ucap Rafa memegangi
mpat tahun. Seharusnya, masa kecil Rafa dihabiskan dengan penuh kebahagian. Bermain dan tertawa be
lagi untuk waktu istirahat. Namun, Rafa tak mungkin menahan lapar sampai waktu itu tiba. Jatah m
tuk anakku?" tanyaku pada Bang Furqon. Dia kep
ng Furqon meletakan nasi berwarna
si dan berbau. Tidak la
yang sudah kuning anakmu
sakit bila makan nasi
kan tapi gak bisa beli nasi. Aku tidak sudi kasih makan
Bang. Kasihan Rafa bila
suka kasih makan an
andor. Ingin rasanya, kupukul wajahnya hingga babak belur. Bagaimana dia t
Atau kau pilih anakmu kelaparan.
mandor yang baru beberapa hari bekerja sebagai pimpinan. Bang Mand
Bang Mandor ma
erin, Nak. Dia hany
ang kita orang miskin? Kata Nenek orang
a. Predikat orang miskin begitu meleka
karena aku yang belum bisa merubah
" pang
buyar. Rafa menghapus jejak air
enapa n
ak nang
embut. Kemudian, menghapus jejak
n. Sebentar lagi makan siang akan segera tiba. Sementara, tumpukan pasir dan semen masih banyak. Aku tidak bisa membiarkan Rafa
nggung oleh pihak pengelola banguan. Aku bekerja sud
an, karena jarak dari kampung ke kabupaten sanga
ebih layak dari ini. Tak mungkin bisa bekerja lebih cepat. Setiap waktu, aku harus melihat
stirahat. Mengerjakan pekerjaan bangunan terlihat mudah, tetapi mem
laper,
k? Ayah beres
i, Y
jah memelas, dan kurang nutrisi. Tubuhnya kurus meski dalam masa pertumbuhan. Maklum, ekonomi yang pas-pa
ya dalam penderitaan. Pasti Rafa bisa hidup lebih baik bila ber
emerah. Matanya menatap dengan sorotan tajam ke
k siap-siap. Aku gaji kamu bukan unt
a bangunan baru saja m
u dan angkat batu bata ini ke sana! Aku t
buru-buru aku mencekal pergelangan tangannya. Berharap sed
rap. Memohon ada sedikit rasa iba kepada seorang anak kecil. Mungkin aku bisa menahan lapar, tet
penuh belas kasihan. Perut yang lapar hanya menginginkan makanan nasi seperti biasa. Nasi
kit perut, karena makan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Tidak a
ian berdua makan." Nada bicara Bang Furqon sedikit meni
jah Rafa sangat sedih, karena mendapat penolakan dari pria bengis itu.
angis. Rafa bis
mendapatkan makanan untukmu. Ayah
Orang dewasa gak
ning tak berhenti mengalir dari pipi. Menetes sedari tadi membasahi wajah. Padahal, aku tidak pernah menan
segera selesaikan pekerjaan in
antu ya
duduk saja di sana
apa-apa kalau hanya a
ila nanti kamu sak
atir. Rafa kuat kok.
memandang wajahnya. Aku teringat dengan ibunya. Andai, Sakira tidak mening
lesai. Aku takut Rafa pingsan karena menahan lapar. Namun, dugaanku salah. Dia lebih
buat dia merasakan kesulitan hidup terasa lebih jahat. Dibandingkan membunuh saat kecil, atau
lit ditambah kehadiran Rafa. Tentu dia keberatan
nghembuskan napas terakhir. Orang yang katanya bisa menerimaku dan keadaan ya
calon wanita yang akan menikah denganku tak mau menerima kekurangan. Dikarenakan aku orang miskin. Sia
ai. Ayo kita
g dengan wajah berbinar. Senyumn
agia. Kemudian, aku dan Rafa menuju ke ruang belakang. Memberikan makan
ul di ruangan khusus. Semua duduk
ayo m
rsenyum melihatnya
napa tid
h kenyang, Nak,"
up susah bersama pria malang sepertiku. Kutinggalkan Rafa ya
n lain untuk dimakan. Dia tidak memedulikan, bahwa nasi dan sayur yang dimakan adalah
antu ya
usah,
angkat bat
dah kal
tunda. Rasa perih di perut kian menyiksa. Sementara, jatah makan siang t
ini. Aku sudah kenyang. Nasi yang diberi jat
h, Bang.
uarga sendiri. Kasihan dirimu nanti kalau kau pingsan. Si
kuat. Jiwa sebagai para pekerja buruh sangat kuat. Sering kali Bang Ucok m
afa yang teruskan mengang
yakin
h khawatir. Rafa past
bata. Walau tenaganya hanya mampu membawa dua buah saja
ak kecil, Rafa sudah diperlakukan tidak adil oleh kehidupan. Aku pikir setelah mengasuhnya k
k banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Biaya hidup di kota sangat tinggi. Jika ke kota lain
ah. Ekonomi saat itu, tidak memungkinkan untuk melan
paman. Ia satu-satunya keluarga dari adik-ayah. Namun, dia juga mengusirku dari
Rafa yang masih belum cukup umur juga tidak mungkin. Sement
lau dengan memohon sebagai pengemis pada pemilik kontrakkan. La
*
sam