Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Aku Mencintaimu, Suamiku
Aku Mencintaimu, Suamiku

Aku Mencintaimu, Suamiku

5.0
10 Bab
273 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Ardiaz Jonathan Nelson hampir mencapai puncak kegemilangannya. Dia akan menikahi gadis yang sangat ia cintai dan mendapatkan jabatan tinggi. Namun, tepat sehari sebelum pernikahannya, dia justru menghabiskan waktu bersama dengan seorang perempuan yang tidak ia kenali karena jebakan seseorang. Pernikahannya hancur. Tunangannya meninggalkannya, dan Diaz justru dipaksa untuk menikahi Shenna, gadis yang menghabiskan malam bersamanya. Sejak itu, pernikahan mereka tidak berjalan baik. Tidak ada cinta di antara keduanya, sementara Ardiaz sangat membenci Shenna dan menganggap semua ini adalah rencana licik Shenna untuk meraup hartanya. Hingga puncaknya adalah saat Diaz memberikan perjanjian untuk berpisah kepada Shenna. Shenna justru hamil, membuat Diaz semakin membenci gadis itu. Bagaimana hidup Shenna saat tinggal bersama suami yang membencinya? Lika-liku masalah mulai bermunculan hingga meski dengan hati yang terluka, Shenna mampu mengatakan, "Aku mencintaimu, Suamiku."

Bab 1 Menghabiskan Malam Bersama Wanita Asing

"Sekali lagi, aku ucapkan selamat untuk pernikahanmu, Diaz."

Demikian perkataan seorang pria bernama Jeno. Dia dan ketiga temannya tengah berkumpul di sebuah klub malam.

Ardiaz, Delvin, Jeno, dan Adam. Keempatnya adalah sekumpuan pria tampan yang sukses di bidangnya masing-masing. Mereka sudah terbiasa berlangganan tempat VIP di Honey Night, sebuah klub malam yang terletak di lantai teratas sebuah hotel mewah. Para wanita mengantre untuk bisa satu kamar bersama mereka.

Namun, kali ini, tidak ada satu pun gadis yang menemani sebab mereka tengah merayakan pesta bujang untuk salah satu anggotanya, Ardiaz.

"Masih terlalu cepat untuk mengucapkannya," ujar Diaz, mencoba tidak terlalu meninggi meski bibirnya tidak berhenti menahan senyum.

"Ngomong-ngomong, kudengar Nenekmu akan memberikan setengah dari sahamnya di perusahaan sebagai hadiah pernikahanmu?" sahut Adam, tampak takjub.

Perkataan itu membuat Diaz semakin tersenyum puas. Dia sedang berada di puncak kejayaannya. Ia akan segera menikah, dan ia mendapat hadiah besar dari neneknya. Itu hanya permulaan. Neneknya juga menjanjikan Diaz yang akan menjadi pewaris jika dia berhasil mendapatkan seorang istri.

"Kau benar-benar berhasil. Biar aku tuangkan satu gelas lagi untukmu." Delvin, pria yang tidak kalah tampan dengan kemeja putihnya yang kasual, itu mengangsurkan sebotol minuman.

Diaz dengan senang hati menerima tawaran itu. Delvin mengisi gelas sahabatnya itu, kemudian keempatnya mengangkat gelas.

"Untuk pernikahan dan kesuksesan Diaz." Mereka bersulang, dan Diaz tersenyum puas.

Besok, dia benar-benar akan berada di puncak kegemilangannya. Dengan seorang istri dan jabatan yang menjanjikan.

Sementara itu, beberapa lantai di bawah mereka, seorang gadis tampak tengah berlari dengan terburu-buru.

"Kamar nomor berapa?" tanya Shenna, seorang gadis dengan rambut pendek sebahu dan bertubuh kecil, tetapi lincah itu.

"Nomor 406!" jawab sahabatnya melalui telepon. "Lagi pula, bagaimana bisa kau meninggalkan alat make upmu dan membuatnya tertukar dengan milik pengantin?"

"Aku tidak sengaja melakukannya!" jawab Shenna, kemudian mulai bergegas menuju nomor kamar yang disebutkan.

"Masih untung pengantinnya langsung sadar dan meninggalkannya di kamar hotel. Jika dia membawanya ke Hawai untuk bulan madu, bisa tamat riwayat kamu, Shenna!" ujar Aul, sahabat Shenna.

"Aku sudah menemukan kamarnya. Akan kuhubungi nanti!" seru Shenna, kemudian langsung memutus panggilan telepon tersebut.

Di hadapannya, terlihat pintu kamar bertuliskan nomor 406. Shenna mencoba membukanya dan matanya langsung berbinar saat pintu itu tidak dikunci. Tanpa menunggu lama, dia memasuki kamar tersebut.

"Kau terlihat tidak baik, Ardiaz," ujar Jeno saat mereka tengah bersenang-senang. Tiba-tiba tatapan Ardiaz terlihat sayu dan napasnya terdengar berat.

"Mendadak kepalaku terasa pusing," ujar Ardiaz dengan pucat, "Sepertinya, aku akan langsung kembali ke kamar."

"Aku akan mengantarmu," tutur Delvin sambil menaruh gelasnya yang berisi minuman, tetapi Diaz cepat-cepat menggeleng.

"Kau lanjutkan saja. Aku bisa kembali sendiri. Berapa nomor kamarnya?" tanya Ardiaz. Kepalanya terasa semakin berat dan pusing.

"406," jawab Delvin dan Ardiaz langsung berlalu pergi dengan tubuhnya yang terasa semakin limbung.

Di sisi lain, Shenna merasa curiga saat mendapati kamar itu dalam keadaan gelap, seperti tak berpenghuni. Pemiliknya memang sudah pergi untuk berbulan madu beberapa menit lalu, tetapi Shenna tidak menyangka jika kamarnya akan ditinggal dalam keadaan gelap gulita, padahal Shenna sudah berpesan akan datang cepat.

"Dia bilang barangnya di meja rias di kamar," gumam Shenna pada dirinya sendiri seraya berjalan menuju kamar. Namun, dia tidak menemukan apa pun di sana.

Gadis itu mengernyitkan alis, kemudian mulai mencari-cari. Dia hanya menyalakan lampu di kamar tersebut sebagai penerangan, tetapi nihil. Alat riasnya tidak ditemukan di mana pun.

Hingga tiba-tiba terdengar bunyi pintu terbuka. Shenna langsung berdiri tegak. Mungkinkah penyewa kamarnya kembali untuk memberikan barangnya?

"Pantas saja tidak ditemukan di mana pun," gumam Shenna sambil berjalan keluar.

"Aku tidak bisa menemukan barangku di mana pun. Apakah kau tahu di mana barangku?" tanya gadis itu. Langkahnya terhenti saat melihat seorang pria yang berdiri di depan pintu. Dia mengenakan kemeja putih dengan dua kancing sengaja dibiarkan terbuka dan menenteng sebuah jas hitam.

"Shanon?" ujar pria itu dengan suara sedikit serak. Ardiaz mengedipkan mata beberapa kali, kemudian mengernyitkan alis. Pandangannya tampak kabur dan buram, tetapi dia yakin melihat seorang gadis berambut sebahu dan bertubuh sedikit mungil. Persis seperti Shanon.

Dia datang pada saat yang tepat. Diaz memang tengah sangat merindukan gadis itu, gadis yang akan ia nikahi besok.

"Mengapa kau ada di sini? Apakah kau sudah tidak sabar untuk bertemu denganku?" tanya Diaz sambil berjalan mendekati gadis itu dengan langkah sempoyongan.

Tubuhnya menjadi tidak terkendali dan tiba-tiba hasrat yang sangat kuat membuncah di tubuhnya.

Shenna sontak mundur perlahan melihatnya. "Ma-maaf, Tuan, aku hanya datang untuk mengambil barangku yang tertinggal."

Namun, pria tampan itu terus berjalan maju mendekati Shenna. Pandangannya terlihat sayu karena pengaruh minuman.

"Apakah kau sangat merindukanku, sampai tidak sabar menunggu untuk besok?" tanyanya, semakin melangkah menghampiri Shenna. Semakin dekat, dia tidak terlihat mirip dengan Shanon, tunangannya, tetapi suara mereka sangat mirip. Ini pasti efek rasa pening di kepalanya, membuat Diaz tidak dapat mengenali tunangannya sendiri dengan jelas.

"Aku juga sangat merindukanmu. Sangat," ujar Diaz.

Setelah mengatakannya, dia langsung menarik tubuh Shenna ke dalam pelukannya, membuat gadis itu membelalak kaget.

"A–apa yang kau lakukan, Tuan? Kau tidak boleh melakuan ini," ujarnya, berusaha mendorong tubuh pria itu untuk menjauhkan diri, tetapi kekuatan Diaz jauh lebih kuat dan tubuhnya lebih besar.

"Ada apa?" tanya Diaz sambil memeluk tubuh Shenna dengan erat. "Apakah kau merasa malu? Toh besok kita akan resmi menjadi suami istri. Kau terlihat sangat cantik. Aku menginginkanmu malam ini," ujar Diaz dengan suara serak yang terdengar seksi, kemudian mulai mengangkat Shenna dalam gendongannya.

Shenna bertambah panik. Namun, anehnya, tubuhnya justru tidak dapat digerakkan. Seakan membeku. Hingga jantungnya berpacu semakin cepat saat pria itu mulai memasuki kamar.

"Lepaskan aku, Tuan!! Kau tidak boleh melakukannya!" seru Shenna, berusaha keras memukul tubuh Diaz, tetapi pria itu tidak mengacuhkannya.

Hingga Diaz membanting tubuh mungil Shenna ke atas ranjang dan mulai menindihnya. Gadis itu terus memberontak dengan semakin brutal, tetapi dengan mudah Diaz memegang kedua tangannya, mengunci pergerakkan Shenna.

"Kau benar-benar cantik," pikir Diaz yang semakin kehilangan kesadarannya. Akal sehatnya semakin hilang, digantikan oleh gairah yang amat memburu. Meminta untuk dipuaskan.

"Lepaskan aku, Brengsek! Atau aku akan melaporkanmu–hmph!" Shenna berhenti saat tahu-tahu pria itu mencium bibirnya, melumatnya dengan kasar dan penuh gerakan menuntut.

Shenna terus memberontak, tetapi Diaz tidak peduli. Dorongan di dalam dirinya jauh lebih kuat. Dia tidak pernah merasakan yang sekuat ini sebelumnya. Benar-benar mendesak untuk dilepaskan.

"Kau benar-benar pria brengsek!" teriak Shenna. Air mata mulai mengalir di wajahnya. Dia ingin menendang tubuh pria itu di atasnya hingga terjatuh, tetapi tubuhnya terasa begitu lemas dan sulit digerakkan.

Mengapa hal seperti ini tiba-tiba terjadi padanya? Dan, siapa pria yang tidak ia kenali ini?

Mengabaikan rontaan Shenna, Diaz mulai melucuti pakaian gadis itu. Tubuh gadis itu benar-benar indah. Diaz mulai mendesaknya dengan tubuhnya sementara dia melepaskan pakaiannya sendiri.

Miliknya sudah menegang dengan sempurna. Ardiaz benar-benar tidak pernah seperti ini sebelumnya. Tidak tahan menunggu lama, Diaz langsung mendorong miliknya memasuki tubuh gadis itu.

Tubuhnya sedikit menegang dan matanya membelalak saat merasakan milik Shenna yang terasa sangat sempit. Padahal, ia sudah beberapa kali memasuki Shanon sebelumnya.

"Lepaskan–" Seruan Shenna kini mulai berganti menjadi rintihan. Air mata terus mengalir dan tubuhnya terasa lemas.

Namun, Diaz sudah terlalu jauh untuk berhenti. Dia mulai menggerakkan tubuhnya untuk memasuki tubuh gadis itu. Memuaskan hasrat dalam dirinya. Tidak sadar jika masa depannya yang gemilang tengah berada dalam titik kehancurannya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY