti
ak usah peduli celoteh budak
🖤
an kamar di mana Nanda dirawat. Ada plang
mentara aku berjaga di depan pintu.
ni terlihat mewah. Lantai meng
umah sakit ini terlihat sangat mengeri
ir mudik di lorong-lorong rumah sakit. Benda perdukunan m
hampir menyerempet wajahku. Membuktikan
ni. Kebanyakan adalah korban santet. Jika kuterawang, hanya
l rumah sakit. Arwah penasaran yang jiwanya tak mendapat ke
yang membebani mere
dela. Sibuk menyusui anak. Mereka dulunya
ereka nyata di sini. Masih dalam seragam perawat, hanya saja berlumuran
amas. Gerah. Jika Nanda tewas malam ini, besok
Anda sedang apa di sini?"
angit bumi dengan sandal jepitku. Mengangkat wajah sedikit, kudap
i sandaran bangku,
orang bisa masuk ke area VI
satu kalimat mantra lol
pnya salah tingkah. Ia berlalu p
an Nanda dengan da
kursi. Hanyut dalam buaian mimpi. Sudah pasti bermimpi b
Lastri, sekuat tenaga men
ta itu sekarat. "Sudah kau rebut
rena tak paham persel
ik napas panjang. Aliran darahnya berhenti
s pada jasad k
mulai terbangun. Sempat kudaratkan kecupan hang
🖤
halaman rumah kami. Mobil mewah itu dipenuhi d
angkah penuh energi ke dalam ruang tamu. Digen
Untuk sejenak mereka sibuk bercakap-cakap ten
aku dengannya!" Si genderuwo tukan
wat bahasa batin. "Kau ikuti saja wanita ini. Bersema
kebijakanmu, Mbah Dukun!"
o melekat di badannya. Bersembun
uwo, dia haruslah bercermin sikap. Bahwa di dunia