/0/9285/coverbig.jpg?v=2ea03bed058bb2f14a21dd07d1595e00)
Kisah seorang istri yang tidak diterima karena ditalak tiga oleh suaminya setelah beberapa menit melakukan ijab kabul pernikahan, suasana masih ramai baju pengantinpun masih dikenakan. Suara riuh tamu undangan pernikahan terdengar seperti hujan angin di hati si pengantin perempuan. Apakah ini mimpi? Bukankah baru beberapa menit ini ijab kabul dilaksanakan? Bukankah riasan pengantin masih belum pudar, bahkan henna di tangan masih tergambar jelas. Hidangan untuk tamu undangan belum tersentuh. Ada apa? Sakit, sedih, nyesek bercampur aduk menjadi satu hingga melahirkan dendam kesumat dalam hati wanita tersebut. Sang janda pun tak tinggal diam dan betekad untuk membalas apa yang telah menimpa hidupnya.
"Zafira Hanan! Hari ini, Aku talak kamu, Aku talak kamu, aku talak kamu.!" Kata-kata dari Mas Dion terdengar nyaring di telingaku.
Apakah ini mimpi?
Bukankah baru beberapa menit ini ijab kabul dilaksanakan?
Bukankah riasan pengantin masih belum pudar, bahkan henna di tangan masih tergambar jelas.
Hidangan untuk tamu undangan belum tersentuh.
Ada apa?
Riuh terdengar orang bersautan atas talak tiga yang di ucapkan oleh lelaki yang sebentar ini bergelar suamiku.
Aku?
Bumi ini seperti berputar lebih cepat, tak ada pegangan membuatku seperti terombang-ambing.
"Ada apa, Dion?" Jelas getar suara Bapak yang sebentar ini menjabat tangan untuk pemindahan tanggung jawabku.
"Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Saya tidak mencintai Zafi, Pak. Wanita yang saya cintai ada di sini. Sekali lagi maaf, Pak!"
Plak!
Sekarang tamparan keras mendarat di pipi Mas Dion.
"Kamu mau buat malu Bapak dan Ibu, Dion?" Sekarang mertuaku mengambil alih. Sedangkan Bapak sudah terduduk di kursi.
"Maaf, Pak. Ini semua karena Bapak dan Ibu yang terus memaksa Dion untuk segera menikah, padahal Bapak tau aku hanya mencintai Sherly, Pak!"
"Apa? Sherly? Wanita yang sudah mencampakkan mu? Dia pergi bersama laki-laki lain yang lebih kaya dari mu, sekarang setelah kamu sukses seperti ini dia ingin kembali. Tidak, Nak! Tidak! Ibu tidak setuju!" Ibu mertuaku menangis histeris.
Mas Dion tak menghiraukan sama sekali, setelah talak tiga yang dia jatuhkan padaku. Dia pergi, menggenggam tangan wanita lain didepan ku, di depan tamu undangan. Tidak memperdulikan Ibu mertua yang menangis meraung-raung memanggil namanya.
Melihat langkah kaki Mas Dion yang semakin menjauh, membuat tubuhku terasa lemas, sulit sekali untuk bernafas, air mataku luruh.
Kenapa Mas Dion mencorengkan malu untuk keluargaku. Bahkan sekarang dia menyematkan status janda padaku, janda talak tiga.
Apa salahku?
Tubuh ini seketika luruh ke lantai, air mata yang sedari tadi ku tahan kini berjatuhan. Berkali-kali ku pukul dada ini agar rasa sesak hilang.
"Sudah, Nak! Sudah" terdengar suara Ibu di telingaku. Ibu pun tak kalah sedih, air mata yang jarang keluar kini menganak bak sungai.
"Apa salah Zafi, Bu? Apa? Kemana malu ini akan kita bawa, Bu? Zafi menjadi janda saat pernikahan Zafi sendiri!" isakku pada Ibu. Tak ku pedulikan lagi kebaya putih yang kini membalut tubuhku. Bahkan mahkota yang tadi nya terletak di atas kepala, ku buang ke sembarang tempat.
Tiba-tiba di tengah sahut-sahutan kehebohan yang terjadi.
"Bapak!" Ibu histeris saat melihat Bapak jatuh tersungkur. Ibu langsung menghampiri Bapak.
"Pak! Bangun, Pak! Jangan tinggalkan Ibu dan Zafi, Pak!" Ibu menggoyang-goyang badan Bapak, Bapak hanya diam. Melihat itu, aku langsung merangkak ke arah Bapak. Tak ada lagi kekuatan untuk berdiri.
"Pak, Bapak!" aku terus menangis sebelum tubuh ini menggapai Bapak. Semua tamu undangan mengerubungi kami. Seorang ustadz yang tadi menjadi saksi pernikahan ku ikut menghampiri Bapak.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun!" seru Ustadz yang berhasil merobohkan semua tiang kekuatan yang tadi ku kumpulkan.
"Tidak, tidak mungkin! Tidakk!" aku meraung. Aku peluk tubuh Bapak. Sedangkan Ibu sudah tak sadarkan diri.
"Pak! Mungkin Bapak salah, tolong di cek lagi pak. Bapak saya masih hidup, Pak!" aku memohon pada Pak Ustadz.
"Paman, ayo bawa Bapak ke Rumah Sakit Paman. Cepat tolong Bapak, Paman!" Paman Surya adik Bapak hanya diam di samping Bapak. Hanya air mata yang menggambarkan suasana hatinya saat ini.
"Siapa saja tolong Bapakku! Tolong! Tolong!" teriakku histeris. Hingga tak ada lagi kekuatan dan seketika semuanya gelap.
Aroma kayu putih tercium jelas olehku. Mencoba membuka mata perlahan. Rupanya aku sedang di kamarku, kamar yang sudah di dekor seindah mungkin. Bahkan beberapa bunga juga di taburkan di atas tempat tidur. Terngiang-ngiang sahut-sahutan orang membaca Yasin.
"Zafi, kamu sudah enakkan, Nak?" rupanya Bi Asih istri Paman yang menemani ku sedari tadi.
Kembali air mata ini mengalir, mengingat semua kejadian yang baru terjadi.
Mengapa semua ini harus terjadi padaku?
Mas Dion, kenapa kau begitu kejam?
Bukan malu saja yang kau toreh pada keluargaku, bahkan aku harus kehilangan Bapak atas sikap ke tidak dewasaanmu.
"Bi, kenapa semua ini harus terjadi pada Zafi, Bi?"
"Sudah, Nak. Lebih baik begini. Allah tunjukkan siapa sebenarnya Dion kepadamu, meskipun sedikit terlambat. Sekarang kamu harus kuat dan sabar ya. Ingat Ibumu, Nak." Bibi terus mengelus punggung tanganku. Mata Bibi memerah dan sembab.
Benar kata Bibi, meskipun sedikit terlambat. Aku bisa mengetahui semuanya, meskipun aku harus kehilangan Bapak.
"Mari, Bi. Kita temani Ibu!" aku berdiri dari pembaringan diikuti Bibi.
Saat keluar kamar, aku melihat Ibu yang masih duduk di samping Bapak. Bahkan baju kebaya yang dikenakan Ibu belum lagi terganti. Melihat ini semua, seketika perih kembali menghujam hati. Aku menghapus air mata dan menghampiri Ibu.
"Bu..!" aku duduk di samping Ibu.
"Zafi, Bapak Nak Bapak!" Ibu kembali menangis, aku memeluk Ibu.
"Ibu kuat, Bu. Zafi ada bersama Ibu!" aku hanya mampu berucap, sedangkan aku tak memiliki kekuatan seperti yang aku ucapkan pada Ibu.
"Mbak, jenazah Mas Hanan mau segera dimandikan Mbak." terdengar lirih suara Paman yang meminta izin pada Ibu.
"Biar gak kesorean Mbak, karena lebih cepat lebih baik". Lagi Paman hanya mampu berbisik sambil merunduk. Paman Surya adik Bapak satu-satunya, mereka hanya dua orang kakak-beradik. Nenek dan Kakek sudah lama berpulang.
"Baiklah, Sur. Selenggarakan lah!" perintah Ibu.
Para tetangga mulai mengangkat jenazah Bapak, tadinya mereka membantu untuk kelancaran acara pernikahan dalam sekejap mata berubah menjadi acara pemakaman.
"Apa Ibu mau ikut memandikan, Bu?" tanyaku pada Ibu.
"Ibu tak sanggup, Nak!"
"Kalau begitu Ibu duduk di sini saja ya. Zafi mau ikut memandikan Bapak!" Ibu hanya mengangguk.
Aku berjalan menuju tempat Bapak di mandikan, hanya ini kesempatan terakhir yang aku miliki.
"Jangan sampai air mata mengenai jenazah ya, Nak!" titah seorang ustadz.
"Insya Allah, Pak." aku mulai ikut menyiram tubuh Bapak dengan perlahan. Aku bersihkan semua bagian tubuh Bapak dengan lembut, sesekali menjauh agar air mata tak mengenai Bapak. Masih teringat jelas percakapan kami tadi malam
******
"Kamu jadi istri orang harus nurut ya, Nak! Jangan membantah suamimu. Ridho suami adalah surga bagimu!" nasehat Bapak sebelum aku tidur malam.
"Insyaallah, Pak." jawabku sambil merunduk.
"Kamu satu-satunya anak Bapak dan Ibu, jika sesuatu yang buruk menimpamu, Nak. Kembali lah pada kami. Kami akan selalu menerima bagaimanapun keadaanmu, Nak!"
******
Sekarang semua hanya tinggal kenangan. Jika saja ku tahu pernikahan ini membuatku kehilangan Bapak, seumur hidup tak akan ku jalani.
"Hati-hati bajumu, Nak!" ucap Paman saat melihat beberapa percikan air mengenai baju yang awalnya di gunakan untuk pernikahanku.
"Biar saja Paman. Baju ini sudah tidak ada gunanya.!"
Iya, baju yang ku design jauh-jauh hari sudah tidak ada gunanya.
Setelah proses memandikan selesai, langsung di kafani dan di sholat kan.
Hari ini hari yang sangat berat, dimana hari ini Bapak mengantarkan ku ke pelaminan dan aku mengantar Bapak kepemakaman.
Bersambung...
Jangan lupa Subscribe ya...
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. "Di mana Om.. ?" Kembali dia bertanya "Di sini.." jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. "Ahh.. Om.. nakal..!" Perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku.. bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk.. kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya.. lalu mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. "Oh.. Om.." desahnya pelan.
Billy melepas Rok ku, aku hanya bisa menggerakan kaki ku agar Billy lebih mudah membuka Rok ku, sehingga Rok ku terlepas menyisakan celana pendek dan CD di dalamnya. Lalu Billy melepas celana pendek ku dan pahaku terpampang jelas oleh Billy, paha putih mulus tanpa cacat. Billy lulu menelusuri pahaku. Aku hanya bisa menikmati dengan apa yang billy lakukan padaku.
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Aku mengira, kalo ini hanya mimpi. Atau kalo enggak, ini hanya prank sebagai kejutan ulang tahunku yang ke delapan belas. Tapi ternyata, ini realita pahit yang harus kuterima. Aku terpaksa menerima pernikahan ini, dengan seorang laki-laki berumur yang sama sekali belum kukenal sebelumnya. "Kamu bisa masak?" tanyanya. "Bisa." "Saya jarang masak disini. Jadi kamu bisa masak kalo lapar, atau kamu bisa delivery. Ini kartu kredit dan ATM buat kamu," Aku menoleh, melihat David meletakkan dua kartu itu di atas meja rias. "Aku nggak butuh kartunya deh," kataku sambil bangkit. David mengernyit. "Kasih duit aja. Keperluanku nggak seberapa. Susah juga kalo pake itu buat beli pentol, abangnya bingung mau gesek kemana," "Kamu bisa ambil pake ATM, berapapun kamu mau, kapan pun. Zaman sekarang tuh udah mudah, nggak perlu lagi bawa duit kemana-mana," "Kamu janji mau ngurusin aku kan?" tanyaku. "Itu emang janji saya," "Kalo gitu jangan nyusahin aku. Tinggal kasih aku duit nyata, apa susahnya sih," dengusku. Apa yang bisa kuharapkan dari pernikahan yang nggak kuinginkan ini? Bahagia, atau aku hanya sengsara. Apalagi, seorang laki-laki bernama Dinar datang dan dengan bangga mengatakan kalo dirinya sanggup menungguku sampai aku menjanda.